8. Mitsaqan

From this moment, life has begun
From this moment, you are the one
Right beside you is where I belong
From this moment on
(Shania Twain - From This Moment)

***

Harinya tiba. Mengenakan kemeja putih bersih dengan dasi, vest, jas, dan pantalon serba abu-abu tua, Andro terlihat lebih dewasa. Rambut licin terikat rapi, cambang tipis-tipis menghias rahangnya yang tegas, menambah kesan gagah pemuda yang belum genap dua puluh tahun itu. Ketenangan terlihat jelas dalam raut mukanya, seolah berusaha menyimpan rapi segala ketegangan yang ia rasa.

Dimas dan Rea baru saja resmi menjadi suami istri. Lalu papanya mengambil mikrofon dan menyampaikan pada keluarga yang hadir untuk tidak terburu beranjak. Acara masih tersisa satu lagi sebelum menuju venue untuk resepsi.

Akad nikah Angkasa Andromeda dengan Salma.

Keluarga besar yang hadir di sana mendadak heboh. Walau demikian, semua menunjukkan rasa sukacita. Kalangan kaum hawa terutama, yang sudah lebih dulu mengetahui tentang Salma di acara lamaran Rea.

Papanya menyampaikan sedikit tentang kisah yang dilalui Andro dengan Salma hingga sampai pada keputusan untuk menikah secepatnya. Lega, bangga, dan bahagia tergores dalam senyum setiap mereka yang mendengarnya.

Andro memilih Wahyudi sebagai satu dari dua laki-laki dewasa yang bertindak menjadi saksi. Bukan tanpa alasan, sebab mereka, dia dan Salma, akan menghabiskan lebih banyak waktu di Semarang. Paling tidak sampai Andro menyelesaikan kuliahnya.

"Saudara Angkasa Andromeda sudah siap?" Petugas dari KUA bertanya. Andro mantap menganggukkan kepala. Melirik sekilas pada sang calon istri yang duduk di sebelah kirinya.

Di hadapan keduanya duduk petugas KUA yang juga akan menjadi wali hakim bagi Salma. Wahyudi dan salah satu adik dari mama Andro duduk di samping kanan kiri meja sebagai saksi.

Sebenarnya Salma ingin menunggu saja di kamar Andro bersama Bu Miska, tapi ia diminta berada di sana untuk membacakan permohonannya kepada petugas KUA yang akan menjadi wali hakimnya.

Gadis itu lebih banyak menunduk dan diam. Mengenakan gaun dan kerudung sutra putih tulang yang simpel, pada beberapa bagian terdapat taburan batu-batu perhiasan warna abu-abu yang senada dengan outfit Angkasa Andromeda. Selembar niqab menutup sebagian wajahnya. Andro yang meminta. Begitu melihat wajah Salma yang cantik menjadi makin cantik paska MUA --yang juga tante Andro-- mendandaninya, entah kenapa ia jadi tak rela Salma dipandangi oleh selain dirinya.

Salma membaca selembar kertas berisi permohonan kepada wali hakim untuk menjadi pengganti wali nikahnya. Sebab ia anak laqith. Tak diketahui nasabnya, tak bisa ditelusuri asal usulnya.

Suara Salma jelas bergetar. Ia membayangkan masa-masa ketika Bu Miska menemukannya di tempat sampah depan panti. Mungkin di dalam kardus dengan selimut lusuh, atau hanya dibungkus plastik seadanya. Bu Miska tak pernah mau menceritakan detailnya. Salma hanya mereka-reka seperti cerita-cerita yang pernah ia baca, atau sinetron-sinetron yang jarang ia lihat, juga berita-berita kriminal yang ia sendiri tak suka menyimaknya.

Andro menelan ludah, merasa serba salah. Ingin memberi sentuhan yang menguatkan gadis di sampingnya, tapi ijab qobul belum terucap. Ia belum punya hak untuk melakukan hal tersebut. Ia sendiri sibuk menghalau ketegangan yang melanda.

Petugas KUA menyodorkan beberapa lembaran untuk ditandatangani. Lalu melafalkan apa-apa seperti yang biasa dilakukan pada prosesi akad nikah pada umumnya. Ia mengambil tangan kanan Andro ketika sesi ijab qobul tiba.

