Sebelas

" Kau akan menikah dengan Rin bulan depan?!!" pekik Larry.

" Hay, kau seperti perempuan yang sedang memenangkan diskon."

" Ups. Sorry, I'm just excited." Larry meringis lebar.

Sein memutar bola matanya. Ia kembali menekuni laptopnya.

" Ini sebuah kabar bagus, Sein. Aku perlu memberitahu Meiva." ucap Larry sambil menyesap machiato-nya.

" Tak perlu." sahut Sein dingin.

" Kenapa?"

" Aku berniat memulai hidup baruku dengan bersih tanpa ada nama Meiva, mengerti?"

" Hm, kelihatannya Rin membuatmu berubah."

" Ya, sedikit possesif."

Larry tertawa mendengar kejujuran Sein.

" Kapan waktunya?"

" Pertengahan bulan depan."

" Woaa... Sebulan lagi?"

Sein mengangguk," bahkan Paris sudah ribet mempersiapkan semuanya. Ia terlalu gembira adik kesayangannya akan menikah. Apalagi dengan Rin. Paris sangat menyukai gadis itu sejak pertama ku kenalkan."

" Woa, Rin membuat seorang wanita yang masa bodoh menjadi ribet ingin ini itu. Dan Rin juga membuat Sein, pria sok sibuk menjadi rajin meluangkan waktunya tanpa melupakan pekerjaannya."

" Hm, Amara juga membuat pria playboy sepertimu menjadi insyap dan ingin selalu dekat dengannya. Dan kuharap kau bukan hanya sekerdar snogging dan making out dengannya."

" Hey, dia gadis baik-baik. Aku sudah tidak lagi ikut 1nightStand. Aku berusaha mati-matian menahan hasratku."

Sein tertawa keras. Ia menutup Laptopnya lalu menyandarkan punggungnya di bantalan kursi, menikmati malam di balkon apartemennya.

" Kenapa kau tidak menikah saja?"

" Aku akan menikah. Tentu saja. Tapi nanti menunggu kakak Amara menikah."

" Hm, sabarlah, Nak."

" Sialan kau, Sein!"

Sein kembali tertawa.

***

Rin menatap catalog tebal berisi berbagai macam desain gaun pengantin. Sementara Paris sibuk berkeliling butik langganannya itu.

" Aku hanya ingin kau buatkan desain gaun pengantin yang terbaik untuk calon adik iparku, Laras."

" Baiklah, Paris. Yang mana orangnya. Aku bisa melihatnya? Nanti akan kubuatkan yang pas dengannya." ujar Laras, pemilik butik itu.

Paris mencari-cari sosok Rin. Tak lama ia melebarkan senyumnya lalu melangkah menghampiri Rin yang tengah duduk santai di sofa.

" Rin, kenalkan ini pemilik butik langgananku dan ia yang akan merancang gaun pengantinmu."

Rin menegakkan wajahnya lalu berdiri menyalami perempuan empat puluhan itu.

" Menarik sekali. Kurasa aku akan dengan mudah menemukan desain yang pas untuknya." ujar wanita itu.

" Ya. Aku sangat menyukainya. Kurasa Sein beruntung memilikinya." sahut Paris dengan terang-terangan membuat Rin sedikit malu.

Tak lama, Rin dan Paris keluar dari butik itu. Ia tak mengerti kenapa ia begitu cepat akrab dengan Paris. Libur akhir pekan ini Rin benar-benar melupakan kameranya. Ia sibuk bersenang-senang dengan Paris. Kebetulan Paris belum memiliki momongan dari pernikahannya tiga tahun lalu.

" Saat aku menikah, tepat saat Sein ditinggal pergi Meiva. Dan kuharap, saat Sein menikah, Tuhan menitipkan anugrah padaku." ujar Paris tanpa berhenti tersenyum di dalam mobil.

" Amin." Rin tersenyum tulus.

Sein bukan saja membuat Rin jatuh cinta padanya, tapi juga mulai menyayangi Paris yang sangat welcome pada Rin.

" Kau tau? Sein hampir tak pernah di rumah sebelumnya. Ia menyibukkan diri dengan bekerja untuk melupakan Meiva. Sekarang? Ia rela membawa pulang pekerjaannya jika belum selesai. You like an angel."

" Hey, kau berlebihan, Kak." Rin terkekeh.

