M | 4 | Old Wounds
"Bagaimana pekerjaanmu di Tokyo, Jiro Manaev? Sejujurnya aku terkejut dengan nama keluargamu yang berasal dari Rusia. Manaev adalah nama keluarga yang terdengar elit sepertinya." Martina menyajikan semua makanan terbaik yang ia miliki di dapur. Roti, pai, ikan, dan daging yang tidak setiap hari ada di meja makan itu malam ini ia suguhkan pada suami Kira yang baru saja mengambil istirahat dari pekerjaannya di Tokyo.
"Panggil Jiro saja," kata Jiro dan melanjutkan, "Pekerjaanku tidak selalu mulus. Tapi aku memiliki pelanggan tetap yang loyal di sana. Dan, Manaev sebenarnya tidak ada arti yang mendalamㅡkurasa. Aku sendiri tidak mencari tahu atau bertanya pada keluargaku mengenai itu." Jiro menjawabnya dengan tenang.
Sementara Kira meliriknya tak percaya kalau semua perkataan mulus itu adalah karangan belaka. "Biarkan aku yang membuat ceritanya. Kau ikuti alurnya." Salah satu kesepakatan yang ada di dalam kontrak mereka adalah, ia harus membiarkan Jiro mengarang beberapa hal. Termasuk bagaimana ia dan pria itu bertemu. Ia hanya akan diam dan mengunyah semua makanan bergizi yang jarang ia dapatkan di hadapannya saat ini.
"Jadi kalian bertemu di toko buku pada 1 Januari? Ah, itu pertemuan yang unik. Karena pada tanggal itu Moskow akan menjadi kota dingin yang sepi, betul?"
"Karena setiap tanggal tersebut suhu kota ini menjadi tidak masuk akalㅡminus dua puluh. Tapi, tidak pada toko buku Tsiolkovsky. Mereka tetap buka sampai pada tanggal itu. Pengunjung terus berdatangan tanpa henti. Aku dan Kira terjebak di sana berdesak-desakan." Jiro melirik wanita di sebelahnya yang telah memakan tiga potong pai tanpa henti dan kembali melihat Martina yang menggunakan dandanan tebal yang menawan. "Jatuh cinta pada pandangan pertama kalau begitu, Jiro?" tanya Martina dengan senyumannya jahilnya.
"Ia sangat tinggi untuk takaran wanita menurutku. Sulit untuk tidak melihat ke arahnya." Martina mengangguk menyetujui perkataan tamunya yang memiliki mata abu dan lesung pipi menarik matanya itu.
"Kira banyak membantuku untuk pekerjaan berat di rumah. Termasuk memasangkan lampu, memperbaiki pipa air. Ia serba bisa dan sangat mandiri."
"Hentikan, Martina." Kira meliriknya, dan wanita itu menyeringai nakal. "Aku sedang memujimu di sini, nyonya Manaev. Lain kali bersihkan sampah makanan cepat sajimu. Jangan biarkan itu menumpuk di depan pintu."
"Aku lebih senang kau berkata demikian daripada sebelumnya."
Martina kembali berbicara pada Jiro dan membiarkan Kira menikmati makanannya bersama televisi kecil yang ada di dapur wanita beranak satu tersebut. Ia memperhatikan berita yang menampilkan puing-puing bangunan dan orang-orang yang tewas pada kejadian kemarin. Ia termenung untuk beberapa saat dan membayangkan bagaimana kalau Jiro tidak ada di sana. "Kau akan selalu dalam bahaya, dalam kontrak telah ditulis demikian dan tubuhku akan bergerak sendiri untuk melindungimu dari hal tersebutㅡtidak peduli bahkan jika aku menolak melakukannya."
Kembali Kira mengingat hal lain dari kontrak mereka dan mengurutkan poin-poin utama yang akan ia lakukan bersama pria itu untuk ke depannya.
1. Jiro akan tinggal bersamanya. Dan pria itu akan memainkan peran sebagai pasangannya, membantunya membayar hunian dengan perbandingan 60:40. Jiro akan menerima bagian lebih banyak.
2. Jiro memastikan ia aman dan meminta dirinya untuk terus dalam jangkauan pria itu.
3. Kontrak mereka selama satu tahun bisa lebih cepat selesai dari itu. Tergantung bagaimana kesepakatan yang telah dibuat keduanya.