"Saudara Angkasa Andromeda bin Antariksa Sisiutara, saya nikahkan Engkau dan saya kawinkan Engkau kepada Salma binti *Abdurrahman yang walinya diwakilkan kepada saya, dengan mas kawin seperangkat alat salat, perhiasan emas dua puluh gram, dan uang sepuluh juta rupiah dibayar tunai."

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Z---"

Ehk!

"M-maaf, Pak. Saya gugup. Bisa diulang?"

Sebisa mungkin Andro menjaga sikapnya untuk tetap tenang. Jangan tanya hatinya, ia sudah memaki dirinya habis-habisan. Tak tersisa sedikit saja keberanian untuk menoleh ke arah manapun, apalagi ke arah Salma. Ia merasa sangat berdosa.

Di belakang Andro, tangan papanya terkepal kuat. Kalau bukan menghormati prosesi sakral ini, rasanya ingin sekali ia mendaratkan satu bogem di muka anak laki-lakinya. Ia tahu pasti nama siapa yang hampir keluar dari lisan anaknya. Tapi yang bisa dilakukan Antariksa hanya menarik napas dalam, lalu melepasnya pelan. Menghimpun ketenangan sebab kesalahan yang nyaris dilakukan Angkasa Andromeda.

Di samping papanya, mama tak kalah geram. Salma sudah menjadi kesayangan sejak ia menyatakan kesediaan untuk diperistri anak bungsunya. Utami juga tahu persis, Z itu siapa.

Wahyudi yang paling tahu. Alih-alih merasa geram, ia justru berusaha menguatkan sahabatnya. Menepuk pundak Andro dan berbisik padanya, "Tenang, Bro. Kamu bisa. Bismillah."

"Baik, kita ulangi. Saudara Angkasa sudah siap ya?" Petugas KUA bersikap biasa saja. Ini bukan sesuatu yang baru baginya dan ia menganggap wajar, sebab ijab qobul pernikahan memang sesuatu yang mendebarkan, khususnya bagi mempelai pria.

Andro menarik napas panjang, melepasnya perlahan. Ia membatinkan basmalah disusul salawat, seperti yang selalu Salma pesankan untuk banyak-banyak ia lantunkan.

"Saudara Angkasa Andromeda bin Antariksa Sisiutara, saya nikahkan Engkau dan saya kawinkan Engkau kepada Salma binti Abdurrahman yang walinya diwakilkan kepada saya, dengan mas kawin seperangkat alat salat, perhiasan emas dua puluh gram, dan uang sepuluh juta rupiah dibayar tunai."

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Salma binti Abdurrahman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Satu tarikan napas. Tenang. Tegas. Andro lega, seolah satu beban berat baru saja terlepas.

Petugas KUA bertanya pada yang hadir di sana, "Bagaimana hadirin semua? Sah, nggih?" Dan semua yang hadir menjawab "Sah."

Andro lega. Salma lega. Semua lega.

Tak ada doa, yang dilafalkan Andro sambil memegang ubun-ubun istrinya. Ia tak bisa, juga tak belajar. Sama sekali tak terpikirkan. Salma tak kecewa, niat baik dan keseriusan Andro sudah cukup baginya.

Rangkaian prosesi usai. Cincin sudah melingkari jari manis tangan kanan Salma. Buku bergambar Garuda Pancasila warna hijau tua dan coklat sudah ada di genggaman keduanya. Mereka sudah sah sebagai suami istri. Ya, suami istri.

Fotografer memberi aba-aba, mengatur posisi untuk berfoto. Menyerahkan mas kawin, berpose bersama mama, papa, dan Bu Miska. Dengan Dimas dan Rea. Lalu dengan pakde, bude, tante, om, sepupu. Tak ketinggalan foto bertiga dengan Wahyudi, dan banyak lagi. Andro terkikik-kikik sejak tadi. Sedang Salma tersipu-sipu tanpa bisa menyembunyikan sorot bahagia yang terpancar pada kedua netra.

"Foto berduanya dong," teriak sebagian yang hadir di sana.

"Ciumannya belum nih," sahut yang lain.