" Aku bersumpah."

Paris mengangkat jari kelingkingnya, matanya mengerling jenaka.

" Ya ya ya. Kau sama seperti Sein. Membuatku lumer tanpa sisa."

Paris tertawa keras. Rin pun demikian.

Sein, kau benar. Gadis konyolmu menggemaskan. Aku sangat menyayanginya. Tak akan kubiarkan siapapun mengambilnya darimu. Bahagiamu, bahagiaku, adikku,,batin Paris.

" Mau kah kau menginap di apartemen Sein?"

" Hey, aku.."

" With me, okay? Suamiku sedang ada kunjungan di luar kota selama sepekan. Kuharap kau menemaniku. Kita akan bersenang-senang semalam suntuk. Besok hari minggu. Tentunya kau libur bekerja, bukan?" rayu Paris dengan kerlingan matanya.

" Oh, no! Aku selalu tak bisa menolakmu, Kak."

" Memang seharusnya begitu."

Paris membelokkan mobilnya ke sebuah supermarket.

" Kita akan berpesta kecil-kecilan malam ini. Kau mau kita memasak apa?"

" Kau suka pasta? Steak?"

" Hm, semuanya. Baiklah kita akan membuat steak barbeque malam ini." jawab Paris.

" Hm, kau membutuhkan beberapa potong daging, mix vegetable dan sauce barbeque."

" Kita pakai frenchfreis saja. Pembuatan muskpotato memakan waktu lama."

" Baiklah, Kak. Aku akan mengambil beberapa botol pepsi."

" Rin, apa kau akan mengundang Amara agar pesta kita lebih ramai?" tanya Paris sambil memasukkan barang-barang ke dalam trolly.

" Ide yang bagus, Kak. Kurasa dia sedang bersama Larry."

" Biar aku telpon Larry."

Rin mulai berkeliling supermarket, membiarkan Paris menelpon Larry. Sesaat Rin tersentak saat seorang pria berdiri di hadapannya. Tatapannya tajam namun menyisakan kerinduan. Ia benci tatapan itu.

" Kau di sini?" tanya pria itu tercekat.

Rin hanya mengangguk mencoba menguasai dirinya.

" Dengan siapa?"

" Paris."

" Teman barumu?"

" Hm, kurasa bukan urusanmu mengintrogasi-ku."

" Rin, come back to me."

Rin menggeleng. Ia segera membalikkan badannya meninggalkan pria itu.

Aku memang masih sangat mencintaimu, Araz. Tapi sikapmu membuatku menutup rapat-rapat semua celah untukmu, batin Rin sendu.

" Kau sudah menemukannya?" tanya Paris sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas.

" Ya. Aku mendapatkannya. Empat botol kurasa cukup."

" Ku rasa demikian."

Paris mendorong trolly belanjaannya menuju ke kasir. Sekilas Rin menatap Araz yang masih berdiri terpaku menatap kepergiannya dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. Ia juga sempat melihat suster Laire menghampiri Araz. Laire ikut ke jakarta?! batin Rin bertanya-tanya.

***

Pukul 22.30. Rin dan Paris keluar dari lift menuju ke kamar Sein dengan setumpuk kantong belanjaan.

" Sein!!!" Teriak Paris menekan bel di dekat pintu.

Krek. Sein terbelalak dengan dua sosok wanita yang tersenyum lebar masing-masing tangan penuh dengan kantong belanjaan.

" Kita akan pesta malam ini." ujar Paris melenggang masuk diikuti oleh Rin tanpa mempedulikan Sein yang menatap keduanya tak mengerti.

" Larry mana?"

" Pulang dari tadi. Ada janji sama Amara."

" Hm, sebentar lagi datang." gumam Paris.

Rin meletakkan beberapa barang di kulkas. Sementara Paris melenggang ke dapur. Sein menghampiri Rin, melingkarkan tangan kokohnya di pinggang Rin yang tengah sibuk memasukkan barang-barang ke kulkas.

" Kau darimana saja?" bisik Sein sambil membenamkan wajahnya di tengkuk Rin.

" Menemani Paris ke butik langganannya lalu ke supermarket. Paris mengajak pesta barbeque malam ini."

" Apa itu artinya kau akan menginap malam ini?"

" Hm, Paris memintaku."

