MtW 46 - Found me

Tap votesnya dulu boleh??? 🌟

Enjoy

.
.
.

♏♏♏

Bulan kedua masih dengan rutinitas baru di pesisir kota Lamongan. Dan pada hari ini aku mengambil cuti setelah hampir satu bulan lebih tidak mengambil jatah liburku sama sekali. Kali ini pun mengambil cuti diluar weekend atau tanggal merah karena pengunjung tidak terlalu ramai juga dengan harapan tidak ada masalah yang berarti di kafe.

Jumat pagi sudah berada disebuah pantai pasir putih yang memberikan pemandangan sunrise dari balik tanjung kodok yang terlihat sangat eksotis. Air laut sedang surut hingga ada beberapa pengunjung dari warga yang sedang berjalan menyusuri bebatuan karang hingga terlampau jauh ke utara.

Pandanganku menerawang tanpa fokus yang jelas dengan semilir angin pesisir yang tidak terlalu kencang ketika pagi. Menarik nafas panjang sebelum menghembuskannya perlahan dengan harapan agar kecemasanku akhir akhir ini dapat sedikit terurai, namun sepertinya tetap sama saja karena tidak ada perubahan yang cukup signifikan.

Banyak dari pengunjung yang mulai meninggalkan pantai karena cuaca cukup terik saat matahari mulai meninggi. Melirik jam di pergelangan tangan kiriku yang menunjukkan pukul setengah delapan pagi, setelah merasa cukup untuk menikmati pantai pagi ini kemudian segera beranjak kembali menuju kos.

"makasih lho mbak sarapannya" ujar Ike saat kami sedang menikmati sarapan bersama.

Saat perjalanan kembali menuju kos sengaja menyempatkan untuk membeli dua bungkus nasi pecel untuk sarapanku bersama Ike.

"iya sama sama, ohya kurang kurangin kamu ghibah kayak semalam ya" ujarku mengingatkan kepada Ike yang sedang menikmati sarapannya.

"ya ampun, cuma sama mbak Nadia aja kok" katanya sedikit kaget karena aku masih saja membahasnya.

"iya tetep aja nggak dibenarkan" kataku kemudian.

"yes, madam" jawabnya sambil menyengirkan barisan giginya.

Aku terhenti ketika Ike mengatakanku dengan sebuah panggilan yang sering seseorang katakan kepadaku saat sedang menasehatinya.

Tck, bagaimana bisa aku berfikir dengan menyamakannya.

"habiskan sarapan kamu dulu baru main hape" tegurku saat melihat Ike sedang memainkan ponselnya.

"lagi kepoin instagramnya Stefy mbak. Ini orang paket lengkap bener deh, cakep iya, tajir juga, makin populer, ini ditambah cowoknya ganteng amat. Pasti cowoknya bukan orang sembarangan kalau modelnya sekelas Stefy" jelas Ike yang membuatku menghentikan suapanku.

"Stefy siapa?" Tanyaku sambil menebak nebak.

"brand ambassador ***** terbaru mbak, dia posting foto di feed instagramnya. Acara tunangan siapa ini?" Jelas Ike kembali.

"coba lihat" pintaku dan segera Ike memberikan ponselnya.

Hatiku mencelos saat melihat foto pertunangan mewah Sherin dengan Dito. Sebentar, yang menjadi fokus utamaku ketika disana juga ada Mas Tama yang bersebelahan dengan Stefy juga ada tante Gina. Melihat postingan Stefy kali ini membuatku semakin yakin bahwa keputusanku sejauh ini sudah tepat. Dengan merelakan Mas Tama kini ia sudah hidup dengan benar, karena sejak awal pun Mas Tama sudah sama sama cocok dengan Stefy, dari segi apapun mereka sangat serasi.

Aku tersenyum sambil berkaca pada diri sendiri yang masih larut dalam pikiranku sendiri. Mas Tama sudah berada dalam keadaan yang baik disana bersama Stefy, dan semua itu semakin membenarkan perkataan Sherin yang sempat ia ucapkan kepadaku. Kami berbeda kasta.