4. Kesepakatannya; Jiro harus menemukan hal apa yang Kira butuhkan kemudian memenuhinya. Dan Kira harus melakukan hal yang sama ketika Jiro selesai melakukan tugasnya. Semakin cepat menemukannya, semakin cepat mereka berpisah.
5. Yang Kira inginkan bukan finansial. Jiro mengatakan kalau ia membutuhkan sesuatu yang sentimental dan penuh emosional. Keduanya yakin itu bukan cinta semacam pasangan kekasih.
6. Ia akan melupakan semua hal ini ketika kontrak mereka selesai. Jiro akan menghapus ingatannya dan semua orang yang pernah melihatnya bersama pria itu.
Kedengarannya tidak terlalu sulit. Ia hanya harus beradaptasi untuk tinggal bersama pria itu dalam jangka waktu yang lama. Tapi kata-kata Jiro kemarin membuat ia takut. Sebab ia mulai percaya dengan setiap ucapan pria itu. Menurutnya tidak mungkin Jiro akan terus berbohong hingga membuat skenario konyol ini. Selain itu, ia sekarang tidak hanya memikirkan nyawanya sendiri, orang-orang di sekitarnya kemungkinan juga akan terkena dampaknya, dan itu membuat ia takut dan khawatir.
Lalu Kira melirik tangannya. Siang tadi tangannya kembali terluka karena pisau daging. Membuat Jiro harus menyerap semua lukanya dan memindahkan semua rasa sakitnya pada jari-jari pria itu yang berubah warna menjadi lebih gelap.
Butuh waktu satu malam untuk melihat tangan pria itu kembali pulih, sehingga membuat Martina bertanya-tanya mengapa pria itu menggunakan sarung tangan pada undangan makan malamnya. Dengan skenario matang pria itu menjawab kalau ia sedang alergi ringan pada kulitnya.
Terlalu banyak karangan yang Jiro ciptakan hingga Kira merasa bersalah lebih banyak kepada semua orang termasuk pria itu. Ia membuang napas samar dari hidung. Menutup matanya sebentar dan meyakinkan dirinya sendiri, kalau ini semua akan selesai, ia dan Jiro akan baik-baik saja. Semua orang akan baik-baik saja. Ia meyakinkan dirinya sekali lagi. "Aku akan baik-baik saja," gumamnya.
"Tidak, kau tidak baik-baik saja kalau membiarkan Jiro menerima lebih banyak pelanggan VIP dimana kebanyakan adalah wanita kaya raya yang seumuran denganku. Seharusnya kau tidak baik-baik saja." Martina mendengarkan kata-kata Kira dan melanjutkan, "Kau harus cemburu, Kira. Ia seorang antiquarian yang sangat memikat."
Kira tidak mengerti sudah sejauh mana arah pembicaraan Jiro dan Martina, tapi ia mecoba untuk mengikutinya. "Setidaknya ia akan menghabiskan waktu bersamaku mendekati akhir tahun ini." Jiro tersenyum ketika Kira melihatnya dengan pandangan memuja dibuat-buat.
"Tentu saja. Kalian sudah lama tidak bersama. Kalian harus menggunakan waktu yang ada untuk menikmatinya." Martina melirik nakal pada Jiro. "Raut wajahmu sepertinya mengerti maksudku, Jiro."
"Kami berdua tahu. Sangat tahu." Jiro masih tersenyum walau di bawah sana kakinya diinjak oleh Kira.
"Di mana Viktor?" tanya Kira kembali ketika ia tidak melihat anak laki-laki itu ada di sekitar Ibunya. "Apa ia tidur?"
"Ia bersama orangtuaku di Ishbuldino sekarang," jawab Martina lalu beralih pada Jiro. "Aku akan mengenalkan Viktor padamu saat anak itu pulang nanti. Kurasa ia akan sangat senang bertemu denganmu."
"Aku menantikannya."
Kemudian makan malam itu dilanjutkan hingga makanan penutup. Jiro memberikan Martina bingkisan yang ia bawa dari tokonya sebagai ucapan terima kasih di akhir kunjungan. Dan ketika Jiro berjalan pulang bersama Kira untuk kembali ke flat mereka yang melewati beberapa blok, wanita itu berkata, "Manaev, ya? Nama belakang yang aneh."
"Aku tidak ingin mendengar pendapatmu." Kemudian ia teringat satu hal yang ingin ditanyakan kepada Kira. "Apakah Viktor dibesarkan sendiri oleh Martina?"
"Kau bisa menganalisa orang juga ternyata."
