MtW 43 - Where's Nadia?

Tap votesnya dulu boleh??? 🌟

Enjoy

.
.
.

♏♏♏

Sepertinya tidak ada lagi hari tenang dalam hidupku. Sampai tiga hari sejak Nadia menghilang aku masih saja mencari informasi sekecil apapun tentangnya. Seperti sore ini aku sedang menuju salah satu tempat yang aku yakin akan menemukan sedikit informasi tentang Nadia.

Sesampainya disana, bukan sahabat dekat Nadia yang kutemui tapi suaminya. Kami mempunyai cerita masa lalu yang cukup complicated, hingga kali ini Ia memandangku penuh tanya tentang kadatanganku yang datang secara tiba tiba ke rumahnya terlebih untuk menemui istrinya. Saat aku berusaha akan menjelaskan ia memotong obrolanku dan mengajakku untuk menjauh dari pintu rumahnya.

"Sorry, saat ini Wilda gak bisa diganggu. Kalau ada sesuatu yang mendesak bisa sampaikan kepadaku saja" katanya dengan tenang saat kami berada di area carport rumahnya.

"Nadia menghilang" kataku to the point.

Kulihat Satya mengerutkan keningnya dengan penuh tanya,

"Kok bisa? Weekend kemarin Wilda masih sempat bilang sama aku kalau kalian lagi liburan" katanya dengan raut wajah kaget dan tidak percaya secara bersamaan.

"Betul, dan besoknya ia menghilang" ujarku sambil menghembuskan nafas kasar.

Setelah melihat ekspresi Satya saat ini dapat kupastikan ia tidak mengetahui apapun informasi tentang perginya Nadia yang mungkin saja diceritakan oleh Wilda, istrinya.

Pupus sudah harapanku.

"Gak ada kecurigaan apapun kenapa bisa Nadia tiba tiba menghilang?" Tanya Satya kepadaku.

Aku menggeleng,

"Gak ada sama sekali. Memang beberapa hari ini aku disibukkan dengan kegiatan perusahaan yang membuatku sering keluar kota namun selama itu komunikasi kami baik baik saja-" kataku terputus seakan menangkap suatu kajadian ketika terlibat obrolan dengan Nadia beberapa waktu yang lalu.

"Kenapa?" Tanya Satya saat mengetahui perubahan dalam mimik wajahku.

"Bisakah aku meminta tolong jika ada sedikitpun informasi tentang Nadia segera kabarkan kepadaku?" Kataku tanpa menjawab pertanyaannya.

"Sudah coba cek ke rumahnya yang di Jogja?" Tanya Satya.

Aku mengangguk, setelah Nadia menghilang tujuan pencarian pertamaku adalah rumah kedua orang tuanya.

"Kamu tau rumahnya Nadia?" Tanya Satya kembali menyelidik.

"Jabatanku sebagai direktur diperusahaan tempat Nadia bekerja rasanya cukup mudah untuk mengetahui biodata lengkapnya" jawabku sesumbar, rasanya semakin kesal saja mendengar pertanyaan demi pertanyaan dari Satya.

"Dan hasilnya?" Tanya Satya lagi,

"Kupastikan Nadia tidak berada di rumahnya" jawabku jujur.

Kulihat Satya mengangguk ragu,

"tapi untuk yang satu ini aku tidak yakin karena Nadia cukup tertutup jika ia sedang menghadapi suatu masalah" katanya kembali meragukan.

Sedikit banyak Satya pasti mengetahui tentang Nadia, sahabat dari istrinya.

"Aku tau, tapi kali ini aku bener benar minta tolong Sat" kataku memohon,

"Apa sekarang kamu benar benar serius dengan Nadia?" Tanya Satya yang membuat kesabaranku hampir habis.

Pertanyaan macam apa ini, rahangku mulai mengeras setelah mendengar jenis pertanyaan tidak berguna disaat keadaan seperti ini.

"Apa kali ini aku terlihat sedang bercanda?" Tanyaku berbalik dengan nada lebih serius dengan menatapnya lekat lekat.

"sorry, aku hanya memastikan saja" ujarnya sedikit tidak nyaman.

"Aku benar benar bisa gila" kataku frustasi sambil mengumpat pelan.

