M | 10 | About Barnerd
"Air liur." Jiro mengulang, lalu tertawa untuk kesekian kalinya. Tidak peduli pada tatapan heran semua orang yang ia lewati. "Sialan, jangan tertawa di sebelahku. Kau membuatku malu." Kira mendencak dan sedikit menjauh darinya. Tapi Jiro kembali mendekat.
"Aku hampir tertawa di depan wajah Elena karena kata-katamu." Jiro berusaha berbicara di sela-sela tawanya, sesekali memastikan kalau rahangnya masih pada tempatnya. "Dari sekian banyak alasan untuk menolak, justru alasan bodoh itu yang kau ucapkan."
"Aku memikirkan kemungkinan banyak hal yang dapat mengeluarkan kita dari ajakan itu, hanya itu di kepalaku." Kira menyipitkan mata ketika angin dingin menerpa wajahnya, kemudian mengerang frustrasi mengingat kata-kata bodohnya tadi. "Aku kehilangan wajahku sekarang."
Jiro melihatnya sebentar, ketika wanita itu melakukan hal yang sama, kembali ia tertawa. "Hentikan, sialan." Sekarang Kira mulai memukul bahunya yang sama sekali tidak terasa sakit baginya.
"Besok mereka akan melihatmu sebagai pembunuh serangga berjalan." Jiro membiarkan wanita itu terus memukulinya yang tertawa setidaknya sampai mereka memasuki supermarket yang ramai. Keduanya berhenti di depan pintu masuk untuk beberapa saat. "Apa kita sebaiknya pulang saja dan kembali ke sini besok hari?" tanya Jiro.
Saat memasuki supermarket, langkah Kira masih sedikit linglung karena pengaruh alkohol. Tapi wanita itu meliriknya dengan dengusan. "Diskon-diskon ini tidak akan menunggu sampai besok hari." Detik berikutnya, kembali ia tersandung dengan langkahnya sendiri membuat Jiro harus menarik syalnya yang hampir membuat dirinya kehilangan napas. "Berhenti menarik syalku."
"Jadi kubiarkan saja kau jatuh di lantai?" Jiro mengambil keranjang belanja dan mengulurkan satu lengannya yang bebas untuk wanita itu. "Pegang dan berjalan dengan benar."
"Kau menggodaku, produk lama?" tanya wanita itu dengan seringaiannya.
"Produk lama ini ingin memastikan anak muda sepertimu tidak terjatuh dan memalukan dirimu sendiri." Kira tertawa pada kata-katanya, kemudian wanita itu memegang lengannya dengan tenang. Mereka berjalan mengitari supermarket seperti pasanganㅡJiro menyadari hal menggelikan itu ketika menemukan dirinya bersama Kira berdiri terlihat seimbang dari pantulan kaca besar. "Kita masih punya stok pasta gigi, 'kan?" tanya wanita itu mengalihkan pikirannya.
"Tidak ada stok."
"Ada, sisa satu. Aku masih ingat dengan jelas."
"Itu sudah habis."
Dengan tawa sinis wanita itu bertanya, "Kau makan?" Tapi jawaban yang dihasilkan Jiro membuatnya terkejut dan menatapnya dengan rahang mengeras.
"Aku tidak sengaja membukanya. Kemudian terjatuh, lalu terinjak dan semua isinya habis keluar."
"Kau serius?"
Jiro melihatnya. "Ya." Lalu matanya bergeser ke arah lain. Enggan melihat tatapan amarah wanita itu.
"Bagaimana bisa kauㅡ" Kira menghentikan kata-katanya ketika ia menyadari beberapa pengunjung melihat ke arahnya karena nada tinggi yang ia hasilkan. Kira lalu menghembuskan napas dengan tangan yang menekan pangkal hidungnya sendiri dan mencoba untuk membuat hanya Jiro yang dapat mendengarkan perkataannya. "Kalau begitu kau harus menggantinya."
"Baiklah."
"Lima pasta gigi."
Jiro kembali melihatnya, kali ini dengan kedua mata menyipit. "Itu pemerasan."
"Tiga kalau begitu."
"Aku hanya merugikanmu satu pasta gigi."
"Di negaraku, mengganti barang dengan jumlah lebih adalah etika."