" Akan ku pastikan aku akan tetap terjaga malam ini. Aku tak ingin melewatkanmu sedetikpun."

Rin mendengus. Ia memutar bola matanya. Sein hanya terkekeh lalu mengecup lembut tengkuk Rin.

" Sein, aku kembali!!" seru Larry sambil membuka pintu.

Sein hanya menoleh tanpa melepas lingkaran tangannya dari pinggang Rin. Larry datang bersama Amara yang bergelayut manja di lengannya.

" Hay, para pria, kelihatannya kau harus merelakan gadismu sebentar untuk membantuku di dapur." seru Paris dari dapur.

" Bye, Sein." goda Rin sambil melepaskan diri dari Sein.

Sein hanya menggeram melepas Rin yang mengerling menggodanya.

" Come on!!" Rin menarik paksa Amara dari tubuh Larry.

Rin mengangsurkan satu celemek untuk Amara. Paris tengah sibuk mengeluarkan beberapa bahan.

" Apa yang bisa kubantu?" tanya Amara.

" Hem, kau cukup menggoreng frenchfries. Kau harus menggoreng dalam jumlah banyak. Ini buat cemilan kita juga nanti. Aku akan memanaskan sauce-nya." jelas Paris.

Rin sendiri telah sibuk membolak-balikan daging steak di atas panggangan.

" Apa kita perlu memesan pizza?" tanya Amara.

" Ah, ya! Kurasa ide bagus. Ia akan menghabiskan malam ini untuk makan." sahut Paris.

" Kurasa kau perlu menambahkan tortila. Keripik jagung.."

" Ide bagus, Rin! Rasanya aku menemukan sebuah keluarga baru." potong Paris.

Paris kemudian berteriak pada Sein yang tengah bersantai bersama Larry sambilsesekali tertawa keras.

" Sein!! Bisakah kau pesan pizza sama tortila?"

" Yeah, Sist." sahut Sein.

Tepat pukul 00.00, Amara keluar dari dapur membawa dua piring steak. Begitu juga Paris. Rin masih sibuk membereskan dapur yang agak berantakan barusan saat Sein melangkah ke dapur.

" Aku lapar. Bisakah kau bereskan dapur nanti saja?"

" Ya, sebentar lagi tinggal cuci tangannya."

" Hm, aku bawa satu piring ini." ujar Sein sambil menghirup dalam-dalam aroma steak itu.

Sesaat kemudian apartemen Sein menjadi berantakan. Amara dan Larry sudah terlelap dalam satu pelukan di sofa. Padahal jam masih menunjukkan pukul 03.30. Paris sudah tergeletak di tengah ranjang Sein yang berukuran king size. Rin mulai terkantuk-kantuk mendengarkan Sein yang terus bercerita.

" Aku pernah mencintainya. Ia memintaku untuk berjanji jangan pernah meninggalkannya. Namun nyatanya ia pergi meninggalkanku. Kuharap kau tak pernah meninggalkanku." desah Sein mengecup pundak Rin yang bersandar di dadanya.

" Kau menginginkanku?"

" Sangat. Semuanya tentang kamu."

" Hm, biarkan aku tidur malam ini."

" Tidurlah. Aku akan tetap terjaga memelukmu."

" Kau pria possesif yang pernah kukenal." Rin tersenyum tipis menenggelamkan kepalanya di antara dada dan leher Sein.

Malam ini terasa nyaman untuk Rin lewatkan. Pelukan tangan kokoh Sein membuatnya merasa nyaman.

Aku tak pernah senyaman ini. Aku berharap akan ada malam-malam selanjutnya, batin Rin.

Sein mengecup lembut kening Rin. Ia tersenyum. Kau sangat cantik, Rin. Berjanjilah untuk tetap denganku dan melupakan masa lalumu. Karena aku pun telah membuang jauh bayang-bayang Meiva sejak pertama aku melihatmu, gumam Sein. Sein bergerak mengangkat tubuh Rin ke ranjang, menidurkannya namun masih dalam pelukannya.

" Rin cantik terlelap dalam pelukanmu." ujar Paris sambil menatap Rin yang terlelap dalam pelukan Sein di ranjang tempatnya terbangun.

" Aku sangat mencintainya, Paris."

" Aku tau. Sabarlah, sebentar lagi ia menjadi milikmu."

Sein tersenyum, jarinya membelai lembut wajah Rin.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: