1 - Cowok Berkacamata Hitam
Seiring perkembangan zaman, definisi keren bagi kebanyakan orang memang semakin paten terhadap mereka yang beruntung terlahir dengan wajah rupawan serta bentuk tubuh yang proporsional.
---
Cowok berkacamata hitam itu baru saja turun dari mobilnya. Meski tahu bel masuk sebentar lagi, ia malah dengan santainya bersandar di badan sedan hitam mengilap itu. "Kenapa tahun ajaran baru tiba begitu cepat, sih?" lirihnya hampir tak terdengar, disusul helaan napas panjang tak bergairah.
Setelah dua menit menimbang untuk masuk atau bolos saja, dengan berat hati akhirnya cowok jangkung berwajah tirus itu meninggalkan area parkir untuk bergabung dengan arus siswa-siswi SMA Galaxy lainnya, yang terbirit-birit demi segera tiba di kelas. Ketahuan, mereka itu kaum malas mengerjakan PR, terbiasa menyalin punya teman sebelum pelajaran dimulai, tapi malas bangun pagi. Sungguh komponen yang sempurna untuk jadi cikal bakal sampah masyarakat.
Tapi cowok berkacamata hitam tadi tidak seperti itu. Otaknya tidak pernah bermasalah dengan jenis pelajaran apa pun. Hanya saja ia keseringan terjangkit virus mager akut. Namanya Pranolan Aditya, biasa dipanggil Nolan, atau Olan. Khusus nama panggilan kedua, kita tidak akan membahasnya sekarang. Nanti kamu akan tahu dengan sendirinya.
Jika matahari adalah pusat tata surya, maka Nolan adalah pusat SMA Galaxy. Seluruh perhatian seolah terpusat padanya. Lihat saja, cewek-cewek yang tadinya terbirit-birit, tiba-tiba memelankan ayunan kaki, berjalan anggun ala-ala Putri Indonesia sambil memperbaiki tatanan rambut mereka begitu menyadari kehadiran sang bintang sekolah di tengah mereka. Padahal Nolan bukan anak klub olimpiade dengan IQ sekelas Albert Einstein yang bisa dijadikan taring untuk ditunjukkan ke sekolah-sekolah lain. Bukan pula anak klub olahraga yang sering mengharumkan nama baik sekolah di berbagai turnamen. Sepintas, ia memang bukan siapa-siapa. Tapi tunggu dulu, channel YouTube-nya punya tiga juta subscriber, dan followers Instagramnya hampir dua juta. Seiring perkembangan zaman, definisi keren bagi kebanyakan orang memang semakin paten terhadap mereka yang beruntung terlahir dengan wajah rupawan serta bentuk tubuh yang proporsional. Tipe orang seperti ini sangat mudah meraih popularitas di dunia maya, yang mulai dianggap sama pentingnya dengan dunia nyata. Terlebih jika dimbangi dengan bakat tertentu.
Tapi untuk kasus Nolan, ia tidak pernah bermaksud meraih popularitas di dunia maya. Kebetulan ia jago main gitar dan suka cover lagu. Ia hanya menggunakan sosial media sebagai ruang berekspresi seperti halnya remaja kebanyakan. Tahu-tahu orang-orang suka postingannya dan makin ke sini sering mendatangkan hal-hal mencengangkan. Setahun belakangan, Nolan mulai serius memanfaatkan euforia itu, termasuk memaksimalkan tawaran endorse yang berdatangan.
Getaran ponsel di saku celana yang lumayan mengganggu sedari tadi akhirnya menghentikan langkah Nolan. Ia mengeluarkan benda pipih berwarna hitam itu untuk mengecek sebentar. Cowok beralis tebal itu lantas memutar bola mata malas mendapati jejalan notifikasi dari berbagai sosial media. Isinya sama, ucapan selamat ulang tahun yang bahkan sudah lewat seminggu. Masih ada saja yang memberinya ucapan selamat. Mereka memang lupa, baru sempat, atau apa, sih? Nolan berdecak sambil menggeleng tidak habis pikir. Tapi sedetik kemudian cowok penggila warna hitam garis keras itu tersadar, tanpa mereka yang sebenarnya lumayan mengganggu itu, ia bukan siapa-siapa. Maksudnya, ia bisa menghasilkan uang sendiri berkat kegilaan mereka. Tapi yang Nolan garis bawahi di sini bukan nominal rupiahnya, hanya saja dengan begitu ia bisa meminimalisir interaksinya dengan Papa. Ya, ia bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa campur tangan Papa.
Sebelum pikiran tentang Papa kian mengacaukan mood-nya, Nolan lekas membuka Instagram dan masuk ke menu story. Ia mengangkat ponselnya dua jengkal di depan wajah untuk mengambil video singkat. Menyapa penggemar sepagi ini tidak ada salahnya, kan? Siapa tahu setelahnya mood-nya membaik.
