🍪1| Why I Meet U Again?

Don't forget to play multimedia + vote + comment;!

-H A P P Y R E A D I N G-

Hidup di ibukota itu tidak mudah, apalagi Seoul termasuk kota yang paling sibuk di Korea Selatan. Namun Dahyun berhasil beradaptasi dengan cepat. Gadis bersurai blonde itu berprinsip untuk melakukan segalanya dengan baik dan cepat. Dahyun memilih untuk fokus bekerja guna mengalihkan pikirannya dan melupakan semua masalah di masa lalu yang telah menimpanya. Disaat orang seumurannya tengah sibuk berkencan untuk menikmati masa mudanya, Dahyun justru terjebak di sebuah perusahaan penerbitan bergengsi yang selalu menuntutnya untuk bekerja lebih keras.

Di jam seperti ini, biasanya ia sudah berada di jalan pulang namun ia terjebak di sebuah kedai pinggir jalan untuk merayakan kedatangan pegawai baru. Alih-alih bergabung, Dahyun memilih untuk menjauh dari mereka dan mengambil tempat duduk di dekat jendela.

Seseorang menyentuh bahunya pelan membuat ia mendelik sinis. "Ada apa?" ujarnya dingin membuat Hyunjin meringis takut. "Emm, ani ... Noona kalau bosan bisa pulang duluan. Biar aku yang bilang pada ketua nanti," ujarnya.

Dahyun mendesah lelah seraya bangkit berdiri, "Seharusnya kau bilang dari tadi." Gadis itu menepuk bahu Hyunjin sekilas, tapi sebelum ia pergi dari sana, gadis itu kembali mengamati Hyunjin. "Tunggu, kau tidak menyuruhku pulang duluan karena aku akan menagih tugasmu, kan?"

Telak, Hyunjin meneguk ludahnya susah payah. Wajahnya yang kelewat tegang itu membuat Dahyun tersenyum tipis. "Kuharap tidak. Kau harus sudah menyimpan tugasmu di mejaku ya besok," titahnya lalu pergi dari sana.

Hyunjin menghembuskan napasnya yang sejak tadi tertahan. Sungguh, Dahyun itu lebih menyeramkan dari ibunya.

Yeji menyentuh bahu Hyunjin lalu mengikuti arah pandang lelaki itu saat melihatnya masih bergeming.
"Apa yang dikatakannya? Dia memarahimu lagi?" tanyanya.

"Ya, seperti biasa." Hyunjin menghembuskan napasnya panjang saat melihat Dahyun telah pergi dengan menggunakan taksi. "Kuharap Noona bisa segera menemukan lelaki yang bisa merubahnya. Dia bisa berakhir menjadi perawan tua jika terus seperti itu."

"Ya, kau berbicara seperti sudah punya pacar saja!" sinis Yeji. Hyunjin mencolek dagu gadis itu genit. "Kan ada kamu."

"Kau mau mati, hah?!"

Dahyun memeluk tubuhnya seraya berlari kecil menuju mini market. Gadis itu tidak menduga jika malam ini akan sedingin ini sehingga ia membeli hotpack dan sarung tangan untuk menghangatkan tubuhnya serta buah-buahan dan beberapa keperluan lain yang dibutuhkannya. Setelah membayar, Dahyun langsung berjalan menyusuri jalanan yang telah ditutupi dedaunan musim gugur.

Mengeratkan mantel, mendengarkan musik lewat airpods seraya menenteng kantung belanjaannya, Dahyun benar-benar terlihat seperti seorang gadis kesepian ditengah pasangan muda yang tengah memadu kasih untuk menikmati malam di akhir pekan. Tungkainya berhenti saat indera penciumannya menangkap aroma kue yang baru saja dikeluarkan dari oven. Dahyun menoleh, mendapati sebuah cafe dessert yang dihiasi warm light dengan hiasan lain yang membuat siapapun nyaman melihatnya. Cafe itu tidak terlalu ramai dan hanya ada beberapa orang saja yang tengah berbincang di sana seraya menikmati nikmatnya dessert manis yang hangat.