"Cari tau dulu apa penyebabnya, biar kamu bisa mencari jalan keluarnya" kata Satya.

"Aku tau," jawabku tegas.

Setelah kembali meminta bantuan kepada Satya kemudian segera meninggalkan rumahnya. Jangan lupakan pertanyaan konyol dari orang yang terkenal dengan otak se cemerlang Satya, bukan membantu malah semakin membuatku tersulut emosi.

***

"Mas, kamu dari mana?" Suara Mama menginterupsi begitu akan melangkahkan kaki menuju tangga menuju lantai dua.

"Dari rumah Satya Ma" jawabku urung meneruskan langkahku kemudian mendekati Mama yang sedang duduk menikmati teh di pantry.

"Satya temen SMA kamu dulu?" Tanya Mama memastikan.

Aku mengangguk, hampir semua temanku SMA ku banyak yang dikenal Mama. Apalagi hubunganku dan Satya waktu itu tergolong akrab hingga sering beberapa kali berkunjung ke rumahku.

"Apa kabar dia? Lama sekali kamu tidak bercerita tentang lelaki yang menjadi saingan kamu waktu itu" tanya Mama membuka obrolan dengan menyuguhkan teh hangat kepadaku.

"Mama masih ingat saja" ujarku sambil terkekeh.

Mama tersenyum sedikit menggoda,

"Sudah menikah?" Tanya Mama kemudian.

"Sudah, sedang menunggu kelahiran anak pertamanya" jawabku kemudian menyerupu teh chamomile kesukaan Mama hingga terasa hangat di tenggorokanku.

"Duh, senangnya menunggu kelahiran anak pertama" kata Mama yang membuatku sddikit tersentak.

"Eh, tapi kamu jangan beranggapan Mama menekan kamu untuk segera menikahnya Mas. Meskipun jujur Mama juga ingin segera menggendong cucu dari anak satu satunya Mama" jelas Mama sambil tersenyum hangat.

Aku membalas senyum wanita cantik di depanku, cinta pertamaku yang tidak pernah menuntut balas.

"Doain ya Ma" ujarku yang dipenuhi banyak harapan disana.

"Selalu Mama doain, jangan ragukan itu. Yang terpenting sekarang kamu baik baik saja sama Nadia dan arah hubungan kalian serius dan jelas" pesan Mama dengan nada lembut namun penuh makna.

"Iya Ma, berkali kali bahkan sebelum officially sama Nadia kan Mama sudah mengetahui gimana cintanya Gilang sama Nadia" ingatku kepada Mama.

"Iya Mama percaya, anak Mama satu satunya pasti akan melakukan yang terbaik untuk orang yang disayanginya. Mama contohnya" kata Mama sambil mengelus rambutku pelan.

"Mama bahagia selama ini? Terlebih setelah Papa tiada?" Tanyaku perlahan.

Mama sedikit terkejut atas pertanyaanku, namun tidak berselang lama ia kembali dengan senyum hangat yang selalu menenangkan. Jujur sejak Papa meninggal banyak ketakutan dimasa depan yang akan kuhadapi, salah satunya tentang kehidupan Mama.

"Mama bahagia Mas, kamu jangan khawatirkan tentang Mama. Harus kamu ketahui, keinginan semua orang tua didunia ini cuma satu, yaitu melihat anaknya bahagia. Jadi jawaban pertanyaan yang selalu kamu ulang ulang itu jelas, raih kebahagiaan kamu Mas. Karena dengan begitu Mama akan jauh lebih tenang dan ikut berbahagia" jelas Mama yang seakan memberikan energi positif kepadaku.

"Thanks Ma" cicitku kepadanya.

"Sama sama Mas. Ohya, beberapa hari ini kamu semakin sering pulang telat sampai badan kamu gak keurus gini, nanti Nadia ilfeel lho ya" kata Mama sambil memperhatikanku.

"Nadia tidak akan mempermasalahkan itu Ma" jawabku. Meskipun hingga detik ini aku belum mendapatkan informasi apapun tentang Nadia.

