Bagian 5 ~ Hampir Salah Paham ~
Seperti biasa, Raya sibuk dengan pekerjaannya di dalam ruangan yang mendominasi warna cokelat kayu tersebut. Membuat laporan akhir bulan untuk merekap gaji para karyawan. Sesekali ia bersandar pada kursi dan meregangkan otot-otot pada tubuh. Embusan napas lelah pun tak luput keluar dari mulutnya.
“Ah, akhirnya selesai juga.”
Tiba-tiba ketukan pintu terdengar, seorang gadis yang bekerja sebagai kasir berdiri di depan pintu. Dengan sopan ia menyapa Raya.
“Permisi, Bu Raya. Ada yang mencari di depan,” ucap gadis tersebut.
“Siapa?”
Raya tampak bingung, karena seingatnya hari ini tidak ada janji dengan siapa pun.
“Saya kurang tahu, Bu. Mungkin salah satu pelanggan kita.”
Raya hanya bisa mengembuskan napas lembut. Ia pun mempersilakan gadis itu kembali bekerja. Raya sempat berpikir jika yang ingin menemuinya sekarang adalah pelanggan, Raya berharap ia mendapat kabar bagus.
Ketika keluar dari ruangan dan menuju area meja pelanggan, Raya refleks menautkan kedua alisnya. Terlihat sosok pria yang sangat ia kenali, meski tampak dari belakang. Bahu yang begitu kokoh dan potongan rambut yang begitu rapi, serta jaket hitam yang pria itu kenakan.
“Faren!”
Raya begitu semangat dan tersenyum lebar saat pria itu menoleh. Segera ia berlari kecil mendatangi Faren yang tengah duduk di salah satu kursi pelanggan. Sikapnya itu membuat semua karyawan restoran terkejut. Pasalnya, baru kali ini mereka melihat tingkah Raya sebagai manajer tegas, berlari menggemaskan ke arah seorang pria. Belum lagi ekspresi wajah Raya yang terlihat bahagia dan ceria.
“Kok kamu ke sini gak bilang-bilang?” Raya langsung menodong pertanyaan tersebut.
“Gak apa, dong. Biar kejutan.”
Keduanya tertawa bersama, kedekatan mereka menjadi pusat perhatian para karyawan di restoran itu, terutama di kalangan kasir dan pramusaji. Raya tak peduli dengan tatapan penasaran para karyawannya. Ia cukup senang dengan kehadiran Faren sekarang. Bahkan ia tak sungkan membuatkan Faren minuman dan membawakannya secara langsung.
Sikap Raya yang seperti itu membuat mereka semua berpikir, ternyata ada yang lebih dekat dengan Raya selain Aditya. Bahkan, Raya dan Faren terlihat seperti sepasang kekasih yang saling mencintai. Banyak juga yang berkomentar kalau keduanya sangat serasi. Bahkan ada juga yang mengagumi wajah tampan Faren. Bisik-bisik di kalangan karyawan pun tak henti-hentinya.
“Sepertinya mereka semua penasaran sama aku,” ucap Faren yang menyadari tatapan karyawan di sana.
“Gak usah ke-pe-de-an!” sergah Raya.
Faren hanya tertawa kecil. “Pasti mereka mengira aku pacarmu, atau bahkan calon suamimu, Ray.”
Raya berdecap kesal. Entah kenapa kata-kata Faren membuat jantungnya berdebar. Rasa senang dan kesal seakan menjadi satu.
“Ya gakpapa, sih, kalau mereka mikirnya gitu,” ucap Faren lagi.
“Dih, yang kemarin bilang pacaran sama aku ribet, padahal!”
“Tapi sebenernya kamu seneng, kan?”
“Enggak, ya!”
“Ah, masa, sih?”
Faren paling suka menggoda Raya, karena wajah kesal wanita itu sangat menggemaskan. Sudah lama ia tak melihat secara langsung, rasanya memang belum puas membuat wajah Raya kesal dan cemberut.
Setelah asyik mengobrol dengan Faren, Raya pamit untuk melanjutkan pekerjaannya. Sedangkan Faren memutuskan untuk tetap menunggu Raya sampai selesai, sembari menikmati makanan dan minuman di restoran tersebut sambil memainkan laptop yang ia bawa.
Tak henti-hentinya Faren mendapatkan tatapan kagum dari setiap orang yang menatapnya, bahkan tak sungkan melemparkan senyuman akrab. Bukan merasa risi, Faren justru membalas dengan sopan dan senyum manis juga. Bagaimana hal itu tak membuat orang sekitar makin terpesona, termasuk para karyawan wanita yang bekerja di sana.