"Bukan begitu. Hanya saja aku tidak menemukan sosok pria di sana, tidak ada foto-fotonya. Aku bahkan tidak melihat Martina menggunakan cincinnya."
"Pembicaraanmu semakin lama mirip seperti kumpulan rusa betina yang berisik."
Jiro mengerutkan dahinya saat wanita itu menyinggungnya dengan sarkas yang menyebalkan. "Kau sebut aku tukang gosip?"
"Kurang lebih."
Jiro mendengus kasar, dan tidak ada yang berbicara lagi untuk sesaat. Ia hanya berjalan di samping Kira dengan mata yang menemukan malam ini lebih banyak orang berjalan kaki dengan mantel mereka yang tebal, bersama lampu malam yang bewarna kuning.
Ia sangat lama tidak keluar dari tokonya dan hanya melihat perubahan besar yang manusia lakukan dari dalam toko. Terakhir kali ia bisa mengelilingi negara ini, ia mengingat perjalanan Sankt Peterburg ke Moskow memakan waktu lima hari dengan kendaraan yang ditarik dengan kuda. Itu juga jika melalui rute yang mudah dengan lalu lintas yang ramai.
Lampu-lampu jalanan itu dulu juga masih menggunakan obor. Gedung-gedung modern, dan pabrik berasap yang berdiri di kiri kanannya dulunya juga masih terbuat batu-bata dan kayu. Aspal ini masih tanah yang debunya akan terbang jika angin berhembus atau kereta kuda melintas. Pakaian semua orang, teknologi, politik, pemikiran manusia, hingga slang yang terus munculㅡsemuanya berubah dan ia mengikutinya dengan sangat lambat.
Sejujurnya Jiro tidak siap dengan perubahan itu, tapi ia mencoba untuk menyesuaikan. Ia mengikuti gaya bicara manusia yang terus berubah, ia belajar memahami setiap pemikiran pengunjung, obrolan di telivisi, radio, atau tulisan di koran. Mencoba mengerti pemahaman berbagai agama, dan etika-etika baru yang terus bertambah. Di balik kaca tokonya yang besar, mata abunya melihat dan mengawasi semuanya. Moskow telah berubah hingga ia menyadari kalau ia sendirian dalam perubahan itu dengan waktu yang sangat panjang.
Ia mengurung dirinya di dalam toko lebih lama dari semua orang pikirkan, dan hanya keluar sesekali untuk menghibur dirinya mendengar cenayang membaca garis-garis tangan, atau membeli makanan yang bahkan tidak berguna karena ia tidak pernah lapar. Ia menutup rapat rasa kesendiriannya yang perlahan terus mengeruak. Tapi perasaan itu terus naik ke permukaan hingga iaㅡ
Jiro tidak ingin memikirkan kata-kata Kakek sialan itu untuk saat ini.
Kedua telinga kembali ke realita. Mendengarkan suara-suara kendaraan, kikikan, gemuruh perbincangan manusia di jalanan, dan wanita di sebelahnya yang berceloteh perihal cermin yang ia bawa pagi tadi.
Tidak protes, hanya kesal kenapa baru membawa cermin yang sangat ideal untuk wanita itu. "Apa itu siasat orang berjualan, ya?" tanya Kira kosong pada udara. Celotehannya terdengar aneh di telinga Jiro. Sebab arahnya berubah dari musim salju Rusia yang di luar akal, beralih pada pakaian musim gugur, hingga kini topik Lapangan Merah di tengah kota. Katanya, wanita itu terlalu banyak melihat foto para calon pengantin yang mengambil foto pre-wedding di sana. Terlalu monoton.
Kenapa ia jadi banyak bicara begini?
Jiro tidak terbiasa dengan pembicaraan umum mereka. Harusnya mereka beradu mulut soal kontrak seperti siang tadi. Melempar umpatan, berakhir murka dalam pandangan. Tapi segera ia menyadari kalau bersama wanita itu, artinya ia akan melihat sifat yang lain juga. Seperti ini salah satunya.
Jadi, ia menyambut obrolan Lapangan Merah dengan gestur seorang pengajarㅡwalau di mata Kira itu seperti pemandu wisata yang sudah tua renta. "Sekitar dua ratus orang dikubur di pemakaman massal, termasuk politisi barat. Lokasi tepatnya di Tembok Kremlin."
Perbincangan kembali dilanjutkan, diselipkan hinaan ringan dari Kira.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top