Dahyun menghela napasnya panjang. Setiap melihat cookies, ia selalu mengingat seseorang. Orang yang selama ini berusaha ia lupakan sekaligus selalu ia rindukan. Dahyun tidak dapat mengelak jika keberadaan orang itu selalu ia tunggu walaupun rasa kecewanya jauh lebih besar.

"Sudah tiga tahun ya," lirihnya.

Waktu berjalan begitu cepat. Dahyun tidak pernah mengira kalau ia bisa menahan diri untuk tidak lagi mengirimkan surat ke Jerman dan bertahan tinggal di ibukota seorang diri. Kedua orangtuanya telah meninggal empat tahun yang lalu dan hal itulah yang membuatnya semakin ingin melarikan diri dari Busan. Ia sudah tidak memiliki siapapun disisinya dan Busan hanya dapat membuat luka dalam dirinya semakin melebar.

Bertepatan dengan itu, seorang lelaki yang baru saja akan memakan cookies-nya tiba-tiba saja menghentikan pergerakannya. Mulutnya yang sempat terbuka langsung menutup saat melihat seorang gadis yang tengah berdiri di depannya-tepatnya didepan kaca yang membatasi toko dengan jalan.

Tatapan gadis itu bukan tertuju untuknya, melainkan pada cookies yang baru saja akan dimakannya. "Mwo-ya, dia kenapa?" monolognya.

Pandangan mereka bertemu membuat lelaki itu membeku. Entah apa alasannya, yang jelas ketika manik legam itu melihat ke arahnya, ia merasakan ada sesuatu yang berdesir di tubuhnya.

"Chogi-yo, apa kau mau memakan ini ... bersamaku?" tawarnya pada akhirnya.

"Eh? Jeosonghamnida." Dahyun langsung tersadar dari lamunannya. Refleks, ia memukul kepalanya dengan telapak tangan lalu membungkuk sembilan puluh derajat pada lelaki itu sebelum akhirnya melarikan diri. Kabur secepat kilat tanpa melihat siapa lelaki yang baru saja ia temui. Dahyun merasa sangat malu karena telah melakukan hal bodoh dan mungkin saja kejadiannya akan lain jika gadis itu menyadari siapa lelaki yang menyapanya tadi.

Sementara itu, lelaki tadi yang sempat menawarinya cookies hanya mengerjap kebingungan. Ia adalah Hwang Jungkook yang baru saja kembali ke Korea Selatan setelah tinggal belasan tahun di Jerman. Lelaki itu mengunyah cookies-nya dengan pelan.

"Apa itu barusan?" Ia masih bertanya-tanya. Jungkook merasa tidak asing dengan wajah gadis tadi, tapi ia tidak ingat pernah melihatnya di mana. Mulutnya kini sudah penuh hingga menggembung tapi pikirannya terus tertuju pada gadis cantik bersurai blonde itu.

"Padahal aku sudah baik hati menawarinya cookies atau ia sedang diet? Itu sebabnya wajahnya terlihat sedih karena tidak bisa memakan cookies ini?" Tanpa sadar Jungkook berbicara sendiri membuat seorang lelaki yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya langsung bergabung dengannya.

"Apa yang tengah kau pikirkan?" tanyanya. Lelaki itu bernama Jung Wonwoo. Ia adalah kenalan Jungkook, sekaligus pemilik cafe dessert ini yang cukup terkenal. Selama ini, Jungkook telah berinvestasi di sana dan sebagai gantinya, Wonwoo membuatkan cookies untuknya secara rutin. Percaya atau tidak, lelaki itu sudah terbiasa memakan makanan manis itu, baik di saat bosan maupun gelisah.

"Ani, tadi ada gadis aneh yang terus menatapku saat aku akan memakan cookies. Sepertinya ia terpesona dengan ketampananku sehingga ia langsung berlari salah tingkah saat aku menyapanya," balas Jungkook dengan sedikit melebih-lebihkan. Wonwoo menggeleng tak habis pikir. Jungkook dengan tingkat percaya dirinya yang tinggi selalu membuatnya kesal.