Sampai akhirnya jam pulang kerja Raya tiba. Faren benar-benar masih menunggunya.
“Bangga jadi pusat perhatian karyawan gadis di sini?” ucap Raya tiba-tiba.
“Bangga, dong! Kan aku memang ganteng,” jawab Faren sambil memainkan alisnya turun naik.
Membuat Raya meringis melihat kepercayaan diri sahabatnya itu. Meski tak dipungkiri, Faren memanglah tampan rupawan tiada lawan. Bahkan tanpa orang lain pun tahu, hati Raya saat ini sudah tersesat dalam perasaannya terhadap Faren.
Saat keduanya ingin pulang meninggalkan restoran, mereka berpapasan dengan Aditya yang juga akan pulang.
“Pulang bareng, Ray?” tawar Aditya.
“Ah, maaf, Dit. Hari ini aku pulang sama Faren,” jawab Raya tersenyum tipis.
Aditya pun mengalihkan pandangannya pada sosok pria yang berdiri di samping Raya. Raya yang menyadari tatapan keduanya bertemu tanpa suara, ia pun memperkenalkan keduanya.
Saat keduanya berjabat tangan, Faren merasa genggaman pria itu sedikit erat, dan tatapannya terlihat sedikit tajam seperti elang yang akan menyambar mangsanya. Tak mau kalah, ia pun menatap Aditya dengan tajam, bahkan membalas jabat tangan mereka dengan erat.
Raya yang menyadari hal itu dari Faren segera mencairkan suasana. Tak biasanya Faren terlihat seperti itu.
“Kalau gitu kita duluan, ya, Dit,” sanggah Raya tersenyum dan perlahan memisahkan jabatan tangan kedua pria tersebut. Bergegas membawa Faren pergi dari Aditya.
Aditya seakan menjaga ekspresinya di hadapan Raya dengan memberikan senyuman manis, tetapi senyuman itu berubah sinis ketika ia kembali menatap Faren. Faren pun tak mau kalah lagi, ia membalas sinis pula pada Aditya. Keduanya tampak seperti kucing dan tikus, padahal baru saja bertemu.
Ketika sudah menjauh dari area restoran, di tengah jalan Faren membuka percakapan. “Kayaknya laki-laki tadi suka sama kamu, deh, Ray.”
“Hah? Apa?” tanya Raya yang kurang jelas mendengar, terlebih mereka sedang mengendarai motor milik Faren.
“Dia suka sama kamu!” teriak Faren.
“Hah? Apa? Siapa yang suka?”
“Dia suka sama kamu! Aditya kayaknya suka sama kamu, Raya!”
“Ih, apa, sih! Suka apanya? Kamu suka sama aku?”
Jawaban Raya semakin tak menyambung, membuat Faren lantas ingin mengerjai wanita itu.
“Iya, Raya! Aku suka sama kamu!”
Bagai petir di siang bolong, teriakan Faren membuat jantungnya seakan ingin melompat. Belum lagi wajahnya yang tiba-tiba terasa panas. Berpikir apakah pendengarannya tidak salah. Terlebih kalimat itu diucapkan di tengah ramainya jalanan kota serta laju motor yang mereka kendarai, membuat angin begitu kencang menerpa.
“Coba bilang lagi, Ren?” Raya meminta kepastian.
“Enggak ada siaran ulang!”
Sialan, batin Raya kesal. Karena ia hanya seperti mendengar sekilas dan tak mendapat kepastian kembali, Raya pun mencoba menenangkan isi kepalanya. Tak habis pikir, di saat-saat seperti ini Faren bertingkah demikian. Tak tahukan pria itu, jika jantung Raya dibuatnya sudah menari-nari lalu seperti di empaskan jatuh ke jurang.
Sedangkan Faren tertawa puas dalam hati. Meski tak dipungkiri ucapannya sendiri juga membuat pria itu gelisah tak karuan. Hatinya seperti disentil sesuatu yang lembut, tetapi bisa membuatnya bergejolak tak karuan.
•••
“Hati memang tak pernah bisa berbohong. Jika dia merasakan sebuah kehangatan, pasti akan berdebar indah dan mengalun lembut.” – Faren Rajendra.
•••
Thank for reading!
(Story by: Riqha Mey)
Balikpapan, 8 April 2023
(Follow my IG: @_riqhamey02)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top