***
Nolan tiba di depan kelas XII IPA 3 tepat saat suara Bastian Steel melantunkan refrain Aku Rindu yang didengarkannya melalui earphone. Rencananya lagu itu yang akan ia cover selanjutnya. Ia sedang berusaha menjiwai liriknya saat tiba-tiba dua orang melompat ke arahnya dan memeluknya secara brutal. Nolan hampir saja terjatuh kalau ia tidak sigap menjaga keseimbangan.
"Oi, lepasin!" Nolan meronta untuk membebaskan diri.
Pergulatan sempat terjadi beberapa detik, sebelum kedua orang itu mau menyudahinya. Mereka Arlan dan Tama, teman sekelas sekaligus sohib karib Nolan sejak memulai masa putih abu-abu di sekolah itu. Selain merasa nyambung dari awal, sama-sama suka musik adalah pondasi persahabatan mereka.
Nolan melepas earphone-nya, digulung, kemudian dijejalkan ke saku celana bersama ponsel. Ia membenarkan posisi kacamatanya, juga tali ransel yang merosot.
"Kangen banget, tahu." Arlan ingin melompat memeluk Nolan sekali lagi, tapi urung karena sang target langsung mengangkat tinju di depan wajahnya. Kedua tangan Arlan yang tadinya sudah terentang, beralih mengelus dada sambil menelan ludah pura-pura ciut.
"Cie ... yang baru pulang dari Korea, sama sahabat sendiri masih aja pasang wajah galak." Tama menyolek dagu Nolan. Tangan itu mungkin akan dipelintir kalau Nolan berhasil menjangkaunya, tapi Tama sigap menariknya kembali.
"Jadi, Korea gimana?" tanya Tama saat mereka sama-sama melangkah masuk ke kelas.
Nolan menghela napas malas. "Biasa aja."
Tama berdecak. "Udah gue duga."
"Lo ke Korea beneran liburan, kan? Bukan ikut wajib militer, kan?" Arlan menengahi. Seperti biasa, ekspresi cowok berbadan subur itu selalu berlebihan. "Lo sama sekali nggak ada aura-aura habis liburan soalnya."
Nolan meletakkan ranselnya di meja, kemudian mengempaskan diri di kursinya, sama sekali tidak berminat merespons. Bukan cuma kedua sahabatnya ini, di dunia maya pun para fans-nya sibuk membahas soal liburannya ke Korea. Seolah hal itu teramat penting untuk diperbincangkan. Padahal Nolan tidak pernah membagikan kegiatannya selama di sana. Warganet tahu dari insta story Arlan dan Tama. Ya, kedua makhluk itu memang kelebihan vitamin E (ember).
Nolan tidak ingin menyebutnya liburan. Karena setahunya liburan itu untuk bersenang-senang, tapi kemarin ia malah muak. Liburan ke luar negeri bareng keluarga pasti jadi dambaan semua orang, tapi Nolan tidak. Lebih tepatnya tidak lagi. Kalau boleh memilih, Nolan lebih suka berdiam di kamar, main gitar sampai subuh, atau live untuk menyapa fans-nya.
"Eh, lihat, deh, vlog abang lo pas ultah lo kemarin udah nembus sejuta view." Arlan yang duduk di depan Nolan berbalik, dengan antusias menghadapkan layar ponselnya ke wajah sahabatnya itu.
Mendengar hal itu, Tama yang duduk di belakang Nolan sengaja memajukan kursinya agar sejajar.
Karena terlalu dekat, Nolan refleks menjatuhkan pandangannya sekilas ke tampilan video yang sedang terputar, tepat di bagian ia sedang tiup lilin. Sebuah pesta ulang tahun kecil-kecilan bareng keluarga di Aewol Monsant—Café milik G-Dragon, personel Big Bang—memang berpotensi bikin iri remaja-remaja di luar sana, tapi Nolan malah merasa hambar.
[Aewol Monsant]
"Gue sama Liam cuma beda tiga bulan." Nolan menyingkirkan ponsel Arlan dari depan wajahnya. Mulut Arlan terbuka, tapi tidak jadi berucap karena keduluan Nolan. "Dan dia bukan abang gue!"
"Oke, dia cuma anak mama lo."
"Mamanya bukan mama gue!" Nolan buru-buru menimpali. Suaranya meninggi.
"Fine. Dia cuma alien yang numpang di rumah lo. Puas?!"
Nolan membenturkan punggungnya di sandaran kursi. Tarikan napas kesal secara cepat membuat dadanya membusung sesaat. Nolan tahu, ia tidak boleh terus-terusan seperti ini. Ia sudah berusaha mengontrol diri. Tapi sesuatu selalu saja menyulut emosinya setiap kali orang-orang menyinggung soal hubungannya dengan Liam, saudara tirinya.
"Lo subscribe channel-nya Liam?" Nolan mendelik ke arah Arlan.
"Takut kalah populer, ya?" Lagi, ekspresi Arlan sempurna untuk membuat Nolan dongkol.