"Pede sekali kamu, siapa tau kan? Ingat ya Mas, jangan sampai kamu membiarkan Nadia lepas. Mama udah seneng banget sejak kamu mulai cerita tentang Nadia apalagi sempat kamu ajak ke rumah. Dan Mama makin tenang, dibalik wajah cantik dan penampilan rapinya ternyata ia juga pandai sekali memasak. Walaupun tidak dipungkiri kalau Nadia masuk list wife material banget buat kamu" jelas Mama bersemangat yang membuatku kembali tersenyum.

"Iya Ma, iya... segitunya Mama sama Nadia" kataku dengan senyum mengembang.

"Tentu. Ohya kamu jangan lupa minggu depan Sherin akan tunangan" Mama mengingatkan.

"Iya Ma, ingat kok" jawabku malas.

Jujur kalau bukan Papanya Sherin yang menjadi atasanku sekaligus adik almarhum Papa, rasanya malas sekali untuk menghadiri acara itu.

"Kamu ajak Nadia aja gimana?" Tanya Mama tiba tiba.

Aku diam beberapa saat himgga Mama mengerutkan kening tanda menunggu jawabanku.

"Gak janji Nadia bisa ikut apa enggak Ma" jawabku ragu.

"Kenapa? Sibuk ya?" Tanya Mama kembali.

"Bertepatan dengan Nadia mau pulang ke Jogja kayaknya" bohongku,

"Ohh, gitu... yaudah kalau gak bisa gak apa apa" jawab Mama yang terlihat kecewa.

Sorry Ma, bahkan sampai detik ini saja aku tidak mengetahui keberadaan Nadia dimana.

'Nad, kamu dimana?'

***

Keesokan harinya kondisiku benar benar ngedrop hingga harus berbaring di kamar tidur dan terpaksa izin dari kantor. Pikiranku sedang tidak sinkron akhir akhir ini hingga berakibat pada kondisi tubuhku yang tidak dapat berkompromi lagi. Hingga dalam keadaan berbaring seperti ini masih saja memikirkan Nadia. Apa yang sedang ia lakukan satu minggu terakhir ini? Hingga faktor apa yang membuatnya lebih memilih untuk meninggalkanku?

Kepalaku benar benar dipusingkan oleh hal ini. Seperti puzzle yang tidak juga mendapatkan jalan keluar dari sebuah permainan.

Beberapa kemungkinan muncul ketika flash back sebelum Nadia menghilang. Kami sempat membahas tentang hubungan backstreet yang harusnya minggu ini menjadi akhir dari limit yang kuberikan. Kemudian kedekatanku dengan Stefy yang beberapa waktu terakhir mengganggunya, walau mengatasnamakan profesionalitas tentu saja sebagai seorang wanita Nadia akan merasa tidak nyaman jika mengetahui kekasihnya dekat dengan wanita lain. Apalagi banyak media yang meliput dan memunculkan banyak komentar dari nitizen.

"Mas, kamu ngelamun?" Tanya Mama yang sudah berada disisi ranjangku.

"Lagi sedikit capek aja Ma. Istirahat seharian, makan teratur dan minum obat nanti juga membaik, seperti biasa" jelasku mencoba menenangkannya.

"Sakitnya kamu kali ini berbeda, dalam kondisi seperti ini saja raut wajah kamu gak bisa dibohongi Mas" jelas Mama.

Sepertinya Mama menatap ada yang tidak beres.

"Semua akan baik baik saja Ma" kataku setenang mungkin.

"Buat apa jabatan dan uang yang kamu punya kalau semua itu tidak membuat kamu nyaman? Mama gak mau lihat kamu ngedrop seperti ini lagi" kata Mama khawatir.

"Terimakasih Ma, tapi kali ini Gilang gak apa apa. Its okay, semua akan baik baik saja" kataku sambil tersenyum.

"Seperti almarhum. Copy paste nya Papa" kata Mama yang membuatku tertawa.

"Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya kan Ma"

Mama menggeleng tidak habis pikir.

Aku tersenyum kepadanya, karena dibalik ucapan semua dalam kondisi baik pada kenyataan sebenarnya sedang tidak baik baik saja.

.
.
.

To be continued

♏♏♏

Drop comment yaaa...

Jangan lupa follow aku diakun sosmed yang lain yaaa...

WP, Ig, Dreame : Ayaya2211

Terimakasih.

Ayaya 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top