MtW 6 - Busy
Udah tap vote belum???
Enjoy
.
.
.
♏️♏️♏️
Hari sudah berganti pagi, keadaan tubuhku sudah jauh lebih baik hingga memutuskan untuk kembali masuk kerja. Aku masih tergolong karyawan baru jadi belum berani mengambil libur lebih lama lagi yang bersifat mendadak seperti kemarin terlebih kerjaan kantor saat ini cukup banyak.
Dan benar saja, hari ini disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk, padahal baru sehari tidak masuk kerja. Berbagai laporan dan input data harus segera diselesaikan sesegera mungkin, belum lagi ajakan Pak Tama untuk membahas hasil meeting kemarin yang sempat tertunda.
Jam menunjukkan pukul tiga sore dan pekerjaanku masih separuh jalan. Hari ini kantor terasa sibuk, tidak ada acara ngobrol sama sekali antara karyawan satu dengan yang lainnya. Akhir bulan selalu begini.
Mbak Laras menendengus berkali kali dengan mengeluhkan kinerja komputernya yang lambat. Sikap uring uringannya sesekali menjadi santapan empuk Mas Eko yang notabenya suka menggodanya hingga membuat mbak Laras semakin naik pitam.
"eh, itu mulut diem ya... Bentar lagi jam pulang dan Gue gak mau terlambat gara gara ngeladenin ocehan Lo yang unfaedah" katanya pada Mas Eko yang masih menyalahkan mbak Laras karena kinerja komputer yang menghambat.
"tapi bener kan... Lo sukanya browsing yang enggak enggak sampai komputer Lo heng kayak gitu" goda Mas Eko kembali.
"otak Gue gak semesum elo ya Ko" sergah mbak Laras.
"sesama punya otak mesum jangan begitulah" celetuk karyawan yang lain hingga mengakibatkan gurauan dipenjuru kantor.
Melirik kearah kubikelnya Sari, aku masih penasaran dengannya. Hari ini terlihat begitu pendiam berbeda dengan hari biasanya. Padahal ketika kondisi kantor yang gaduh akibat celetukan karyawan lain dengan sigap ia selalu menegur namun kali ini ia jauh berbeda.
"Sari kenapa mbak?" tanyaku pada mbak Laras yang masih mendumal.
"ya gitu... Sejak dipanggil Pak Bos kemarin jadi pendiem"
Aku mengangguk sekali dan kembali fokus pada pekerjaanku.
***
Keesokan harinya dengan kesibukan yang sama...
"Nad, nanti setelah makan siang kamu ikut Pak Tama meeting" kata Sari saat aku baru saja memasuki ruangan kerja.
Pagi ini keadaan kantor cenderung sepi karena belum memasuki jam kerja. Akupun heran dapat menemukan Sari pada jam pagi seperti kali ini.
"aku?" tanyaku sambil menunjuk diri sendiri.
"lanjutan meeting kemarin yang kamu diajak Pak Tama" jelasnya.
Sepertinya perbincangan kemarin selepas pulang kantor sudah cukup menjelaskan poin perpoin pada Pak Tama dan juga Sari sebagai sekretarisnya. Kukira setelahnya tidak akan terlibat lagi dalam proyek yang skalanya cukup besar bagi perusahaan ini.
"kamu gak salah kalau aku masih ikut serta dalam proyek ini Sar?" tanyaku memastikan kembali.
Bukannya suudzon, bisa saja Sari mengerjaiku seperti tempo hari kan?
"aku mundur, lagi pula Pak Tama masih kekeh untuk ngajak kamu. Jadi, daripada aku maksa ikut kenapa gak kamu aja? Bukannya tujuan kamu ikut andil dalam proyek itu buat menggeser tempatku?" katanya yang membuat mataku membulat tidak percaya dengan penuturannya.
"ini anak bukannya berterimakasih dibantuin malah nuduh yang enggak enggak sama Nadia" kata seseorang menginterupsi.
