MtW 8 - Permission
Tap vote sebelum baca yaaa... 🌟
Enjoy
.
.
.
♏️♏️♏️
Sejak berita Sari terkuak, sudah dua hari ini suasana kantor cenderung sepi. Pertama, tidak ada lagi teguran dari sekretaris manager sejak Sari dinonaktikan sebagai karyawan dan kedua, Pak Tama belum masuk kerja hingga hari ini.
Sejauh ini Pak Tama menginstruksikan melalui grup pesan dan mengirimkan data via email untuk menertibkan pekerjaan karyawannya. Tidak banyak informasi lebih jauh dari Pak Tama karena pribadinya yang tertutup dan cenderung tegas kepada bawahannya.
"lama lama bosen juga kalau kantor kayak gini" celetuk Mas Eko.
"bukannya Lo seneng bisa bebas ngecengin cewek divisi sebelah tanpa ada yang ngawasi yaaa...?" ujar mbak Laras menimpali.
"iya tapi tetep kurang greget kalau gak ada atasan ras... Lama lama rindu juga sama Sari yang suka ngomelin Gue" tambah Mas Eko yang dapat gerutuan dari karyawan yang lain.
"tampung sana anak orang" celetuk mbak Laras.
"gak ah... Udah second dia" jawab Mas Eko kemudian tertawa.
"astaga... Mulut Lo minta ditertibkan juga yaa..." mbak Laras dengan geleng gekeng kepala.
Jujur akupun merasakan demikian, meskipun atasanku terkadang suka memerintah tanpa berperikemanusiaan namun jika seperti ini suasananya juga tidak menyenangkan.
Sekilas memikirkan tentang Sari. Terlepas dari kesalahannya, jau sebelumnya aku pernah ada pada posisi tersebut namun bukan dengan jalan kebohongan sebagai alibi hingga merugikan orang lain. Semoga ia tidak mengambil jalan pintas dalam keadaan yang cukup sulit seperti sekarang ini.
Dering ponsel membuyarkan lamunanku.
Pak Tama menelepon,
"Iya Pak?" jawabku.
"bisa saya minta tolong untuk mengambil berkas di ruangan saya?" katanya.
"bisa Pak"
Setelahnya Pak Tama memberikan arahan untuk memasuki ruangannya dengan mata karyawan lain yang tidak lepas melihatku.
"baik Pak, akan segera saya antarkan" pungkasku begitu mendapatkan berkas yang dimaksud Pak Tama.
"Pak Tama yang telepon?" tanya mbak Laras saat melihatku keluar dari ruangan Pak Tama dengan membawa tumpukan sneil.
"iya mbak" jawabku membenarkan.
"mau diantarkan ke rumahnya?" tanya mbak Laras.
Aku kasih julukan karyawan terkepo untuk mbak Laras yang selalu ingin tahu segalanya.
"Iya, nanti minta tolong sama Pak Satpam dibawah" jelasku.
"kenapa gak Lo yang nganterin sekalian lihat gimana kabarnya Pak Tama setelah kejadian kemarin?" tanya mbak Laras.
Maksudnya apa coba?
"kenapa gak mbak Laras aja yang mengantar, karena kerjaanku masih menunggu untuk diselesaikan" jawabku seenaknya.
"Gue beneran kepo Nad. Kasian aja sama Pak Bos sampai difitnah gitu sama sekretarisnya, mana gak masuk kerja sampai dua hari" ujarnya.
Aku hanya mengendikkan bahu sambil merapikan tumpukan map ke dalam map plastik.
"atau kita jenguk aja ya Nad?" mbak Laras kembali memberikan opsi.
"emang Pak Tama sakit?" tanyaku.
"yaa gak tau... Bisa aja kan?" jawabnya yang tidak beralasan.
"mbak Laras ada ada deh, dua hari ini Pak Tama juga masih mantau kerjaan kita. Emang ada orang sakit masih bisa merintah kita sedetail itu pada karyawannya?" jelasku untuk menyalahkan dugaan mbak Laras.
"iya juga sih..."
"yaudah mbak, aku turun mau minta tolong anterin berkas dulu" pungkasku kemudian segera turun untuk meminta tolong mengantarkan berkas yang kubawa ke rumah Pak Tama.