Tama mengambil alih ponsel Arlan, mengamati video yang sedang terputar. "Sumpah, lo keterlaluan banget, Nol. Masa ultahnya dirayain sama keluarga tapi tampangnya kecut begini." Di video itu Nolan memang tampak ogah-ogahan.
Nolan menjewer kuping Tama. "Ini peringatan terakhir, ya, jangan menggal nama gue tiga huruf pertama!"
"Iya, Olan imuuuttt," seloroh Tama sambil menggosok daun telinganya yang baru saja dibebaskan Nolan.
Olan? Nolan juga tidak suka panggilan itu, menggelikan. Tapi masih mending daripada Nol.
Obrolan yang berpotensi melebar ke mana-mana itu diinterupsi oleh suara bel masuk.
"Oh ya, lo bawa oleh-oleh, kan?" tanya Tama sebelum ia beserta kursinya kembali ke posisi semestinya.
Nolan mengangguk. "Ada di mobil."
Arlan dan Tama kompak menadahkan tangan. "Alhamdulillah," ucap mereka bersamaan kemudian menyapukan telapak tangan ke wajah masing-masing.
"Dasar. Kalian emang cuma pura-pura kangen, kan? Aslinya ngincer oleh-oleh doang."
"Siapa bilang? Kita beneran kangen, kok." Tama memanyunkan bibir, pura-pura ingin mencium, tapi Nolan menangkisnya dengan sikut.
***
Nolan masuk ke kelas sambil mengipas wajahnya dengan topi. Setiap selesai upacara bendera kegantengannya seolah berkurang 0,25%. Matahari juga peka banget, selalu saja membara tiap Senin pagi. Ia baru saja duduk ketika melihat Arlan dan Tama malah ingin keluar lagi. "Eh, pada mau ke mana?" sergahnya.
"Ganti bajulah." Arlan menunjukkan seragam olahraga di tangannya.
Nolan langsung tepuk jidat.
"Kenapa lagi?" Tama menaggapi. "Lo lupa bawa seragam?"
"Mana gue tahu hari ini ada pelajaran olahraga." Nolan menjawab santai sambil bertopang dagu.
"Astaga!" Arlan berdecak sambil berkacak pinggang. "Lo belum akses jadwal pelajaran terbaru di website sekolah kita?"
Nolan menggeleng tak berdosa. "Lagian harus banget, ya, hari pertama tahun ajaran baru langsung aktif?"
"Lo lupa sedang berada di mana?" Tama bertelekan di sisi meja Nolan, tatapannya sok menghakimi. "Ini Galaxy, Bro, sekolah menengah atas bertaraf international terbaik se-Jakarta. Atau mungkin se-Jawa, bahkan se-Indonesia. Setelah ngasih libur akhir semester selama dua pekan, lo pikir bakal dibiarin leha-leha lagi gitu?"
Nolan mendorong kening Tama dengan ujung telunjuk, yang tadinya kian condong ke arahnya. "Lebay!"
"Udah deh, mending sekarang lo ke koperasi beli seragam," saran Arlan. "Kalau nggak, lo bakal jadi bulan-bulanan Pak Wira sepanjang semester."
"Kami tunggu di lapangan, ya," kata Tama kemudian merangkul leher Arlan dan menggiringnya keluar kelas.
Nolan langsung bangkit dari kursinya. Tentu saja ia tidak ingin jadi bulan-bulanan Pak Wira. Dikit-dikit kena hukuman lari lima putaran tentu tidak menyenangkan.
Karena jam pelajaran sudah dimulai, koridor tampak sepi. Nolan mengambil langkah panjang-panjang menuju ruang koperasi yang bersebelahan dengan ruang OSIS. Ia harus mendapatkan seragam baru dan tiba di lapangan secepatnya, sebelum tanduk Pak Wira telanjur mencuat.
Tapi saat hendak belok di pertigaan koridor, tiba-tiba saja Nolan tabrakan dengan cewek yang berlari dari arah berlawanan. Melihat cewek itu nyaris terjungkal, Nolan sigap menarik tangannya. Dengan mudah tubuh cewek itu tertarik hingga menubruk tubuh Nolan. Akibatnya, Nolan kehilangan keseimbangan dan jatuh ke belakang. Cewek itu menjerit panik sebelum akhirnya mendarat dengan posisi menindih tubuh Nolan.
Punggung Nolan membentur lantai koridor cukup keras. Ia ingin melihat cewek yang kini masih menindih tubuhnya, tapi sesuatu menghalangi pandangannya. Saat itulah Nolan sadar, kacamatanya terlepas dan wajahnya tertutupi kain yang dibawa cewek itu. Tiba-tiba Nolan kesulitan bernapas, tubuhnya kejang-kejang. Kemudian semuanya berubah gelap. Ia pingsan.
***
[Bersambung]
Assalamualaikum ....
Gimana bab satunya?
Semoga suka dan betah ngikutin sampai akhir, ya.
Makasih.
Salam santun 😊🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top