{ Bom Waktu }

Prompt for September 2024

Prompt : Cerpen yang mengandung kata; harapan, kertas, kematian.
Min : 500 words

=======================
=======================

⚠️ WARNING ⚠️

Cerpen ini mengandung isu kesehatan mental, jika kamu atau orang di sekitarmu mengalami hal serupa, segera konsultasikan dengan ahli.

~~~

Ada yang salah dengan diriku, tapi apa?

Pertanyaan itu sering muncul dalam kepalaku. Aku ingat diriku yang dulu adalah anak baik nan polos, memiliki hati nurani dan mimpi yang tinggi. Anak yang selalu dibanggakan oleh orangtuanya, selalu dipuji-puji oleh sanak-saudaranya.

Orangtua dan saudaraku tidak pernah memberikanku tekanan bahwa aku harus selalu sukses, mereka juga tidak akan menyalahkanku jika aku gagal. Tapi entah kenapa, translate dalam otak udangku berbeda.

Dengan pujian yang mereka berikan, dengan kebanggaan yang selalu mereka pamerkan, malah memberikanku tekanan bahwa aku harus menjadi anak yang sempurna. Aku tidak boleh gagal, aku tidak boleh memiliki kekurangan. Karena image-ku sudah dibangun sebagus ini, maka jika aku gagal, sama dengan akhir dari hidupku.

Pemikiran yang sangat berbahaya.

Sejujurnya, keluargaku bisa dibilang sangatlah harmonis. Jika dibandingkan dengan anak broken home lain, kehidupan keluargaku bagaikan surga bagi mereka.

Penghasilan ayahku mampu untuk membeli sebuah rumah jika ditabung dalam lima sampai enam tahun ke depan. Semua kemauanku selalu dituruti oleh ayahku.

Sayangnya, karena aku selalu dimanja membuat mentalku lembek. Saat beranjak dewasa, aku mulai melihat tabiat ayahku yang jelek. Ia suka menghamburkan uangnya, membuat kami tidak mampu menabung untuk membeli rumah sampai belasan tahun, ia suka terbuai projek dengan iming-iming untung besar! Membuat keluargaku terjerat utang sampai ratusan juta.

Selama ini aku terlihat biasa saja, aku sendiri percaya bahwa diriku tidak terganggu akan hal itu, aku tidak pernah mengeluh, dan menjalani hidup seperti biasa. Karena ibuku selalu berpesan untuk memaklumi keadaan, dan berharap suatu saat ayah akan berubah.

Tapi ternyata tidak, aku tidak baik-baik saja. Selama ini aku hanya memendam kekecewaanku supaya tidak membebani ibu, yang malah menjadi bom waktu.

Setelah ayah masuk penjara, keluargaku diusir dari rumah supaya keluarga dari ayah bisa membebaskan ayah dari penjara dengan uang hasil rumah yang disita.

Aku marah. Memikirkan adikku yang masih SD dan baru mau masuk SMP. Tega sekali saudaraku melakukan itu. Aku tidak masalah jika aku saja yang diusir atau bahkan dijadikan jaminan untuk bayar utang ayahku.

Tapi, aku tidak suka jika ada yang menyentuh ibu dan adikku.

Anehnya, ibuku bilang agar tidak dendam dan memaafkan mereka. Sangat sulit untuk melakukan itu, tapi baiklah, sekali ini saja kumaafkan, hanya saja, jangan harap aku akan lupa.

Aku adalah tipe orang yang jika sudah kecewa akan dendam, dan tidak akan pernah lupa. Bertahun-tahun sampai aku mau lulus SMA, ayahku tidak kunjung berubah, masih sama seperti dulu.

Membuat performa belajarku menurun, nilai ujianku turun drastis, dan sering terlambat. Di masa itu aku mulai merasakan ada yang salah dengan diriku, aku sadar, tapi aku tidak tahu cara menyembuhkannya.