"Pelukannya juga." Ada lagi yang menimpali.

Andro malu-malu kagok. Sepanjang hidupnya tak sekalipun pernah merasakan yang namanya pacaran. Pun menyentuh perempuan. Tapi tiba-tiba ia punya istri. Menjadi suami. Ada yang akan menemani, mungkin dari sejak mereka membuka mata hingga waktu tidur kembali tiba. Berdua. Ya, hanya berdua. Dia dan Salma.

Sesi foto berdua tak ada yang benar. Andro gagal menjaga sikap untuk tetap tenang. Dia selalu gagal menahan tawa hanya dengan sedikit godaan dari saudara-saudaranya. Rasanya sungguh berbeda. Ada perempuan di sampingnya, yang jemarinya sesekali bertaut dengan jari-jarinya. Yang saling bertukar pandang tanpa bisa menyembunyikan sorot mata malu-malunya. Dan itu terjadi di depan banyak pasang mata. Rupanya ini menjadi moment yang benar-benar luar biasa bagi hidupnya.

"Udah cukup, ah. Yang penting udah ada saksi. Sah. Fotonya menyusul. Kami pamit dulu sebentar," ujar Andro, masih sambil tertawa-tawa, menyamarkan senyum yang rasanya tak ingin pergi dari wajahnya.

Ia meraih tangan Salma, kembali menautkan jari-jarinya pada jemari gadis yang sekarang berstatus istrinya. Menggandengnya untuk melangkah bersama.

"Mas, kita mau ke mana?"

"Ke kamar."

"Eh, m-mau ngapain?"

"Ada lah. Sebentar aja. Janji."

Sorak sorai mengiringi Andro yang menarik Salma menuju ke kamarnya. Ia tak peduli. Masuk ke kamar dan tak membiarkan pintu tanpa terkunci.

Mereka hanya berdua sekarang, hanya hembusan air conditioner yang meniup-niup sejoli nan malu-malu. Andro meminta izin untuk melepas niqab yang menyembunyikan wajah cantik Salma. Ia meraih dagu Salma, mencegah gadis itu menundukkan wajahnya. Ditatapnya dalam-dalam dua bening yang dulu selalu dia hindari.

Di awal Andro mengenal Salma, menatap mata bening Salma menjadi ketakutan tersendiri bagi Andro. Tapi ia ingat, bahwa ketakutan adalah untuk dihadapi, bukan dihindari. Sejak itu ia justru menantang dirinya untuk tak menghindar dari melakukan kontak mata dengan Salma, sampai kedua bening itu masuk ke hatinya sebagai milik seorang Salma. Bukan Zulfa.

"Sal. Terima kasih sudah mau jadi istriku. Emm..., i love you." Salma memejam, tak kuat menahan segala rasa yang menghunjam. Tak ada jawaban, hanya bulir hangat yang mengalir lambat dari kedua sudut mata Salma.

"Buka matamu, Sal." Tangan Andro meninggalkan dagu Salma, menghapus basah di pipi mulus nan merona. Salma membuka mata, sorot malu-malu menyapa Angkasa Andromeda.

"Kamu cantik."

Mas juga ganteng. Ganteng banget, ucap Salma, dalam hati saja.

"Emm..., m-may i k-kk..., emm, may i kiss you..., Sal?"

Tak ada jawaban. Gadis itu menundukkan kepala dalam-dalam. Andro menganggapnya sebagai penolakan. Mungkin Salma belum siap, pikirnya. Sama sekali tak ada prasangka, bahwa dalam diamnya Salma juga menantikan moment yang sama.

"Emm, ya udah, Sal, nggak apa-apa. Mungkin nanti kalau kamu udah siap. Kita ganti baju aja ya. Udah ditunggu yang lain buat resepsi Mbak Rea."

Oke fix. First step failed!

Mereka berganti baju segera, seragam keluarga untuk pesta pernikahan Rea. Salah seorang dari tim MUA mengetuk pintu, hendak membantu Andro memakaikan beskap lengkap dengan jarik dan segala aksesorisnya.

