Without You
Sepanjang jalan pikiran Ameera terus melayang mengingat hidupnya selama dua tahun lebih ini. Membayangkan hari hari murung terlebih sejak kematian ayah mertuanya tiga bulan ini.
Danny dan Nyla lebih sering berada di rumah Ibu. Ameera sendiri jarang diajak, mungkin memang ibu tidak menginginkannya. Kesedihan ibu yang berlarut membuat Danny harus selalu siap menghiburnya.
Selama tiga bulan Danny selalu pulang malam. Sementara itu, sepanjang hari Ameera dirasuki rasa tak nyaman, berperang dengan imajinasinya yang buram. Ketika jam berdentang sebelas kali Danny baru sampai di rumah, seperti malam sebelum hari ini atau malam malam sebelumnya. Danny akan langsung masuk ke kamar dan selalu mendapati Ameera belum tidur.
" Belum tidur, sayang?"
Itu selalu pertanyaannya yang dilontarkannya tanpa sedikit pun merasa bersalah.
Ameera selalu menekan kegemasan dengan menggumam. Lalu Danny akan mengecup kening Ameera dan mengelus rambutnya.
" Sudah makan?" Pertanyaan berikutnya yang selalu sama.
" Waktu makan sudah lewat, aku tidak lapar." Jawaban Ameera terdengar ketus.
" Makanlah..jangan menungguku, aku bilang. Sementara ini aku masih harus menemani ibu." Ucap Danny datar.
" Aku menemani ibu untuk menghiburnya, menceritakan tentang kisah kisah ketika ayah masih ada, karena hanya aku anaknya yang paling dekat. Kamu harus mengerti itu." Lanjutnya
Dada Ameera merasa sakit. Memendam amarah dihatinya. Seperti biasa Danny akan mengganti bajunya lalu memeluknya dan tidur dengan lelap. Ameera hanya dapat menarik nafas panjang. Rasa kasihnya yang besar selalu mengalahkan kemarahan dihatinya.
Namun saat ini Ameera merasa begitu letih dan sakit. Berjuang menahan amarah amatlah melelahkan.
" Nona..sudah sampai." Suara sopir Taxi mengingatkannya. Bergegas Ameera keluar dan berlalu setelah membayar. Tujuannya...Kinderdijk rumah Oma Hilda.
Ameera memantapkan hati ketika kakinya meniti tangga pesawat. Biarlah semua selesai sampai disini. Ameera mengalah untuk keadaan yang begitu tidak bisa berdamai dengan hatinya. Ameera lebih memilh meninggalkan rumah, meninggalkan cintanya dari pada meledakkan kemarahannya.
Ameera meninggalkan rumah yang sekarang ini menjadi dingin. Tanpa surat atau pesan selamat tinggal untuk Danny. Biarlah Danny tidak mengetahui konflik dihatiku, lirih Ameera.
" Meer..maafkan aku, ibu semakin kesepian, aku cemas dia akan jatuh sakit. " Ameera teringat ucapan Danny dua minggu yang lalu.
" Lebih baik kita pindah saja ke rumah ibu ya Meer." Lanjutnya sambil menyentuh jemari Ameera.
" Tidak..mas..aku tidak bisa." Jawab Ameera mantap. Danny berdecak kesal.
" Bukankah sudah setiap hari kau menemaninya. Begitu juga Nyla. Bahkan sepertinya kau sudah lupa dimana rumahmu." Protes Ameera dengan kekesalan waktu itu.
" Meer..kata katamu terdengar amat kasar." Sesal Danny.
" Lalu apa yang harus aku katakan? Mengiyakan untuk pindah ke rumah ibu dan kejadian dulu itu terulang." Suara Ameera penuh tangis. Danny mendekat dan memeluknya.
" Maaf..maaf..aku yakin waktu itu ibu tidak sengaja mendorongmu." Ucapnya lirih membela ibunya yang jelas jelas mendorong Ameera hingga terjatuh dan mengakibatkan keguguran.
" Good afternoon..do you need something?"
Suara lembut pramugari menyadarkan Ameera dari lamunan yang berkemelut dihati dan pikiran. Dia menggeleng tegas. Pramugari itu tersenyum dan berlalu.
Ameera menarik nafas panjang dan menghembuskan dengan kasar. Lelah begitu menyerangnya. Dia memutuskan untuk menutup matanya. Mungkin tidur dapat sedikit mengobati luka hatinya. Tak lama Dia pun tertidur pulas.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top