Dan akhirnya saat kelulusan, aku yang biasanya menjadi murid terbaik, murid terpintar, murid teraktif. Tidak mendapat gelar apa pun.

Guruku sampai berkata, "Seharusnya kamu yang jadi murid terbaik saat kelulusan, tapi karena performamu menurun, hal itu tidak bisa direalisasikan."

Mendengar hal itu, aku hanya bisa terkekeh saja. Aku sendiri heran dengan diriku, kenapa aku bisa jadi seperti ini? Ke mana perginya anak baik yang selalu berprestasi itu?

Itu adalah titik di mana aku hancur untuk pertama kali. Aku kecewa pada diriku sendiri, aku marah pada diriku. Aku ingin memperbaikinya, tapi bagaimana caranya? Kenapa aku tidak memiliki semangat untuk memperbaiki diriku? Kenapa aku jadi malas begini? Apa yang terjadi?

Semakin kubertanya, semakin aku menyalahkan diriku sendiri. Aku ingin sekali menyalahkan lingkungan sekitar, aku ingin menyalahkan keadaan. Tapi aku adalah anak yang beruntung.

Aku tidak pantas bahagia, aku tidak pantas mengeluh. Ini semua salahku.

Aku tahu detik itu juga bahwa diriku sudah rusak. Aku berpikir, "Sepertinya dunia akan lebih baik tanpa diriku. Kematianku akan membawa kebahagiaan pada semua orang."

Setelah kelulusan, aku sempat menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan menyembuhkan mentalku untuk sementara waktu.

Saat itu kupikir, aku sudah sembuh sepenuhnya.

Tapi, tidak. Karena mentalku yang lemah, aku mudah hilang fokus dan berbuat kesalahan, membuat kontrak kerjaku tidak bisa dilanjutkan. Aku tidak berani mencari pekerjaan serupa, membuatku menjadi pengangguran selama satu tahun lebih.

Dan keadaan itu membuatku stres, melihat orang-orang seumuranku memiliki penghasilan stabil, aku kembali tertekan lalu menyalahkan diriku sendiri. Bahkan aku mengalami depresi selama tiga bulan.

Aku tidak memiliki minat untuk merawat diri, membuatku berhari-hari tidak mandi, apalagi menjaga kebersihan kamarku. Sampah di mana-mana, tapi aku tidak terganggu akan hal itu. Rambutku kusam dan lengket, tapi aku tidak peduli.

Hobi yang biasa kujalani seperti bermain game, membaca manga atau novel, menulis cerita, jadi tidak menarik di mataku. Hambar, hampa, aku tidak menikmatinya seperti biasanya.

Tapi di mata orang-orang, aku terlihat sangat normal. Aku menjalani aktivitas seperti biasa, saat bertemu atau berbicara dengan orang, ya seperti diriku biasanya, tidak ada yang berubah.

Beruntungnya, setelah tiga bulan aku bisa keluar dari fase itu. Mungkin istilahnya "hikikomori"?

Aku sendiri kaget karena aku yang memandang para "hikikomori" sampah masyarakat, ternyata aku pernah menjadi salah satunya.

Haha. Aku kembali menertawakan diriku sendiri. Ternyata aku belum sembuh, aku masih rusak sampai sekarang. Tapi, aku tidak punya harapan untuk kembali terjebak dalam fase menyedihkan itu.

Sehingga aku berinisiatif untuk mendatangi psikiater sendiri, tentu menemukan psikiater yang cocok tidak mudah, tapi setelah berobat beberapa kali, akhirnya aku menemukan psikiater yang cocok denganku.

Ia menyuruhku untuk menggambarkan perasaanku di sebuah kertas. Dan inilah yang kugambar :

Aku tidak tahu bagaimana gambar abstrak seperti ini bisa mendeskripsikan keadaan atau perasaanku. Yah, aku akan tahu di sesi konselingku selanjutnya.

=======================
=======================

Words : 900+

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top