"Ck, berhenti membual. Aku tadi sempat melihat gadis itu, namanya Shin Dahyun. Dan aku yakin kalau ia tidak mungkin melakukan apa yang kau katakan tadi," balas Wonwoo santai.

Sementara Jungkook membeku. "Si-siapa namanya?" tanyanya lagi. Sepertinya ia salah dengar.

"Shin Dahyun," ujar Wonwoo singkat, padat dan jelas. Jungkook kembali meletakan cookies di tangannya ke piring. Tentu saja, nama Shin Dahyun itu sudah tidak asing lagi di telinganya namun Jungkook tanpa sadar langsung mengingat teman masa kecilnya. Cinta pertamanya yang sulit sekali ia lupakan namun entah di mana keberadaannya sekarang.

Jungkook berdeham. Lelaki itu menyeruput ice chocomilk-nya lalu bertanya, "Kau mengenalnya?"

"Tentu saja! Semua pegawai di sini sudah tidak asing dengannya. Ia selalu berdiri di depan sana selama beberapa saat sebelum pulang ke rumahnya. Dahyun jarang sekali memakan dessert langsung di sini, gadis itu selalu memesan lewat panggilan," jelas Wonwoo panjang lebar.

"Omong-omong, dessert apa yang sering ia pesan?"

Wonwoo menunjuk ke arah cookies yang tengah dipegang Jungkook dengan dagunya. "Cookies yang sedang kau makan. Dia sering sekali memesannya."

"Pantas saja, ia terus melihat ke arah cookies ini tadi." Jungkook hanya mengangguk-ngangguk dengan mulut penuh.Pandangannya kosong namun tangannya bergerak menyomot cookies-nya dan memakan kue itu lagi.

"Kalau begitu, kau punya nomor ponselnya?" tanyanya tiba-tiba.

"Tentu saja tapi kenapa untuk apa kau memintanya?"

"Cepat berikan saja atau aku akan membatalkan investasiku disini!" gertak Jungkook.

"Ya! Kenapa kau serius sekali. Tentu saja aku akan memberikannya tapi untuk apa-"

"Ingat soal gadis yang tengah kucari selama bertahun-tahun?"

Wonwoo mengangguk. "Tentu saja ingat, kau selalu menceritakannya."

"Namanya Shin Dahyun."

Wonwoo melotot kaget. "Mwo? Kenapa kau baru memberitahuku?"

"Itu tidak penting, lagipula ada banyak nama Shin Dahyun di sini. Gadis tadi belum tentu orangnya, karena penampilannya sangat jauh berbeda dari ekspektasiku."

"Sudah belasan tahun berlalu, pasti ada banyak hal yang berubah," ujar Wonwoo, kembali menyadarkannya kalau ia memang sudah terpisah cukup lama dengan Dahyun.

Jungkook tersenyum tipis lantas bangkit berdiri seraya memasukan ponselnya ke dalam saku. "Sekarang kau kirimkan nomornya padaku. Aku ingin memastikannya sendiri, apakah gadis tadi adalah gadis yang selama ini kucari atau bukan."

Menyisir jalanan Seoul dengan mobil mewahnya. Lelaki itu mengenakan kacamata hitam dengan rambut yang dibiarkan diterpa angin. Penampilannya sudah seperti aktor yang tengah membintangi sebuah drama romantis. Bibirnya sesekali melantunkan nyanyian pada lagu yang sedang terputar di airpods-nya. Sangat indah.

Kali pertama Jungkook menginjakan kakinya di negara asalnya ini, ia merasa kalau semuanya telah berubah. Sepertinya, Jungkook sudah terlalu lama tinggal di negeri orang hingga harus menyesuaikan diri lagi saat tinggal di Seoul. Jerman itu artistik, namun Korea Selatan tetap akan menjadi rumahnya.

Lelaki itu masih belum bisa melupakan kejadian saat di cafe. Ia sudah mendapatkan nomor gadis itu dari Wonwoo namun Jungkook masih belum berani menghubunginya. Lelaki itu bingung, apa yang harus ia katakan padanya jika memang gadis yang ia temui kemarin malam adalah gadis yang ia cari selama ini. Benar kata Wonwoo, belasan tahun bukanlah waktu yang singkat. Pasti ada banyak hal yang telah berubah dari gadis itu, entah itu dari segi fisik maupun kepribadiannya.

