3 - Mr. Black

Mengagumi seseorang karena tampilan fisik itu manusiawi, tapi sewajarnya saja.

---

Kania lebih senang menyebutnya Mr. Black. Karena lihat saja, cuma dia satu-satunya manusia di sekolah ini yang mengenakan kacamata hitam. Demi apa coba? Demi terlihat keren, gitu? Kalau iya, berarti gagal total. Karena menurut Kania, penampilannya yang salah tempat itu sangat menggelikan. Mungkin Mr. Black itu tipe orang gila pengakuan. Mentang-mentang papanya ketua yayasan, ia seenak jidat bergaya di sini.

Kania masih ingat insiden di hari pertama MOS, ketika Mr. Black dan kacamata hitamnya itu berulah. Seorang senior memintanya melepas kacamata hitam itu, karena dianggap tidak sopan dan menyalahi standar penampilan. Karena tidak digubris, si senior membentak. Bukannya kemudian menurut, Mr. Black malah mencengkeram kerah seragam si senior dan hampir meninju mukanya kalau saja panitia MOS lainnya tidak sigap melerai. Hari itu Mr. Black langsung pulang tanpa sepatah kata pun.

Keesokan harinya, Mr. Black datang bersama papanya yang ternyata Pak Yasa, ketua yayasan SMA Galaxy. Sejak hari itu tidak ada lagi yang berani mempermasalahkan kacamata hitam Mr. Black. Entah karena sudah ketahuan ia anak ketua yayasan, atau karena Pak Yasa murni datang sebagai wali dan memberikan penjelasan logis perihal ketergantungan anaknya terhadap kacamata hitam. Bagi sebagian besar warga SMA Galaxy, hal ini masih menjadi misteri.

Selain anak ketua yayasan, Kania tidak tahu apa-apa lagi soal Mr. Black. Tapi dengar-dengar, katanya ia selebgram, youtuber, atau apalah namanya. Intinya, ia sangat populer di dunia maya. Tapi bagi Kania itu tidak penting, dan tidak cukup kuat untuk jadi alasan agar ia ikut-ikutan mengaguminya.

Kania kembali mempercepat langkahnya, mengabaikan Mr. Black yang sepagi ini sudah sibuk bicara dengan layar ponselnya. Entah untuk apa lagi.

***

Kania baru saja duduk di kursinya, ketika Melda yang duduk tepat di belakangnya tiba-tiba heboh sendiri.

"Omaigat ... omaigat ... omaigat ...!"

"Kenapa, sih, lo?" Kania berbalik untuk memastikan. Nadanya setengah jengkel.

Seolah tidak menggubris pertanyaan sahabatnya, Melda malah teriak bikin pengumuman. "Girls, Nolan update insta story-nya."

Saat itulah Kania tahu jawabannya. Lagi-lagi karena Mr. Black. Kania berdecak heran melihat cewek-cewek di kelasnya yang seketika berlomba-lomba mengecek ponsel masing-masing. Seolah-olah yang paling terakhir melihat insta story Mr. Black bakal kena hukuman.

Daripada mengurusi mereka beserta kegilaan yang tidak penting itu, Kania berencana menyiapkan buku pelajaran untuk jam pertama. Tapi saat ingin berbalik, Melda meraih pundaknya.

"Lihat, deh." Melda menghadapkan layar ponselnya. Mau tidak mau Kania melihat wajah Mr. Black di dalam sana.

"Halo, Gaes. Selamat pagiii .... Gimana liburan kalian? Asyik, kan? Atau masih pengin nambah? Hufft ... nggak kerasa, ya, tahu-tahu udah harus sekolah lagi, nih. Tapi tetap semangat, ya!"

Mr. Black cuma ngomong begitu, tapi reaksi penggemarnya sudah kayak menang undian umroh. Untuk kesekian kalinya Kania menggeleng tidak habis pikir.

"Kok, muka lo biasa aja?" protes Melda.

"Emang harus gimana?" Kania mengernyit.

"Ini disemangatin Nolan, loh, masa nggak ada senyumnya?"

"Harus banget, ya, nanggepin ucapan semangat dari orang yang belum tentu bisa menyemangati dirinya sendiri?"

"Kok, lo ngomong gitu, sih?" Melda menarik ponselnya sambil bersungut-sungut.

"Nge-fans, tuh, sama yang pasti-pasti aja."

"Jadi menurut lo Nolan itu nggak pasti? Nggak nyata?" sewot Melda.

"Bukannya gitu, tapi aneh aja." Kania kembali berusaha menemukan satu alasan kuat Mr. Black patut diidolakan. Oke, ia jago main gitar, suaranya bagus, dan ... ganteng. Untuk poin ketiga, naluri kewanitaan Kania tidak bisa menampiknya. Tapi di luar sana yang seperti itu banyak. Lantas, kenapa Mr. Black harus dielu-elukan sedemikian rupa?

"Lo yang aneh. Buktinya, lo satu-satunya cewek di sekolah ini yang bukan member Olife. Bu kantin aja join. Masa lo kalah, sih?"

"Bentar." Kania menginterupsi, merasa kurang paham sesuatu. "Olife?"