"Maaf, Bu. Kalau boleh biar saya saja yang bantu Mas Andro pakai beskapnya. Insya Allah saya bisa," ucap Salma sopan. Ia pernah ikut kursus tata rias pengantin. Meski tak begitu tertarik dengan soal make up, ia justru tertarik dengan urusan tata busananya.

"Masya Allah, mbak ngantennya bisa juga to? Iya, monggo. Nanti kalau ada kesulitan panggil saya saja." Orang itu tersenyum, sama sekali tak tersinggung. Ia lalu berpamitan dan keluar kamar.

"Beneran bisa, Sal?"

"Insya Allah. Kalau nggak bisa kan ada google dan youtube." Andro tertawa. Salma lucu juga.

"Kenapa memangnya kalau ibu tadi yang bantu pakaikan? Kamu cemburu ya?" goda Andro.

"Eh, ng-nggak gitu, Mas." Wajah Salma bersemu merah.

"Mas kan udah resmi jadi suami saya, kalau saya bisa, sudah seharusnya saya yang bantu." Memang benar yang Salma katakan. Tapi yang Andro katakan tadi juga benar. Salma memang cemburu. Sedikit.

Andro tersenyum. Ada rasa senang yang belum pernah dia kenal sebelumnya. Dalam hati ia berdoa, semoga mencintai Salma bukan sesuatu yang sulit untuk dia lakukan.

Salma telah pula mengganti gaunnya, serasi dengan outfit tradisional yang Andro kenakan. Mereka berangkat menuju venue tempat resepsi digelar. Bertiga dengan Wahyudi, yang sudah mahir menyetir berkat diajari Andro saat ikut ke Surabaya sebulan sebelumnya.

Pesta pernikahan Dimas dan Rea digelar tak sederhana. Ini mantu pertama --dan mungkin satu-satunya-- untuk keluarga Antariksa. Kerabat dan koleganya tak sedikit, sedang yang tahu kabar beritanya semua minta diundang. Maka demi menjaga hubungan baik, digelarlah resepsi yang cukup besar dan mewah.

Andro banyak menghabiskan waktu dengan para sepupu laki-laki, juga Wahyudi. Sesekali matanya mencari Salma dan menemukannya sedang berbaur akrab dengan saudara-saudaranya yang perempuan. Salma juga terlihat dekat dengan ponakan-ponakan Andro, membuat Andro bangga memiliki Salma.

"Cel, digendong Om Andro aja, yuk?" Andro mendekati Celia yang sedang manja di pangkuan Salma.

"Nggak mau. Celi maunya cama Mbak Calma." Gadis kecil itu memeluk Salma erat, kepalanya bersandar manja di dada Salma.

"Tante, Cel. Tante Salma. Bukan mbak lagi." Dicubitnya pipi chubby gadis cilik itu. Gemas.

"Eh, Celi tahu nggak sih, Tante Salma kan sekarang punyanya Om Andro. Jadi Celi kalau mau minta gendong Tante Salma harus izin Om Andro dulu."

"Om Andlo, Celi mau cama Mbak Calma, boleh ya?" Celia cepat-cepat meminta izin. Cadelnya membuat Andro makin gemas.

"Nggak boleh. Kalau mau sama Tante Salma, Celi harus mau digendong Om Andro dulu," goda Andro sambil berpura-pura memasang tampang galak.

"Om Andlo nakal. Pelit. Celi nggak cuka. Celi mau cama mama aja. Huhuhu." Bocah itu kesal dan menangis, Andro malah makin tertawa dibuatnya.

"Mas, apaan sih, usil banget." Salma ikut merajuk. Segera menyerahkan Celia kepada mamanya sambil meminta maaf.

"Itu tuh kode, Salma. Andro maunya dia yang dipangku kamu, bukan Celia. Hati-hati aja, dia suka modus lho." Gantian ibu Celia menggoda. Andro ngomel-ngomel karenanya, sedangkan Salma tersenyum malu-malu.

Andro menggandeng tangan Salma, mengajaknya duduk di area yang disediakan khusus untuk keluarga inti kedua mempelai. Ia menawarkan pada Salma untuk mengambilkan sesuatu, Salma hanya menggeleng. Andro tetap beranjak, memilihkan beberapa kue, juga segelas jus jeruk. Disodorkannya cawan kue kepada Salma, lalu duduk di samping gadis itu, dan meneguk setengah dari isi gelas di tangannya.