Jiro tertawa sinis selagi ia mengikuti langkah lawan bicaranya. "Konyol ketika aku mendengarnya di Rusia. Aku hanya akan mengganti satu pasta gigi, atau tidak sama sekali." Pria itu memberi ultimatum yang menyebalkan. Tapi Kira telah memikirkan hal lain untuk membuatnya kesal.
"Bantu aku."
"Apa?" Jiro melihat ke mana arah pandang wanita itu. Ia mengangkat kepalanya menemukan deretan kotak pasta mie di atas sana. "Mana yang kau inginkan? Aku akan mengambilnya."
"Berjongkok."
"Apa?"
Kira menatapnya dan sekali lagi mengulang kata-katanya, "Berjongkok. Aku akan naik di punggungmu."
"Tapi aku bisa mengambil dengan mudah hanya menggunakan satu tangan. Kenapa kau mempersulit keadaan?"
"Kau tidak bisa membandingkan harganya. Aku harus memastikannya sendiri dengan mataku." Wanita itu kemudian berdiri di belakang Jiro, memaksa kedua bahunya untuk membungkuk setelah ia melepaskan sepatunya sendiri. "Berjongkok. Cepat."
Sialan. Jiro mendesis merasakan kaki wanita itu yang menginjak punggungnya. "Orang-orang melihat kita, Kira. Ah, sialan aku sangat malu."
"Sebentar. Aku sedang melihat diskon." Kira mengusap dagunya dan berlama-lama di atas punggung pria itu. "Menurutmu pasta rasa ayam atau rasa keju?"
"Kau melihat diskon atau jenis rasanya?"
"Yang keju diskon, tapi harganya tetap mahal dari ayam. Bagaimana?"
"Apa aku harus terlibat dengan urusanmu di atas sana?"
"Kau tidak ingin mencoba pasta?"
"Kalau aku memilih, kau akan segera turun?"
"Tergantung."
"Ayam. Rasa ayam."
"Hmm."
Jiro berdecak ketika dua menit berlalu dan wanita itu masih di atasnya. "Kira, aku menahan malu sekarang." Ia menutup mata tidak sanggup melihat orang-orang menyembunyikan tawa mereka di sana melihat apa yang dilakukan dirinya bersama Kira. Ketika wanita itu turun dari punggungnya dan tidak menemukan pasta apapun di tangan wanita itu, ia bertanya, "Di mana pasta yang kau pilih?"
"Tidak ada." Kira mengerucutkan bibirnya. "Kau menekanku, membuatku bingung."
Tapi pada saat itu Jiro tahu Kira sedang mempermainkannya. "Kau mengerjaiku."
"Tidak," katanya dengan seringaian menyebalkan wanita itu. Lalu terdengar umpatan samar milik Jiro di sana. "Setelah kupikir ulang, lebih baik kita mengambil banyak cemilan untuk malam hari. Terlalu malas rasanya jika harus memasak pasta tengah malam." Kira membuat alasan walau Jiro telah mengetahui niatnya hanya untuk membuat pria itu kesal.
Selagi mendengarkan wanita itu terus berbicara, Jiro di belakangnnya membuat pengingat kalau dilain waktu ia akan menunggu wanita itu di depan supermarket, dan tidak akan membiarkan dirinya dipermalukan untuk kedua kali. Tapi ia menyela pembicaraan wanita itu ketika melihat sesuatu yang mengganggunya.
"Kapan terakhir kau mengganti kaus kakimu?" Mata abunya menyipit pada kaki wanita itu yang dijejeli sepatu kualitas standar.
Kira tertawa dan melihatnya untuk beberapa saat. "Apa kaus kakiku bau?"
"Kaus kakimu tidak layak dipakai." Jiro mengingat bagaimana wanita itu tidak peduli pada kaus kakinya yang bolong dan menggunakannya dengan bangga di dalam flat mau pun di luar. Padahal ketika mereka kali pertama bertemu wanita itu sangat malu menunjukkan itu padanya. "Selagi di sini kenapa kau tidak membeli kaus kaki yang baru?"
Satu jari Kira bergerak kiri dan kanan. "Tidak ada dalam list utama. Artinya, aku tidak terlalu membutuhkan. Tidak darurat."
"Tapi mataku yang tidak sanggup melihatnya."
"Apa itu jadi urusanku?" Kira menyibukkan dirinya untuk memasukan makanan ringan. "Kau lepas saja bola matamu."
"Aku belikan."
"Lebih baik kau berikan uangmu untuk membayar utang."
