MtW 42 - Gone
Tap votesnya dulu boleh??? 🌟
Enjoy
.
.
.
♏♏♏
Aku, Gilang Adhitama yang biasa dipanggil Gilang oleh orang terdekatku. Berbeda saat di tempat kerja ketika kebanyakan orang orang memanggilku dengan panggilan Tama. Aku menjadi anak tunggal yang sejak kecil menjunjung tinggi kebebasan yang diajarkan oleh orang tuaku, terutama Papa. Bebas disini selama tidak mengarah kepada hal yang negatif rasanya tidak menjadi masalah. Meskipun Mama sering memperingatkanku namun berbeda konteks ketika Papa yang menjadi tolak ukurku dalam bertindak untuk mengambil keputusan.
Hidupku baik baik saja, masuk dalam keluarga old money menjadikanku tidak kekurangan sedikitpun selama ini. Sebagai anak tunggal yang nantinya mengambil alih usaha rintisan keluarga besar dari Papa menuntutku agar memilih jurusan yang tidak jauh dari bisnis dan keuangan. Pendidikanku terjamin dan selalu diutamakan sejak kecil hingga perguruan tinggi dengan fasilitas nomor satu yang mereka berikan kepadaku. Terlebih saat memasuki dunia mahasiswa yang membuatku hidup jauh dari orang tua, sejak saat itu hidupku mulai sedikit keluar dari jalurnya.
Bisa dikatakan waktu itu aku menjadi salah satu mahasiswa yang berotak cemerlang selain Satya. Ya, kami bersahabat sejak SMA hingga kuliah pun masuk melalui jalur dan jurusan di kampus yang sama. Bukan sebuah kebetulan, karena memang sudah diatur sedemikian rupa oleh keluarga kami masing masing yang notabenya memiliki perusahaan yang harus dikembangkan oleh keturunannya. Hingga satu kesalahan fatal yang kulakukan sehingga hubungan persahabatan kami hancur berantakan. Bahkan kejadian itu sudah bertahun tahun lamanya namun tatapan Satya kepadaku masih saja menyimpan rasa kecewa.
Suatu pagi saat kehidupanku semakin tidak terkendali karena pulang larut malam dari salah satu klub yang mengakibatkan efek hangover setelah aku dipenuhi rasa sesal kepada Satya. Pagi itu mendapatkan satu kabar yang menjadi awalku untuk mengubah hidupku seutuhnya, kabar dari orang rumah yang mengatakan bahwa Papa colaps. Rasanya seperti ada sesuatu yang memukul keras kepalaku hingga aku hampir kehilangan keseimbangan.
Dua hari kemudian Papa dinyatakan meninggal akibat penyakit yang dideritanya selama ini sedangkan aku tidak mengetahui apapun. Mama yang terlihat tabah sedangkan aku masih saja menitikan air mata hingga hari ketiga Papa berpulang. Hidupku seakan hancur karena orang yang selama ini sebagai penopangku berdiri telah tiada dan ada tanggung jawab lain yang kini bertumpu kepadaku yaitu Mama. Sebisa mungkin aku memutar otak agar dapat membuat Mama bahagia seperti Papa yang selama ini selalu mewujudkan mereka sebagai pasangan yang harmonis.
Sejak saat itu, hidupku berubah total.
***
Diumur yang melewati angkat tiga puluh ini rasanya semua kejadian yang terlewati seakan memberikan pengalaman yang sangat berarti. Diumur ini juga bisa dinyatakan kondisiku sebagai seorang laki laki dewasa bisa dibilang sudah termasuk stabil terutama dari segi finansial. Posisiku pada sebuah peusahaan yang sangat menjanjikan dengan jabatan direktur keuangan pada salah satu perusahaan dagang dari Korea cabang kota Surabaya yang atasi langsung oleh adik dari almarhum Papa.
Rasa syukur ingin selalu kupanjatkan kepada Tuhan yang telah berbaik hati kepadaku dengan memberikanku anugrah dikelilingi oleh orang baik dikehidupan yang bisa dibilang mapan untuk pria seusiaku. Hidup dengan cinta pertamaku yaitu orang yang telah melahirkanku yang masih diberikan kesehatan meskipun kami hanya berdua karena Papa telah berpulang beberapa tahun yang lalu.
Satu lagi anugerah dari Tuhan yang selalu aku syukuri yaitu dengan menghadirlan Nadia dihidupku. Terlepas dari masa lalunya yang rumit bersama Dito yang rasanya aku ingin mengumpat saja jika mengingatnya, ia cukup mendapatkan shocking psikologis atas kejadian tersebut. Dan cukup aku tidak ingin membahasnya lagi.
Meskipun awalnya Nadia ragu untuk menerimaku karena takut akan masa lalunya namun aku segera menepis. Masa lalu tetap menjadi masa lalu yang tidak mungkin dapat diubah, dan aku menerima Nadia dengan semua yang telah ia lalui dan tidak akan menjadikan masalah dikemudian hari karena akupun mempunyai masa lalu yang cukup rumit. Tapi semua itu dulu jauh sebelum kami mengenal masing masing, tinggal kini kami menjalani berdua dan melangkah bersama untuk satu tujuan yang sama.
Senin pagi yang identik dengan kemacetan seakan tidak dapat merusak mood ku yang terlanjur baik sejak kemarin. Entah dari mana awalnya kemarin tiba tiba Nadia mengajakku untuk liburan bersamanya, menuju daerah pesisir pantai dengan mencoba wahana wisata bahari dan bersantai di bibir pantai hingga senja rasanya menjadi moment pas dan sukses menjadi penghilang penatku setelah hampir satu bulan disibukkan dengan kegiatan perusahaan yang membuatku harus terbang ke luar kota hingga berkali kali.
Setibanya dikantor mengambil ponsel untuk menanyakan kabar Nadia setelah kemarin kami menghabiskan waktu bersama. Semalam ia menolakku untuk pagi ini berangkat bersama ke kantor, aku menuruti saja karena tenggat permintaan backstreetnya tinggal menghitung hari karena lusa hubungan kami genap enam bulan dan kupastikan hari itu aku akan mengajaknya pergi ke kantor bersama dan turun di Lobi utama kemudian menghabiskan waktu istirahat makan siang bersama hingga mengantarkannya pulang tanpa harus sembunyi lagi.
Aku tertawa senang ketika baru membayangkannya saja.
Status room chatnya Nadia masih centang satu sejak tadi, aku mengernyit sedikit aneh dimana foto profil whatsappnya juga dikosongkan oleh Nadia padahal terakhir ia menggunakan foto dengan pose siluet saat senja di pantai ketika aku sendiri yang mengambil potretnya kemarin sore. Seperti ada yang aneh, bathinku.
Hingga menjelang jam makan siang belum ada perubahan dari status chatting yang kukirimkan kepada Nadia. Aku memberanikan diri untuk turun makan siang di kantin, paling tidak aku dapat menemuinya dengan sedikit basa basi.
Setibanya di kantin pandanganku tertuju pada sebuah meja yang diisi oleh karyawan divisi accounting. Saat aku mencarinya benar benar tidak menemukan Nadia.
Jam dua siang, aku semakin risau dengan keberadaan Nadia. Apakah ia sakit karena kecapekan dan sebagainya? Hingga saat ini juga aku segera menuju lift untuk memastikan semua ini.
"Selamat siang Pak" sapa salah satu karyawan divisi accounting yang tidak kujawab.
Pandanganku kembali tertuju pada kubikel yang biasa Nadia tempati, dan yang lebih mengejutkan lagi disana sudah ditempati wanita yang berbeda dimana ada Laras yang sepertinya sedang membantu pekerjaannya.
"Ada yang bisa dibantu pak?" Tanya Eko yang sudah berada disampingku.
Sontak saja kedatanganku menjadi perhatian oleh karyawan yang lain.
"Saya baru tau kalau divisi keuangan merekrut karyawan baru" tanyaku berbasa basi.
"Oh itu memang anak baru Pak, penggantinya Nadia" jawab Eko yang sontak membuatku hampir tidak percaya.
Bagaimana bisa?
"Pengganti?" Tanyaku memastikan.
Eko mengangguk,
"Betul Pak, terhitung sejak hari ini Nadia digantikan oleh karyawan baru" jelasnya kemudian.
"Nadia dipindah kemana?" Tanyaku kembali.
"Nadia kan sudah resign dari perusahaan Pak. Maaf, kalau boleh tau kedatangan Pak Tama kesini mencari Nadia?" Jelas Eko yang mengundang pertanyaan lain dibalik kedatanganku secara tiba tiba dengan menanyakan Nadia.
Tentu ini akan menjadi pemandangan yang tidak baik jika aku berlama lama dilihat karyawan yang lain.
"Manager kamu dimana? Saya ada keperluan dengannya" tanyaku mencoba mencari alasan.
"Ada di dalam ruangannya" jawab Eko sambil mempersilahkanku.
Tanpa berlama lama kemudian segera menuju ruangan yang dulu pernah kutempati.
Disana Rendi terlihat kaget dengan kedatanganku. Ia segera meninggalkan pekerjaannya dan berdiri menemuiku.
"Kasih waktu untuk mengobrol sebentar" kataku.
"Baik, kita bisa mengobrol di sofa, silahkan Pak" ajak Rendi yang kutolak dengan mengangkat tangan.
"Dimana Nadia?" Tanyaku to the point.
"Maaf, maksud Pak Tama?" Rendi terlihat tidak paham, atau mungkin dia pura pura tidak paham.
"Jangan membuat saya mengulangi pertanyaan lagi. Dimana Nadia?" Tanyaku kembali dengan penekanan.
Kulihat ia menarik nafas panjang kemudian menjelaskan tentang kedatangan Nadia kepadanya sekitar dua minggu yang lalu dengan menyerahkan surat resign kepadanya.
"Saat saya tanya ia tidak menjawab secara rinci dan Nadia juga mengatakan baik baik saja. Saya tidak berani bertanya lebih lanjut karena bukan ranah saya untuk ikut campur urusan pribadi Nadia lebih jauh" jelasnya yang semakin membuatku kesal hingga berkali kali membuang nafas kasar.
Kemarin aku menganggap hari hari kedepan akan menyenangkan dengan sempat membahas liburan selanjutnya dengan Nadia sepertinya pupus sudah. Nadia menghilang dan bodohnya aku tidak mengetahuinya, bahkan sejak dua minggu yang lalu ia sudah menyiapkan semuanya. Mungkinkah liburan kemarin menjadi momen perpisahan baginya?
Sh*t!
.
.
.
To be continued
♏♏♏
Drop comment yaaa... 😊
Jangan lupa follow aku diakun sosmed yang lain yaaa...
WP, Ig, Dreame : Ayaya2211
Terimakasih.
Ayaya 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top