♏️♏️♏️
Menjelang akhir pekan adalah hari yang paling ditunggu karyawan kantoran. Setelah satu minggu bekerja dari pagi hingga sore, bahkan kadang sampai larut malam kini saatnya memberikan waktu untuk menyenangkan diri sendiri.
Tidak banyak yang kulakukan, dari sabtu dan minggu kuhabiskan untuk melakukan aktifitas di tempat tinggalku meskipun tidak seperfeksionis seperti Wilda.
Sabtu pagi dimulai dari mencuci baju kotor dilanjut dengan membersihkan rumah seperti menyapu dan mengepel. Setelah itu membersihkan diri kemudian keluar area kontrakan untuk mencari sarapan.
Aku lebih suka untuk membungkus makananku ketika sedang sendirian seperti ini. Beda cerita jika ada mbak Laras atau Wilda, bersama mereka lebih menyenangkan jika makan di tempat sambil ngobrol ringan.
Matahari mulai meninggi ketika sedang merebahkan tubuh sambil menikmati tontonan tv siang hari. Tidak banyak pilihan chanel televisi selain cerita azab, berita dan serial hollywood yang tidak begitu kusuka.
Suara ketukan pintu sedikit mengagetkan ketika mata mulai terlelap. Melihat jam menunjukkan pukul satu siang pertanda durasi tidurku belum terlalu lama.
"sebentar" kataku sambil beranjak dari sofa.
Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui siapa orang yang datang disiang hari begini.
"bangun tidur?" sapanya.
"ketiduran lebih tepatnya, ada apa Pak Tama datang disiang begini?" tanyaku pada tamu yang berkunjung disiang yang cukuo terik.
"kamu tidak mempersilahkan saya masuk?" tanya Pak Tama tanpa menjawab pertanyaanku.
Dasar, kebiasaan.
"heh?"
"saya tamu disini" jelasnya kembali.
Tanpa memberikan jawaban kemudian kuberikan akses pintu agar dia dapat masuk. Pintu kontrakan kubiarkan terbuka sehingga angin dari luar agar bisa masuk kedalam.
"silahkan Pak" kataku sambil menyerahkan air mineral sesuai requestnya begitu dipersilahkan masuk.
"terimakasih" katanya sambil menerima botol air tersebut.
"Bapak baik baik saja?" tanyaku saat kami duduk bersebelahan.
"sudah jauh lebih baik" katanya menjeda, "bagaimana keadaan kantor selama saya tidak masuk?" tanya Pak Tama.
"boleh saya jawab jujur?" tanyaku kembali.
"buat apa saya harus mendengarkan kebohongan?"
Ya ampun, meskipun beberapa hari tidak bertemu ternyata tetap menyebalkan. Salah kayaknya mau ngajak sedikit bercanda.
"hari hari pertama cukup memyenangkan tanpa interuksi seperti biasa namun lama lama bosan juga" jelasku.
"jujur sekali"
"katanya tadi diminta jujur!" ujarku kesal dengan nadi sedikit lebih tinggi, begitu menyadari siapa lawan bicaraku langsung menutup mulut.
"eh, maaf Pak" kataku tidak enak padanya. Semoga tidak dibawa hati hingga mempengaruhi pekerjaanku.
"kamu gitu ya, kalau diluar kantor bisa santai dan jadi diri sendiri" katanya.
"ya kan didalam atau diluar jam kantor harus profesional Pak. Masa mau tampilan formal terus? Terkesan kaku sekali hidup" kataku sedikit menyindir lelaki yang duduk disampingku.
Pak Tama hanya berdehem sebentar, sedikit terusik dengan pembicaraanku.
"kamu sudah makan siang?" tanya Pak Tama kemudian.
"kebetulan saya mau pesen go food. Bapak mau?" tawarku padanya.
"saya pengen ngajak makan mie ayam yang pernah dipesan ketika saya menjenguk kamu beberapa waktu yang lalu" ajaknya sambil mengingat ingat.
Pas sekali...
"duh, kebetulan sekali Pak. Saya gak akan nolak" kataku sambil terkekeh.