Jiro menggelengkan kepala bersama desahan panjang. Berdebat dengan wanita itu hanya akan membuatnya terus mengumpat hingga emosinya meledak. Ketika mereka telah mengisi keranjang belanja bersama satu pasta gigi baru, Jiro memberikan beberapa rubel-nya kepada Kira dan berpikir untuk keluar dari antrean pembayaran, tapi diurungkannya ketika tangan-tangan wanita itu kembali bergetar samar mengeluarkan selebaran uang pada sang Kasir yang telah menyebutkan total belanja mereka.
"Kau kedinginan?" tanya Jiro.
"Tunggu di luar," kata Kira dengan tenang.
"Kau yakin?"
"Kalau kau berdiri di situ lebih lama, kau akan menghalangi antrean." Kira menyadarkan Jiro kalau tubuhnya menghalangi barisan di belakang. "Aku tunggu di luar," kata Jiro.
Kira selesai memasukan semua barang belanjanya dengan tas belanja yang ia bawa, ia menghitung sisa uang pria itu lalu mengembalikannya ketika melihat pria itu di luar supermarket. "Sisa uangmu."
"Simpan saja." Jiro mengambil bawaan wanita itu dan memintanya untuk kembali berjalan dengan memegang satu tangannya yang bebas. Ia akan berbicara, tapi ponsel wanita itu berbunyi. Layarnya menunjukkan sebuah tulisan berbahasa Korea.
"Kenapa menolak telepon itu?" tanyanya ketika Kira mengetik sesuatu di ponselnya.
"Di sana masih jam enam pagi. Ibuku sangat sibuk menyiapkan sarapan dan hal lainnya." Jiro mengerutkan alisnya tidak mengerti pada alasan wanita itu, apa yang salah dari Ibu yang mengabari anaknya pada pagi hari di sana? Dan ia semakin bingung ketika wanita itu mengambil foto langit malam bersama gedung-gedung besar.
"Ibuku harus tahu, kalau di sini sudah malam. Kadang ia tidak tahu waktu malam dan siang di sini, padahal sudah kujelaskan."
"Bagian mana yang ia bingungkan?"
"Enam sore di sini terlihat seperti jam dua belas siang. Dan matahari tenggelam pada pukul sebelas malam."
Jiro mengangguk. Rusia memiliki waktu enam jam belakang daripada Korea Selatan, tapi ia tidak tahu kalau hal seperti itu masih cukup asing untuk belahan benua yang lain. "Apa kau kesulitan ketika pertama kali di sini?" tanya Jiro kemudian.
"Tentu saja. Jam tidurku rusak total." Kira memasukkan ponselnya ke dalam saku mantel dan meneruskan, "Butuh waktu satu bulan untukku beradaptasi dengan jamnya."
"Boleh kudengar alasanmu mengambil kuliah yang jauh dari tempat asalmu?"
Dapat Jiro lihat Kira sedang memikirkan jawaban dari pertanyaannya. "Mencari pengalaman baru," kata wanita itu beberapa saat kemudian yang tidak membuatnya puas.
"Dan pilihamu jatuh pada Rusia?"
Kira mengangguk. "Sulit sekali mempelajari bahasa Rusiaㅡpada awalnya. Terutama cara berbicara mereka, sangat cepat."
Jiro merasakan kedua tangan itu menggenggam lengan mantelnyaㅡseperti mencari kehangatan di sana. "Tapi bahasa Rusiamu saat ini sudah bagus. Walau kadang aku sering menemukan ada kekurangan pada pengucapan tertentu. Kemarikan tanganmu." Ia memasukan satu tangan Kira di saku mantelnya dan melihatnya dengan kedua alis naik turun. "Merasa lebih baik?"
"Tidak dengan tangan kananku." Kira mengangkat satu tangannya yang bebas. "Apa aku harus memelukmu dari belakang agar tanganku bisa masuk ke dalam sakumu?"
"Jangan mengajakku melakukan hal konyol seperti di supermarket tadi, Kira." Jiro tersenyum ketika wanita itu tertawa. Lalu pembicaraan beralih pada topik yang baru. "Namamu benar-benar Jiro? Maksudku dari kali pertama kau ada di dunia ini namamu adalah Jiro?"