Melda yang tadinya sibuk kepoin akun Instagram Nolan, mendadak mematung, lantas melayangkan tatapan setengah jengkel dan tidak percaya. "Lo nggak tahu Olife?"

Kania menggeleng, masih dengan ekspresi butuh penjelasan.

"Omaigat!" Melda memijit pelipisnya. Ekspresinya lebih kacau dari orang yang habis kalah judi. "Nggak gabung aja udah tanda tanya besar, apalagi sampai nggak tahu sama sekali!" Melda setengah memekik. Kemudian ia menghela napas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya. "Please, Kan, ini parah banget!"

"Emang Olife apaan?"

"Olan's Wife."

"Ha?" Kania melongo.

Olan, nama panggilan kedua Nolan yang kita singgung di awal asalnya dari sini, klub penggemar garis kerasnya. Menurut mereka, sang idola semakin cute dengan panggilan itu.

"Olife sebutan untuk fans Nolan stadium empat. Kami punya blog, Instagram, Facebook, Twitter, grup chat Line dan WA, jadi rasanya sangat mustahil jika masih ada sebutir manusia di sekolah ini yang nggak tahu."

Kania malah terbahak-bahak.

"Kok, lo malah ketawa, sih?" Melda menoyor pundak Kania, yang sekarang malah sampai terbatuk-batuk.

"Fix, Olife itu nggak penting banget!" tekan Kania setelah susah payah meredam tawanya.

Tangan Melda terangkat untuk menjitak kepala cewek berdagu lancip yang saat ini sangat menyebalkan di matanya, tapi Kania berhasil menghindar.

"Pantesan gue nggak tahu. Otak gue, kan, udah disetel blokir otomatis hal-hal nggak penting." Kania kembali tertawa.

Melda semakin gemas. Tangannya gatal pengin mengacak-acak rambut Kania. Tapi sebelum itu benar-benar terjadi, bel masuk berdering mengakhiri perseteruan itu untuk sesaat. Ya, sesaat. Sebagai Olife garis keras, Melda tentu tidak terima idolanya disepelekan. Begitu ketemu waktu yang pas, ia akan meluruskan masalah ini.

***

Dengan gerakan cepat Kania melipat asal taplak meja berukuran besar kemudian mendekapnya. Benda itu harusnya ia kembalikan ke ruang penyimpanan sebelum liburan. Tapi karena rapat rencana pembentukan pengurus inti baru untuk klub lukis hari itu berlangsung sampai magrib, Kania jadi lupa.

Setiap awal semester, biasanya Pak Mus akan melakukan pengecekan sarana dan prasarana sekolah, sekalian mendata barang-barang yang sudah tidak layak pakai untuk dibuatkan form pengajuan penggantian. Sebagai pribadi yang detail, Pak Mus akan gelisah jika ada yang kurang, sekali pun itu hanya selembar taplak meja. Lelaki paruh baya yang sudah menjadi penjaga Galaxy selama belasan tahun itu tentu sesekali kewalahan mengurusi segala sesuatunya sendirian. Belum lagi sebagian guru tidak tahu diri suka menyuruh ini-itu, yang sebenarnya di luar job description seorang penjaga sekolah. Karena itu, Kania tidak ingin menambah bebannya. Beruntung, guru mata pelajaran pertama mengizinkannya keluar sebentar untuk mengembalikan taplak meja itu.

Setelah memastikan pintu ruang klub lukis terkunci dengan baik, Kania bergegas ke ruang penyimpanan. Jam pelajaran sedang berlangsung, koridor tampak sepi. Hanya ada keriuhan di lapangan. Rupanya beberapa kelas membuka semester ganjil ini dengan pelajaran olahraga. Langsung beraktivitas lagi di luar ruangan setelah upacara bendera tentu tidak menyenangkan.

Ruang penyimpanan yang dituju Kania sudah terlihat di ujung koridor. Tak ingin berlama-lama, cewek bertubuh mungil itu berlari-lari kecil. Tapi di pertigaan, tiba-tiba ia tabrakan dengan seorang cowok. Ia nyaris terjengkang, kalau saja cowok itu tidak sigap menarik tangannya. Tapi aksi penyelamatan itu pada akhirnya tetap saja membuat Kania terjatuh. Parahnya, posisi jatuhnya sangat tidak terkontrol, tengkurap di atas tubuh cowok jangkung itu. Tersadar, Kania buru-buru bangkit sebelum ada yang melihat.

"Lo gimana, sih, tahu-tahu belok tanpa aba-aba," sungut Kania. Ia masih merapikan rambut dan pakaiannya saat menyadari ada yang aneh. Bukannya langsung bangkit, cowok itu malah tidak bergerak sama sekali.

"Oi, bangun!" Kania menatap heran cowok yang masih telentang dengan wajah tertutupi kain taplak. "Jangan bercanda, deh. Gue buru-buru, nih." Kania menarik kasar kain taplaknya untuk melihat wajah cowok itu.

Deg!

Kania tersentak bukan main. Cowok yang baru saja tabrakan dengannya adalah Mr. Black. Tapi kenapa ia malah tidak bangun?

Masa tabrakan gitu aja langsung mati? Nggak mungkin, kan?

***

[Bersambung]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top