76. Berubah Pikiran
Warning:
Ada 18+ nya yaa. Sorry.
***
"Istirahat, Mas. Udah jam satu lho."
Salma baru usai menyusui Najma. Bayi kecil itu sudah menginjak usia enam bulan. Sudah pandai berguling, kadang sekuat tenaga merayap untuk meraih mainan. Celotehnya juga sering terdengar. Pa pa pa, ma ma ma, da da da, bbb bbb bbb. Sungguh menggemaskan.
Sudah tiga bulan pula mereka tak pernah mengunjungi mama papa. Masih ke Surabaya, tapi tujuan mereka adalah rumah Dokter Ardhito. Bu Dita sendiri tak jadi menemani anak, mantu, dan cucu. Andro berubah pikiran sejak kejadian itu. Egonya menginginkan untuk menjalani hari-harinya dengan Salma dan Najma saja. Bu Dita terpaksa menyetujui, sudah mulai hafal kelakuan minus menantunya.
Dengan kedua orang tuanya Andro sangat menjaga jarak. Bukan secara fisik, tapi komunikasi. Antariksa dan Utami sendiri makin sering menyambangi anak cucunya di Semarang. Tapi seperti yang pernah Andro katakan, itu hanya untuk urusan dengan Salma dan Najma saja. Pembicaraan atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya, ya terserah maunya Andro saja. Mau ikut ngobrol, ya nimbrung. Mau ikut makan, ya berbaur saja di meja makan. Mau ikut main dengan Najma, ya sudah main saja. Sayangnya itu semua nyaris tak pernah terjadi.
"Biar cepat kelar, cepat lulus, cepat wisuda, cepat kerja, cepat bahagiakan kamu dan anak-anak kita, Sal," jawab Andro singkat, sambil bergegas membereskan mejanya.
Kejadian tiga bulan lalu membuat Andro lebih menghargai Salma. Apapun pendapat, masukan, bahkan teguran dari istrinya, sebisa mungkin dia penuhi dengan segera. Kecuali satu. Jika itu tentang sikapnya kepada mama dan papa.
"Mas mau minum air madu hangat? Atau susu madu? Atau apa? Biar Sal bikinkan. Malam-malam gini menghangatkan perut itu bikin nyaman." Salma menawarkan. Dalam hatinya merasa iba. Dia mengerti, Andro menyibukkan diri agar tak dibayang-bayangi rasa marah dan kecewa terhadap kedua orang tuanya, yang masih saja bercokol meski sudah tiga bulan berlalu.
"Aku maunya kamu aja, Sal." Andro mendekat, memupus jarak antara keduanya.
"Iya, nanti. Sekarang Sal mau bikin yang hangat-hangat dulu buat Mas."
"Tapi aku mau hangat-hangat yang lain, Sal."
"Iya, nanti. Sekarang Mas cuci muka dulu, ya. Sal tunggu di sana. Di sofa."
Kalimat terakhir Salma bisikkan dengan nada menggoda. Menambahnya dengan membuat basah bibir suaminya. Lalu menutupnya dengan usapan lembut di perut Angkasa Andromeda.
"Eh, aku...." Andro tersenyum-senyum sendiri melihat Salma yang meninggalkannya begitu saja. Ada yang sesak, tapi bukan napasnya.
Buru-buru mencuci muka, mengganti bajunya hanya dengan sehelai sarung saja, kemudian melesat cepat menuju sofa. Tapi Salma tak ada di sana. Istri cantiknya itu masih di dapur, belum selesai membuat minuman hangat untuk mereka berdua.
"Aku nggak usah dibikinin minum, Sayang. Aku maunya minum kamu aja." Pelukan hangat menyapa Salma, ditambah bonus gigitan kecil di telinganya.
Andro menahan kedua tangan Salma. Menyingkirkan cangkir dan cawan dengan satu tangan lainnya. Tanpa persetujuan, digendongnya Salma menuju sofa. Dan tanpa malu-malu, Salma menuntaskan godaannya di sana. Membawa Andromedanya menyusuri surga dunia.
"Mas bahagia?" tanya Salma. Mereka berdesakan di sofa, yang semestinya terasa sempit, tapi tidak bagi keduanya.
"Always. Kalau sama kamu, yang ada cuma bahagia, Sal. I love you. Terima kasih udah selalu tulus buat aku." Sebuah kecupan kembali Andro berikan.
"Oh iya, mama sama papa mau ke sini, lho."
"Hemm."
"Kok cuma hemm, sih? Mas masih marah?" Andro menggeleng.