"Minum, Sal. Seger deh. Sebelah sini ya, pas bekasku." Andro memberanikan diri mengulurkan gelas ke bibir Salma. Sedikit gemetar menahan perasaan aneh yang menjalar. Salma meneguk sedikit jus jeruk yang tinggal separuh, ia merasa Andro berlebihan. Malu.

"Sal, kamu nggak apa-apa kan kita nggak dipestain gini? Sorry ya, kemarin aku memang nolak waktu mama papa nawarin biar kita ikut diresepsiin sekalian," tanya Andro pada istrinya. Melihat keramaian yang menyenangkan, ia khawatir Salma menjadi sedih karena tak mendapatkan fasilitas yang sama.

"Nggak, Mas. Yang paling penting bukan pestanya. Tapi...."

"Tapi apa?"

"Tapi..., emm..., Mas Andronya." Untuk kesekian kali Salma tersipu-sipu. Menunduk menyembunyikan wajah cantik yang kemerahan bukan sebab sapuan blush on.

Andro tertawa. Diraihnya tangan Salma, membawanya dekat ke wajahnya. Andro memberanikan diri memberi kecupan di sana, di punggung tangan Salma. Detik berikutnya, mereka telah saling menatap mesra. Waktu seolah terhenti, hanya jantung mereka yang berdetak menggantikan langkah jarum jam.

Dari kejauhan Wahyudi melihat pemandangan yang membuatnya turut bersukacita. Ia tahu persis bagaimana perjuangan Andro menyayangi dan kemudian harus melupakan seorang Zulfa Nurulita. Wahyudi juga tahu, sahabatnya itu adalah orang yang baik, sangat baik. Tak hanya padanya, tapi pada siapa saja.

Serangkai doa meluncur dari lisan Wahyudi, untuk sahabat yang sepanjang kedekatan mereka tak pernah segan dan tak pernah sekalipun berhitung dalam membantunya.

Barakallahu lakum wabaraka 'alaikum wa jama'a bainakum fii khair.

(Semoga Allah menganugerahkan barokah kepadamu, dan menganugerahkan barokah atasmu, dan semoga Dia menghimpun kalian berdua dalam kebaikan)

***

Notes:
Pada saat ijab qobul, nama Salma disebutkan sebagai Salma binti Abdurrahman. Bukan karena bapaknya bernama Abdurrahman, tapi karena nasabnya tidak diketahui dan tidak bisa ditelusuri sehingga dinisbatkan pada nama-nama saudara/laki-laki muslim seperti Abdurrahman, Abdullah, Abdurrahim, dsb (yg artinya hamba Allah). Bukan dengan nama Salma bin Fulan, salah satunya adalah untuk menutupi aib, karena kalau menggunakan bin Fulan biasanya akan mengundang pertanyaan dari yang hadir dalam prosesi ijab qobul, bisa menimbulkan fitnah, ghibah, prasangka buruk, dsb.

InsyaAllah demikian yang pernah kubaca dan kulihat di beberapa video.

***

Alhamdulillah, Andro-Salma udah sah.

Sempet kesel nggak sih waktu Andro nyebut Z...

Untung Salma nggak kepikiran yg nggak-nggak. Entah kalau suatu hari nanti.  *eh, spoiler :p

Seperti biasa, lagunya kutaruh di paling atas. Soalnya kl di badan text gini, pas mau ngedit ke-block semua, akunya jadi susah. Wkwk.

Lagunya pas banget sama hatinya Andro nggak sih? Haha, maksa. Sengaja kucarikan yg video klipnya ada terjemahannya, biar lebih mengena. Halah.

Eh, btw... Part ini lebay gitu nggak sih? Hahaha... Malu gueee...

Yowis, udahan dulu ya. Thank you for all. Dan seperti biasa, mohon maaf utk kesalahan dan kekurangan. Dan keagakkurangpedean yang akhir-akhir ini suka menghinggapi aku lagi. Hihi...

InsyaAllah ketemu lagi hari Kamis yaaa.

See you.

Semarang, 12042021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top