***

Keesokan harinya,

Jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Pegawai yang lain sebagian sudah meninggalkan kafe sedangkan aku masih menunggu Ike yang berkutat dengan rekapan harian, karena hari ini merupakan akhir pekan jadi kafe masih ramai hingga jam tutup.

"Pelan pelan ngitungnya, aku tungguin sampai selesai Ke. Jangan sampai salah hitung, nanti kamu juga yang repot" jelasku ketika melewati meja kasir dimana Ike sedang sibuk sibuknya.

"Iya mbak, makasih ya... gak apa apa kita pulang sedikit larut?" Tanya Ike merasa tidak enak.

"Gak apa apa, kayak lagi sama siapa aja kamu" ujarku santai,

"Mbak keluar bentar ya Ke" kataku sambil berlalu.

"Okey mbak" jawab Ike tanpa melihat kearahku.

Kesibukan ketika weekend ditambah dengan long holiday memang membuatku dengan karyawan lain cukup sibuk, semua meja selalu penuh hingga jam operasional tutup. Ketika ramai seperti hari ini aku juga ikut membantu bagian kasir saat Ike mulai kewalahan juga saat ia meminta break untuk istirahat sholat dan makan.

Malam ini penerangan lampu di area kafe hanya terdapat di area luar saja. Karena setelah area dalam dibersihkan kemudian lampu dimatikan semua, kadang juga ada karyawan laki laki yang tidur disini. Saat berjalan menuju area luar kafe dengan sedikit peregangan sambil menikmati udara malam yang semakin dingin.

Dari arah parkir yang terletak sedikit lebih jauh dengan pencahayaan yang kurang, netraku menangkap seseorang sedang berdiri dengan bersandar didepan kap mobilnya, meski dalam pencahayaan yang sedikit remang aku bisa melihat ia sedang menatap kearahku, dan kupastikan bahwa aku sangat sangat mengenalnya.

Antara percaya dan tidak, nyatanya malam ini ia telah menemukanku disini.

"Mas Tama? Itu kamu?" Tanyaku peelahan saat mendekati ke arahnya.

Hingga sebulan berlalu, sosok laki laki yang masih menjadi fokus dari pikiranku kini sedang berjalan mendekat kearahku hingga semakin memperpendek jarak diantara kami. Benar, ini Mas Tama namun dalam kondisi yang sangat berbeda dengan Mas Tama yang selama ini kukenal.

Ia terlihat, berantakan.

"Hai Nad?" Sapanya yang terdengar lirih sambil berusaha tersenyum dengan tatapan sendunya.

Aku tersenyum dengan ekspresi belum percaya jika sekarang berhadapan dengan Mas Tama. Hampir saja satu butir air lolos dari ujung mataku tanpa bisa kutahan, refleks aku menunduk untuk membersihkannya dengan harapan cahaya temaram di area parkir ini dapat menyamarkan ekspresi wajahku yang tidak dapat diajak kompromi.

Aku benci mengatakan ini, namun tidak dapat dipungkiri bahwa aku merindukannya.

"Kamu sudah lama disini?" Tanyaku setelah berusaha menguasai sisi hatiku.

"Lumayan, asal bisa melihat kamu" jawab Mas Tama dengan senyum yang tetap tersungging dibibirnya.

"kenapa gak masuk aja tadi?" Tanyaku kemudian.

Mas Tama menggeleng,

"Nunggu kamu" jawabnya yang terdengar lirih.

"Kamu sudah makan Mas?" Tanyaku khawatir saat melihat wajahnya sedikit pucat.

Mas Tama tersenyum tanpa menjawab pertanyaanku,

"Mbak Nadia, aku udah- eh?" Ike datang dari arah belakangku dengan sedikit terkejut.

"Kamu sudah selesai Ke?" Tanyaku kepadanya.

"Udah mbak, tapi ini?" Jawab Ike sambil melirik kearah Mas Tama.

"Bisa tunggu sebentar lagi Ke?" Pintaku.