Mbak Laras muncul dari belakang ketika obrolanku mulai memanas dengan Sari.
"gak usah ikut campur deh... Ini urusannya dengan Nadia" sergah Sari sambil mengacuhkan mbak Laras.
"Gue heran yaa... Kok Pak Tama bisa ngerekrut Lo sebagai sekretaris dengan standar Lo yang dibawah rata rata" ujar mbak Laras dengan tensi yang tinggi.
"gak usah bawa bawa standar karena jelas aku yang lebih diatas kalian" Sari tidak mau kalah.
"what? Gak salah? Terus kenapa proyek ini dikasihkan Nadia kalau dirasa Lo lebih mampu?" mbak Laras menimpali.
Aku hanya memijit pangkal hidungku yang mulai pusing dengan pembicaraan pagi ini.
"mbak, udah..." aku menengahi.
"gak bisa Nad, nih anak sudah keterlaluan" tolak mbak Laras.
Sari melenggang pergi begitu saja begitu karyawan yang lain satu persatu datang. Tidak lucu juga jika sepagi ini drama pertengkaran Sari dan mbak Laras jadi topik viral hari ini.
"entar Gue lanjutin lagi Nad, jangan nyerah Lo" ujar mbak Laras begitu ia menduduki kubikelnya yang berada tepat disampingku.
"yaudah mbak, gak usah diurusin" tolakku tidak setuju jika masih diperpanjang.
"enak aja... Dia udah dibantuin bukannya terimakasih malah nuduh yang enggak enggak" mbak Laras tidak terima.
"ngobrolin apa sih kalian? Udah rame aja pagi lagi" tanya Mas Eko yang melihat kami sedari tadi mengobrol.
"gak usah kepo" kata mbak Laras ketus.
Satu bulan ini cukup direpotkan dengan dua pekerjaan sekaligus. Pertama tugas utamaku sebagai accounting cukup menguras tenaga dan pikiran dan kedua tugas tambahanku sejak diajak pak Tama mengikuti meeting yang membahas tentang proyek perusahaan.
Waktu dan tenagaku cukup terkuras sebulan terakhir ini sebelum kata deal terucap untuk proyek perusahaan yang membuatku ikutserta andil didalamnya. Tugas yang semula menjadi tanggung jawab Sari dilimpahkan kepadaku, sedangkan Sari hanya duduk manis di balik meja sekretaris.
***
Hari ini menjadi hari yang ditunggu oleh para karyawan, apalagi kalau bukan memasuki tanggal gajian tiap awal bulan. Melihat digit angka yang masuk melalui rekening masing masing menjadi hal yang menyenangkan setelah satu bulan berkutat dengan pekerjaan.
Pun yang terjadi denganku, senyumku tersungging begitu melihat nominal angka yang masuk menjadi dua kali lipat sejak ikut dalam proyek yang cukup melelahkan.
"traktiran nih" goda mbak Laras yang melihatku sedang mengecek mobile banking.
"gado gado depan kantor aja ya mbak?" ajakku padanya.
"apa apaan? Gaji nambah masa cuma traktiran gado gado didepan?" mbak Laras tidak terima.
"kayaknya ada yang bahas traktiran nih... Mau dong?" mas Eko tiba tiba berada ditengah tengah kami.
"kapan yaaa... Elo gak ikutan perbincangan Gue sama Nadia?" ujar mbak Laras kesal pada mas Eko.
"gak apa apa kan Nad?" Mas Eko sambil menaik turunkan alisnya menggodaku.
Aku hanya tersenyum geli melihat kelakuan partnerku. Doain mereka jodoh jangan?
***
Weekend kali ini sudah ditemani Wilda sejak pagi. Kami sarapan bersama dengan menu pecel yang dibawakan Wilda. Heran kenapa ini anak suka banget sama menu satu ini.