"Tiba-tiba sekali." Jiro mengerutkan dahi tersenyum heran, tapi matanya melihat sekitar yang masih ramai bersama toko-toko yang terus buka hingga tengah malam. "Untuk sekarang namaku Jiro."
"Untuk sekarang?" Satu alis Kira terangkat. "Kalau begitu dulu namamu bukan Jiro?"
"Ya."
"Berarti imp tidak memiliki identitas tetap, ya?"
"Kalau aku memilikinya, manusia akan bingung kenapa aku hidup lama tanpa menua."
"Benar juga." Kira mengusap dagunya. "Wajahmu yang dulu juga berbeda?"
Jiro yang mengangguk membuat Kira semakin penasaran. "Aku jadi ingin melihat rupamu yang dulu." Tapi wanita itu mengubah arah pembicaraannya dengan cepat. "Untuk sekarang kenapa kau menggunakan nama Jiro?"
"Apa terdengar aneh?"
"Bagi seseorang yang bangga menganggap dirinya orang Rusiaㅡtentu saja." Jiro meliriknya dan ia meneruskan, "Tapi berhubung kau mengatakan kepada semua orang kalau Jiro Manaev adalah pria keturuan Rusia-Jepang, tidak masalah." Kali ini pria itu mendecak setelah melihatnya terkekeh.
Pada keheningan keduanya yang sementara, Jiro menyadari ia tidak tahu kenapa untuk saat ini ia memilih nama itu sebagai identitas barunya. Itu hanya muncul di kepalanya tiba-tiba, lalu ia mulai membayangkan fisik yang sesuai dengan nama itu. Tapi Kakek ituㅡ yang biasa ia dengarkan dengan setengah minat kata-katanya, memberitahu kalau setiap hal yang ia pilih dan lakukan ada alasannya. Ia tidak pernah memikirkan kata-kata ituㅡtidak sampai ketika Kira menanyakannya, membuat ia mulai menerka-nerka alasan di balik ia melakukannya.
Itu sedikit menganggunya sekarang.
Keduanya memasuki stasiun bawah tanah yang terlihat padat dengan orang-orang yang pulang dari pekerjaan mereka. Jiro memastikan tangan wanita itu masih ada di genggamannya dan berkata, "Ada hal yang aku kerjakan setelah iniㅡsetelah mengantarmu."
"Baiklah."
"Kau tidak bertanya lebih jauh?" Kira mengangkat pandangannya sehingga ia dapat dengan jelas melihat wajah Jiro ketika ia tidak mendapatkan kursi dan harus berdesakan bersama penumpang lain.
"Kenapa aku harus bertanya mengenai urusanmu?"
"Kau tidak peduli dengan urusanku?"
"Hah?" Kira tersenyum geli. "Arah pembicaraanmu agak aneh."
"Aku akan pergi beberapa saat, paling lama tiga jam." Pada akhirnya Jiro mengatakan jangka waktu ia pergi dengan urusannya itu kepada Kira. Setelah memastikan posisi wanita itu aman dari pencopet atau tangan-tangan nakal lainnya, ia melihat Kira yang menatapnya. "Kita tidak tahu kesialan apa yang terjadi padamu selama ada di dalam flat. Jadi jaga dirimu dan perhatikan sekitar."
"Kalau begitu aku akan langsung merebahkan diriku di ranjang dan tidak akan bangun dari sana sampai kau tiba."
"Dengan kaus kaki bolong itu?"
"Lebih baik daripada bersama Barnerd."
Jiro menutup mulutnya berusaha meredam suara tawanya. "Kau juga akan memilih kaus kakiku daripada Elena, betul? Kaus kakiku adalah pilihan terbaik, ah, seharusnya aku menggunakan kaus kakiku sebagai alasan menolak Barnerd."
Kira menyadari bahwa kata-katanya itu tanpa sengaja memalukan dirinya sendiri di depan Jiro. Namunㅡmungkin karena masih ada sisa-sisa alkohol terisi di tubuhnyaㅡia mulai sedikit meracau dengan bahasa Korea yang dimengerti Jiro.
Tapi Jiro tidak siap dengan kata-kata mengejutkan berikutnya.
"Kontrasepsi pria di saku mantel itu sudah lama. Sangat lama. Milik Barnerd."
"..."
"Aku pernah hampir tidur bersamanya. Ya, hanya hampir."
ㅡ
Wdyt about this edition? Feel free untuk memberikan kritik dan saran.
Thank you.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top