Ike mengangguk,

"Kalian pulangnya bareng?" Tanya Mas Tama tiba tiba.

"Kami satu kos" jawabku.

"Boleh saya saja yang antar Nadia pulang?" Kali ini Mas Tama bertanya kepada Ike.

Ike menatap kearahku dan kujawab dengan anggukan sekali dan ia dapat mengerti dari apa yang kumaksud.

"Yaudah, aku balik duluan ya mbak. Didalam masih ada Tio sama Ikmal mau nginep sini katanya" jelas Ike kepadaku.

"Iya, kamu hati hati di jalan ya" kataku.

"Siap. Ohya nanti Mas nya antar mbakku yang cantik dengan selamat sampai kosan ya" ujar Ike kepada Mas Tama.

Mas Tama mengangguk kemudian Ike segera berlalu menuju parkiran karyawan untuk mengambil sepeda motornya.

"Bisa ikut aku kedalam Mas" pintaku kepada Mas Tama.

Tanpa menunggu jawaban Mas Tama kemudian segera memasuki kafe, dapat kurasakan Mas Tama mengekoriku memasuki kafe kemudian menuju dapur utama.

"Masih ada bahan bahannya kan mal?" Tanyaku pada Ikmal yang masih berada didalam dapur, ia sedikit terkejut melihat ada laki laki berjalan di belakangku.

"Eh, ada kok mbak. Baru aja aku rapihin bahan bahan kedalaman kulkas" jawab Ikmal sambil mencuri pandang kepada laki laki yang berada dibelakangku.

"Ohya, ini tamuku dari Surabaya. Setelah kami makan nanti segera balik, kamu dan Tio bisa istirahat" jelasku kepadanya.

"Siap mbak" ujar Ikmal kemudian ia segera meninggalkan dapur.

"Duduk Mas" kataku mempersilakan Mas Tama untuk duduk di kitchen stole.

"Kamu terlihat akrab sekali dengan pegawai disini" ujar Mas Tama sambil duduk.

"Rata rata pegawai disini lulusan SMA, dan sudah kuanggap seperti adikku sendiri Mas. Mereka juga sangat menghormatiku" jelasku menjeda,

"Aku buatan teh hangat buat kamu sambil nunggu aku masak, gak apa apa kan kali ini makan nasi goreng aja?" Lanjutku sambil mulai menyeduhkan teh kepada Mas Tama.

"Iya gak apa apa" jawabnya yang masih saja melihatku dengan yang intens hingga membuatku sedikit salah tingkah.

"Diminum Mas, aku masak sebentar" ujarku sambil memberikan sebuah mug berisi teh manis hangat.

"Nad?" Panggil Mas Tama saat aku baru saja akan beranjak.

"Ya?"

"Terimakasih" cicitnya kemudian menyeruput teh hangatnya.

Aku mengangguk sekali kemudian menuju kulkas mengambil bahan bahan yang diperlukan untuk membuat satu piring nasi goreng.

Dan,

Pada kenyataannya keinginanku untuk menghindarinya tidak sinkron dengan tindakanku malam ini. Satu bulan menjadi hari hari yang berat untuk berusaha melupakannya nyatanya luruh dengan pandangan sendunya ketika mata kami bertemu malam ini.

Entah kenapa tatapannya malam ini sangat berbeda, Mas Tama yang kukenal benar benar berbeda dengan Mas Tama yang kutemui malam ini dengan keadaan yang cukup berantakan. Banyak yang ingin kutanyakan kepadanya namun urung kutahan, wajah pucatnya mengingatkanku bahwa ia mungkin saja belum makan hingga selarut ini.

Semoga pertemuan kami malam ini tidak menjadi pertanda yang buruk setelah ini, meskipun pertanda baikpun tidak banyak kuharapkan pada hubungan kami sejak aku memilih untuk meninggalkannya satu bulan yang lalu.

.
.
.

To be continued

♏♏♏

Jangan lupa follow aku diakun sosmed yang lain yaaa...

WP, Ig, Dreame : Ayaya2211

Terimakasih.

Ayaya 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top