Jungkook benci selalu mengingatnya namun rasa rindunya lebih mendominasi. Jungkook berharap ia bisa bertemu dengan gadis itu walaupun keadaannya mungkin sudah tidak bisa seperti dulu lagi.

Diwaktu yang sama, Dahyun tengah menopang kedua tangannya di pinggang seraya menghela napas berat. Ia menatap bawahannya satu per satu dengan tatapan tajamnya lalu menggebrak meja. "Ya! Pekerjaan siapa ini kenapa berantakan sekali?!" gertaknya dengan lantang.

Dahyun sudah susah payah sampai di perusahaan tepat pada waktunya walau harus rela berlari dari taksi di perempatan jalan untuk menuju kantor karena jalanan Seoul di hari Senin macet parah. Akan tetapi sesampainya dia di mejanya, amarahnya langsung tersulut saat melihat pekerjaan bawahannya itu sangat berantakan.

Semuanya langsung menunduk, tak ada yang berani menatap Dahyun ketika sedang mengamuk seperti ini. Tatapan tajam dan ucapan pedasnya mampu membuat siapapun bungkam. Jelas saja, walaupun usianya terbilang masih cukup muda yakni 26 tahun, Dahyun sudah menjabat sebagai ketua editor di salah satu divisi perusahaan penerbitan itu. Dan selama ini, koreksinya memang selalu membuat perusahaan ini untung, jadi tidak ada yang bisa menentangnya dalam hal ini.

"Kalian tidak mendengarku? Pekerjaan siapa ini?!" bentak Dahyun lagi membuat Yeji refleks langsung menyenggol bahu Hyunjin. "Hey, itu pekerjaanmu, kan? Kau harus segera mengaku," bisiknya pada Hyunjin.

Lelaki itu meringis, ia memberanikan diri untuk mendongak tapi langsung kembali menunduk saat melihat tatapan tajam Dahyun. "Ahh shiro! Dia terlalu menakutkan," cicit Hyunjin yang langsung ciut, walaupun Dahyun masih saudara jauhnya, lelaki itu tetap tidak berani mengakui kesalahannya. Jangankan saat marah, ketika sedang bekerja seperti biasa saja, aura Dahyun sangat menakutkan. Seolah ada aura hitam yang mengitarinya.

Sementara Dahyun kini mulai berjalan mendekat ke arahnya. Sejak tadi ia sudah menaruh curiga pada Hyunjin yang terlihat sangat gelisah bahkan kedua kakinya sampai bergetar. "Hyunjin, kemarin aku menyuruhmu untuk menaruh tugasmu di mejaku, kan? Apa ini pekerjaanmu?"

Telak. Hyunjin mengerjapkan matanya cepat seraya menelan ludahnya payah. "A ... ani noona ... itu ... biar aku kerjakan la-"

"Ada apa ini? kenapa semua nya sudah berkumpul di sini?" tanya Hwang Donghwa, sang direktur sekaligus pemegang saham terbesar di perusahaan ini.

"Ah tidak ada apa-apa, Pak. Kami berkumpul di sini tengah berdiskusi untuk menyiapkan sambutan pada penulis baru dari Jerman," kilah Chaeyoung, sang managing editor. Tentu saja, ia harus menjaga citra divisinya ini yang bisa saja rusak jika direktur tahu kalau divisi ini sedang ada masalah tadi.

Dahyun mengernyit, "Jerman? Siapa? Kenapa aku tidak tahu apapun?" terangnya yang mengandang tatapan heran dari Donghwa.

"Dahyun-ssi, kau sepertinya belum tahu ya kalau perusahaan kita kedatangan penulis webtoon terkenal? Ah ... sepertinya kau tidak tahu karena kau pulang lebih dulu ya saat perayaan pegawai baru."

Dahyun masih tidak mengerti, ia memang beberapa minggu yang lalu sempat mengambil cuti, namun sepertinya ia ketinggalan banyak hal. Tak lama, Donghwa memanggil seseorang untuk segera masuk dan bergabung dengan mereka.