Aku segera beranjak mengambil pouch berisi dompet dan hape kemudian menuju pintu karena Pak Tama sudah menunggu didepan.
"kamu serius pakai baju itu?" kata Pak Tama sambil melihatku dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Meneliti baju yang kupakai sejak tadi pagi, baby doll lusuh khas bangun tidur. Ya ampun...
***
"maaf, bukannya saya gak mau ngajak kamu dengan baju tadi. Cuma-" Pak Tama membuka obrolan ketika mobil melaju meninggalkan area kontrakanku.
Kenapa masih bahas baju yang kupakai tadi sih? Kesel.
"iya Pak, saya yang lupa masih pakai baju tidur" segera kupotong perkataannya.
Pakai diingetin pula, malu maluin aja.
Kulihat pria disampingku menahan tawa meskipun ia masih fokus dengan setir ditangannya.
Mangkuk milik Pak Tama sudah tersisa separuh sedangkan aku baru saja memasukkan suapan kedua. Sepertinya nafsu makan bossku sedang baik baiknya.
"mau nambah Pak?" tawarku padanya ketika kembali menyendokkan kuah mie ayam kedalam mulut.
"cukup Nad, ternyata lebih nikmat makan ditempat" jawabnya begitu berhasil menelan suapannya.
"Tapi ngantrinya yang lumayan. Beruntung kita kesini pas gak antri banget" jelasku padanya.
Kali ini tidak ada jawaban, Bossku benar benar menikmati makan siangnya.
"saya lihat Bapak sedikit kurusan ya" kataku saat mangkuk kami sama sama kosong.
"saya gak nafsu makan makanan rumah sakit Nad, mungkin karena itu jadinya kurusan" jelasnya.
Heh?
"Bapak habis opname?" tanyaku sedikit kaget.
"iya, kenapa?"
"ya ampun, kok sampai saya sama anak anak yang lain gak jenguk Bapak?" kataku tidak enak.
Apa apaan ini, anak buah yang tidak tau Bosnya sampai masuk rumah sakit.
"off the record ya... Cuma kamu aja yang tau" katanya sambil terkekeh menampilkan barisan giginya.
"kenapa?" tanyaku penasaran.
"ya karena gak ada yang tau selain ass. Rumah, HRD sama kamu aja. Off the record" ujarnya kembali menekankan diakhir perkataannya.
"orang tua Bapak? Atau keluarga yang lain?" tanyaku kembali.
"orang tua saya ada acara diluar kota selama beberapa hari. Dan sengaja gak ngabarin selama masih bisa saya handle sendiri" jelasnya.
Aku masih membisu tanpa menanggapi perkataan Pak Tama. Hampir satu minggu tidak masuk ternyata sedang sakit.
"kenapa? Kok kamu diem?" tanya Pak Tama.
"gak apa apa. Tau gitu saya gak ngebolehin Bapak makan mie" kataku tidak enak.
Kan gak lucu, baru sembuh langsung sakit lagi gara gara makan mie pinggir jalan.
"Saya cukup tersiksa dengan makanan rumah sakit selama dua hari. Jadi gak ada salahnya kalau hari ini aturannya bisa sedikit longgar" jelasnya.
"kemarin aja ngelarang" gumamku tidak jelas.
"kamu bilang sesuatu?" tanya Pak Tama yang mendengar gumamanku yang tidak jelas.
"heh? Enggak Pak. Kalau sudah selesai kita bisa pergi sekarang?" ajakku yang mendapat anggukan darinya.
Kami beranjak menuju mobil setelah Pak Tama membayar sejumlah uanh untuk menu makan siang kami. Rada aneh juga makan dipinggir jalan dengan mobil Land Cruiser di gang yang cukup sempit ini.
Kembali mengingat kondisi Pak Tama yang baru keluar dari rumah sakit, ada ketakutan jika nanti dia tiba tiba dia sakit kembali setelah makan dipinggir jalan seperti sekarang ini.
Tapi yaudah deh, gak peduli juga. Toh dia sendiri yang ngajak makan, sedikit jahat sama bos gak ada salahnya kan?
.
.
.
To be continued
♏️♏️♏️
With Love
Ayaya 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top