Kinderdijk

Kinderdijk adalah sebuah Desa di Belanda, milik pemerintah kota Lekkerland, di provinsi Holland, sekitar 15 km sebelah timur dari Rotterdam. Kinderdijk terletak antara pertemuan Polder dari Sungai Lek dan Noord. Desa ini memiliki banyak kincir angin sehingga dijuluki Desa seribu kincir angin.

Akhirnya Ameera tiba di Kinderdijk. Matahari bersinar sangat terik namun udaranya tetap terasa sejuk dan menyegarkan.

Pada bulan Oktober kincir angin di Kinderdijk tidak dioperasikan. Tapi tetap dapat menikmati keindahan kincir angin tua beserta pemandangan di sekitarnya yang luar biasa indah.

Ameera merasa sedikit tenang. Memasuki rumah Oma Hilda, Ameera disambut Oma Hilda yang memandangnya tak percaya, cukup terperanjat dengan kedatangan cucu tersayangnya dengan mata sembab dan wajah pucat. Rambutnya kusut tak beraturan.

" Wat is er gebeurd met mijn kleine meisje?( Apa yang terjadi pada gadis kecilku )" Tanyanya khawatir. Ameera menggeleng lalu memeluk Oma Hilda, tangisnya pecah. Dia belum siap untuk bercerita.

"Rust in het verleden, het nieuwe verhaal.(beristirahatlah dulu, baru bercerita.)" Ucapnya lembut sambil mengelus pelan puncak kepala cucunya.

Ameera mengangguk patuh lalu mengikuti Oma Hilda menuju kamar. Untuk beristirahat sebelum nanti siap menceritakan apa yang terjadi.

" Slapen babe.( Tidurlah sayang)"

Dikecupnya kening Ameera.
Ameera menatap langit langit kamar. Pikirannya begitu kacau. Kenangan pahit terus berkelebat diotaknya. Rekaman peristiwa yang penuh rasa sakit itu terus berputar tanpa bisa dihentikan.

Pernah suatu hari Ameera pergi bersama keluarga Danny ke acara pernikahan sepupunya. Ibu mengajak singgah di toko kain. Dia ingin membeli kain brokat berwarna biru. Tapi ternyata warna dengan model yang ibu mau itu habis, karena ibu tidak mau menggantinya dengan model atau pun warna lain. Ameera yang memperhatikan itu berniat akan mencarikannya ditempat lain.

Esoknya Ameera berkeliling untuk mencari kain brokat dengan model dan warna yang ibu mau. Ameera menemukannya lalu mengirimkan kain tersebut ke rumah ibu.

" Ibu ada yunah?" Tanyaku pada asisten rumah tangga ibu.

" Ada di ruang baca Nyonya." Jawabnya sopan.

Ameera berjalan pelan menuju ke ruang baca dan mendapati ibu disana.

" Bu..apa kabar?" Ameera mengambil tangan ibu dan menciumnya.

" Aku menemukan kain brokat yang kemarin ibu suka, ini bu..aku belikan untuk ibu." Suara Ameera lembut.

" Terima kasih Meer, tapi ibu hanya suka saja. Suka bukan berarti ingin membelikan. Kamu pakai saja sendiri. " Jawabnya ketus sambil berjalan meninggalkan Ameera yang termenung mendapatkan perlakuan ibu.

Aaarrggg...erang Ameera.

Rekaman yang berputar, begitu membuat hatinya berdarah. Begitu menyakitkan sikap ibu. Ameera tidak pernah mengatakannya kepada ayah ataupun Danny.

Rasa putus asa tergambar jelas dimata Ameera. Putus asa untuk meraih cinta ibu. Seakan Ameera tidak berhak memperoleh kehangatan kasih ibu yang didambakannya. Tidak dari ibunya yang meninggal ketika Dia beranjak dewasa atau pun dari ibu mertua yang dia kira bisa menjadi pengganti ibunya. Hanya Oma Hilda yang Dia punya. Itulah mengapa Oma Hilda yang ada dipikirannya ketika Dia sudah begitu buntu dengan pikirannya.

Mata Ameera kembali berkaca kaca. Tak lama berselang butiran bening bergulir dipipinya.

Besok aku akan ke rumah Lilianne, desisnya. Lilianne adalah sahabat Ameera. Aku akan mengajaknya ke Vondelpark atau Keukenhof, batinnya.

Ameera memejamkan matanya. Berusaha mengusir bayangan bayangan yang membuatnya terus menitikkan air mata. Dihalaunya juga rasa rindunya pada Danny dan Nyla yang baru ditinggalkannya beberapa jam lalu.

Aku harus bisa,pasti bisa, gumamnya mantap.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top