"Pak Satya berapa hari perginya?" tanyaku begitu menelan suapan pertama.
"lusa juga pulang. Eh iya, gimana kerjaan Lo?" Wilda berbalik tanya.
"baik dan cukup menguras waktu dan tenaga" jawabku singkat.
"jadi ikut bagian dari proyek Pak Tama?" tanya Wilda yang sempat kuberi tahu beberapa waktu yang lalu.
"iyalah... Sari gak profesional gitu" kataku sedikit kesal jika mengingat awal mula ikut serta meeting dan membuatku terlibat dalam proyek perusahaan.
"emang dasar dianya gak berkompeten. Asal Lo tau ya... Dia tiba tiba jadi sekretaris itu karena gantiin kakaknya yang resign, alasannya ia sudah paham tentang jobdesk dari kakaknya... Gak elite banget itu alasan" jelas Wilda panjang lebar.
"masa sih? Gak lewat HRD gitu?" tanyaku tidak percaya.
"lewat HRD, cuma gak tau gimana itu bisa lolos dengan kemampuannya yang seperti itu" ujar Wilda.
"bahasan Lo gak beda jauh sama mbak Laras kalau bahas tentang Sari ya" kataku sambil terkekeh mengingat ekspresi mbak Laras kalau membahas Sari.
"Gue ketularan mbak Laras, btw" ungkapnya sambil tertawa.
Tiba tiba Wilda membungkam mulutnya kemudian berdiri dan berlari menuju kamar mandi. Cukup lama dia berada disana hingga membuatku khawatir.
"Lo kenapa Wil?" tanyaku sambil mengetuk pintu kamar mandi.
Tidak lama Wilda keluar dengan wajah pucat pasi.
"gak tau nih... Beberapa hari ini kayak gini terus kalau selesai makan" katanya sambil mengelap mulut menggunakan punggung tangannya.
Mencoba memapahnya untuk duduk bersandar di sofa panjang ruang tamu, kemudian membuatkannya teh hangat.
"pahit amat Nad, gula Lo habis?" katanya yang masih sempat mengomeliku.
"sengaja memang dibuatkan tidak terlalu manis, habisin deh... Semoga mualnya berkurang" titahku dan diturutinya.
"udah coba cek?" tanyaku setelah ia menyisakan separuh dari isi mug berisi teh.
"cek apaan?" tanya Wilda.
"pakai testpack" jawabku.
"hah?" Wilda sedikit kaget.
"jangan pura pura bodoh, kayak gak tau aja... Lo lagi gencarnya program hamil, siapa tau aja udah ada rizki ada janin yang tumbuh" kataku padanya.
"Gue takut nih" katanya.
"takut gimana? Yang sedang kalian tunggu kan? Keluarga besar Lo juga" tanyaku sedikit heran.
Wilda mengangguk pelan.
"udah telat haid belum?" tanyaku lagi.
"minggu depan baru masuk tanggalnya"
"yaudah, sampai minggu depan belum datang bulan segera test ya... Biar segera ketahuan penyebabnya, atau besok pagi aja di test siapa tau udah kelihatan meskipun belum begitu kentara garisnya karena masih muda banget usia janinnya" jelasku panjang lebar dan mendapat anggukan dari Wilda.
Kulihat Wilda kurang nyaman saat aku mencoba untuk menjelaskan sedikit banyak dari hal yang kuketahui. Ya walaubagaimanapun ia mengetahui bagaimana aku mempunyai kenangan buruk tentang hal yang berbau kehamilan.
Sampai saat ini trauma itu masih ada dan tidak dapat dipungkiri sejak kembali ke Surabaya kenangan itu sering muncul tiba tiba. Harapanku masih sama, semoga sosoknya tidak akan kutemui lagi untuk kembali menghantui kehidupanku yang pernah dihancurkannya... Semoga...
.
.
.
To be continued
♏️♏️♏️
With Love
Ayaya 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top