"Nah, sambutlah. Dia adalah penulis webtoon terkenal, Mr. Hwang. Selamat datang di perusahaan kami," ujar Donghwa dengan bangganya. "Dia keturunan asli Korea, hanya beberapa tahun tinggal di Jerman. Jadi kuharap kalian tidak merasa canggung untuk berbincang dengannya."

Semuanya langsung bertepuk tangan heboh sementara lelaki yang dipanggil Mr. Hwang itu hanya mengulas senyum tipisnya sembari membungkuk kecil untuk menyapa. Di lain sisi, tatapan Dahyun masih tak lepas darinya, gadis itu terpaku hingga tak menyadari riuh pegawai lain yang menyambut kedatangan penulis terkenal itu.

Lelaki bernama Hwang Jungkook itu menyadari tatapannya, namun senyumnya mendadak luntur ketika pandangan mereka bertemu. Untuk sesaat, keduanya sama-sama terdiam, saling menyelami masa lalu yang mendadak kembali terbayang setelah sekian lama terkubur. Pada akhirnya, mereka benar-benar bertemu dalam situasi yang sangat tidak tertuga.

"Dia ..." lirih Jungkook yang tanpa sengaja ikut terdengar oleh Donghwa yang berada dekat di sebelahnya. Donghwa melihat ke arah Dahyun lantas kembali beralih pada Jungkook.

"Kenapa? kau mengenalnya? dia Shin Dahyun, ketua editor yang akan membantu proses peluncuran novel pertamamu."

Shin Dahyun, batinnya berbisik lirih. Ia pikir, teman masa kecilnya itu tumbuh menjadi gadis yang berisi dan menggemaskan, namun rupanya Dahyun telah banyak berubah. Dahyun tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dengan tubuh kecil dan kulit putih bersih. Satu-satunya hal yang tidak berubah adalah pipi chubby dan manik monolid-nya yang terlihat seperti kucing.

Donghwa memberi sinyal pada Dahyun untuk segera menyapa Jungkook. Gadis itu baru mendapatkan kesadarannya lagi saat Chaeyoung menepuk bahunya.

"Oh ... annyeonghaseyo, Mr. Hwang." Dahyun membungkukkan badannya sekilas.

Jungkook mengulurkan tangan padanya. "Santai saja, kau bisa memanggilku Jungkook."

"Ahh ... nde. Jungkook-ssi." Dahyun membalas jabatannya yang langsung digenggam erat oleh Jungkook.

Lelaki itu melangkahkan tungkainya mendekat pada Dahyun, lantas berujar, "Apeuro jal butak deurimnida ...," Jungkook mencondongkan tubuhnya, lantas berbisik di telinga Dahyun. "Dub-ttungie."

Dahyun melotot, tubuhnya membeku saat mendengar panggilan masa kecil yang sudah lama ia rindukan itu kembali meluncur dengan mudahnya dari bibir lelaki itu.

Sementara Jungkook tersenyum lebar. Melihat dari reaksi Dahyun, rupanya ia tidak salah orang. Dahyun yang saat ini di hadapannya memanglah gadis yang selama ini ia cari. Lelaki itu kembali menyapa pegawai yang lain bak selebriti dan Dahyun tanpa sadar terus menatapnya dari jauh.

Gadis itu membalikan tubuhnya dan memilih untuk pergi dari sana. Mencari udara segar disaat rasa sesak itu kembali terasa.

Kenapa?

Kenapa Jungkook justru datang di saat aku sudah mencoba untuk melupakannya?

Dahyun segera menghapus air matanya seraya menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Sepertinya, kehidupannya tidak akan berjalan dengan normal lagi.

Translate:

Ya! = Hey!
Ani = Tidak
Nde = Iya
Jeosonghamnida = Maaf (formal)
Noona = panggilan kakak perempuan atau perempuan yang lebih tua dari lelaki
Mwo = Apa
Annyeonghaseyo = halo
Apeuro jal butak deurimnida = Untuk kedepannya, mohon kerjasamanya
Ttungie = Gendut
Chogiyo = Permisi/maaf

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top