"Belum ikhlas?" Andro mengangguk.
"Kalau masih menyimpan rasa seperti itu, bahagianya Mas berkurang nggak?" Keduanya bertatapan.
"Sal tanya serius ya, Mas." Andro menarik napas dalam-dalam, membuangnya perlahan.
"Iya. Ada yang masih mengganjal, Sal. Mungkin aku cuma butuh waktu."
Kali ini Andro beranjak. Memunguti helai-helai baju Salma dan menyerahkan pada si empunya, lalu mengenakan sarungnya asal saja. Dia melangkah, meninggalkan istrinya.
"Kira-kira ada bayangan nggak berapa lama waktu yang diperlukan?"
Andro menghentikan langkahnya. "Nggak tahu. Masih lebih mudah menghitung berapa lama waktu yang diperlukan untuk membuat gedung, dari mulai perencanaan, sampai gedung itu bisa ditempati. Tapi kalau yang kayak gini nggak bisa diperhitungkan. Kenapa? Kamu mulai bosan?"
Salma menghampiri. Gantian memeluk sang suami dari belakang. "Nggak. Sal nggak akan bosan mendampingi Mas. Sal cuma pengen Mas bahagia sepenuhnya. Nggak ada yang mengganggu lagi. Nggak ada yang mengurangi kebahagiaan Mas lagi. Sal sayang sama Mas. Cinta. Sal cuma pengen yang terbaik buat Mas."
"Thank you, Sayang. I love you. Kita ke kamar, yuk. Aku takut Naj melek dan guling-guling tanpa kita tahu. Aku nggak mau anakku jatuh dan benjol. Aku maunya anakku selalu terlindungi dan bahagia."
"Kenapa begitu?"
"Ya karena dia anakku, Sal. Anak-anak belum bisa menjaga dirinya sendiri, harus ada orang dewasa yang menjaga dan mengawasi sampai dia bisa menopang hidupnya sendiri."
"Seperti Orion juga, ya?" tanya Salma, datar dan menusuk tepat ke ulu hati.
"Emm, bisa jadi." Andro menanggapi sekenanya.
"Tapi sebenarnya, Orion dan Sal punya kesamaan lho, Mas. Kami sama-sama terlahir dari perempuan yang mencari kebahagiaan dengan cara yang salah."
Tak ada respon. Andro melanjutkan langkah menuju ke kamar, duduk di tepi tempat tidur dan memandangi anaknya dengan perasaan yang campur aduk.
"Ibu nggak pernah merusak rumah tangga orang, Sal." Dia bicara begitu Salma menyusul duduk di sisinya.
"Nggak pernah menuntut dinikahi. Nggak pernah mengkhianati orang yang sudah mempercayai. Nggak pernah datang mengemis belas kasihan dengan perut yang sudah melendung besar. Dan ibu nggak pernah bikin seorang papa membentak anak yang katanya disayangi, cuma demi membela orang lain yang sudah merampas kebahagiaan kami. Ibu nggak pernah melakukan itu semua, Sal. Nggak pernah."
Ada nyeri yang menusuk hati Salma. Ternyata, masih sedalam itu luka yang tertinggal dalam diri suaminya.
"Iya, Mas benar. Tapi..., sama seperti Sal dulu, Orion nggak tahu apa-apa, Mas. Maaf, bukannya Sal nggak memahami perasaan Mas. Tapi Sal pernah ada di posisi Orion, Mas. Pernah jadi seorang anak yang nggak punya siapa-siapa, yang butuh belas kasihan untuk sekadar menopang hidupnya.
"Apa kami menginginkan menjadi seperti itu? Tentu tidak. Kami cuma nggak bisa memilih, akan terlahir dari rahim siapa, dari hubungan yang seperti apa."
Hening. Hanya isak Salma yang sesekali terdengar, bersama kenangan masa kecil yang berkejaran di benaknya.
Kali ini hati Andro yang serasa tertusuk belati. Dia tak pernah ingin membayangkan, penderitaan macam apa yang dilalui istrinya saat masa kecil dulu. Dia melalui masa kanak-kanak dengan bahagia, dikelilingi berbagai fasilitas yang nyaris tak berbatas, dihujani cinta dan kasih sayang oleh begitu banyak orang.
Dia ingin anaknya memperoleh kebahagiaan yang sama. Tapi....
Ah, dia sedang tak ingin memikirkan apa-apa sekarang ini. Hanya ingin memberikan pelukan hangat untuk perempuan yang sangat dia cintai.
"Aku akan pertimbangkan, Sal. Aku nggak mau egois. Aku mau Naj punya kenangan masa kecil yang bahagia, lalu selamanya dia menjalani hidup dengan bahagia. Aku akan coba berdamai dengan diriku sendiri, Sal. Tolong temani aku ya, Sal, karena untuk saat ini, cuma kamu satu-satunya orang yang bisa megang aku."
Keduanya berpelukan, hingga terdengar pa pa pa, ma ma ma.
Si bayi chubby sudah bergulingan sampai ke tepian bed, pada sisi yang berlawanan dengan mama papanya. Hanya butuh satu gerakan kecil untuk membuatnya berpindah ke lantai.
Andro mendorong Salma sekuat tenaga, lalu melompat secepat kilat meraih tubuh Najma. Jantungnya seakan mau lepas. Dipeluknya si bayi lucu dengan erat. Air matanya menetes tanpa dia sadari. Lega sekaligus takut.
Dia takut Najma jatuh dan terluka. Dia takut Najma akan mengalami trauma. Dia takut Najma akan sulit lepas dari bayangan tentang kejadian yang menyakitkan. Dia takut Najma akan menyalahkan keteledorannya. Dia takut Najma akan jadi anak yang acuh tak acuh pada papanya. Andro takut, sangat takut, sampai tak sempat terpikir bahwa Najma masih enam bulan, mungkin belum bisa mengingat kejadian-kejadian di sekelilingnya.
Sesungguhnya Andro menangisi dirinya. Menangisi luka hati yang sulit sekali dia lepaskan dari hidupnya. Menangisi kegagalannya untuk lepas dari bayang-bayang kejadian yang sangat menyakiti hatinya.
"Ma ma ma. Ma ma ma. Mmmm mama. Ma ma ma."
Andro mengusap matanya, rasa geli menghampiri dadanya yang masih terbuka. Dipandangi gadis kecilnya dengan gemas. Najma mendesak-desakkan wajah di sana, di dadanya, sambil mengoceh ma ma ma. Rupanya bayi itu mencari air susu ibunya.
"Sal? Kamu di mana? Naj mau nenen, Sayang."
Salma berdiri agak sempoyongan. Pada dahi kirinya terlihat luka kecil dikelilingi tanda-tanda memar. Wajahnya kesal, mulutnya mengerucut.
Andro baru sadar, saking takutnya Najma jatuh, ia tadi mendorong Salma asal saja. Mana tahu kalau menyebabkan Salma oleng hingga jatuh dan terantuk nakas.
"Astaghfirullah hal adzim. Maaf, Sal, maaf. Kita ke rumah sakit, ya?"
"Nggak mau. Kita ke polsek aja. Sal mau laporin Mas karena udah melakukan KDRT," ujarnya masih sambil cemberut.
Andro tercengang. "T-tapi, ak-aku kan---"
Belum selesai Andro bicara, tawa Salma berderai. Dipeluknya Andro dengan sukacita.
"Sal becanda, Mas. Nggak pa-pa cuma luka sedikit. Yang pasti Sal terharu dan bangga, Mas udah jadi papa siaga buat Naj."
Sungguh, Andro teramat lega. Dia kira Salma serius dengan perkataannya.
"Alhamdulillah. Kukira kamu serius. Aku takut, Sal. Aku takut nyakitin kamu."
"Nggak, Sal nggak apa-apa, cuma luka sedikit. Nggak masalah. Mas tidur ya, kayaknya capek banget."
Andro setuju, bergegas naik ke tempat tidur, memeluk Salma yang sedang menyusui Najma.
"Mama papa naik apa, Sal? Sampai sini jam berapa?" tanya Andro sambil menguap.
"Pesawat. Sampai Ahmad Yani jam tujuh."
"Oke. Bangunin aku sebelum subuh. Jam enam kita jemput mama papa ke bandara."
"Ehk. Mas m-mau jemput mama papa?"
"Hemm."
"Mas ngelindur atau seri---"
"Zzz...."
***
Maaf ya, dibuka dengan adegan 18+
Please, give me know, kalau menurut teman-teman terlalu vulgar yaaa.
Btw, part ini cuma 1500-an words dan nggak ada baca ulang+edit. Tadinya mau kuterusin sampai Andro ketemu mama papanya, tapi aku lagi ada kerjaan lain. So, gpp ya segini aja. Semoga tetap menghibur.
Thank you masih tetap ada di sini, walaupun ceritanya udah sangat-sangat ngelantur. Wkwk...
See you :)
Semarang, 10112022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top