MtW 39 - Risau
Tap votesnya dulu boleh??? 🌟
Enjoy
.
.
.
♏♏♏
"Nad, udah tau kabar paling update belum?" Tanya mbak Laras bersemangat yang kujawab dengan gelengan.
Rekan kerjaku satu ini memang selalu ter update tentang berita apapun yang sedang happening di kantor.
"Mantan bos kita, Pak Tama. Doi udah taken" lanjut mbak Laras dengan menggebu yang membuatku cukup terkejut hingga membulatkan mata.
"Iyakah? sama siapa?" Tanyaku penasaran namun mencoba dengan suara senormal mungkin agar terlihat tidak mencurigakan.
Mungkinkah mbak Laras sudah tau kebenarannya? Tapi tidak mungkin melihat ekspresinya kepadaku biasa saja.
"Beneran, sama model top yang mulai sering muncul diberita gosip artis. Duh, pasangan impian" ujar mbak Laras kembali dengan penuh ekspresi.
Aku tersenyum lega, paling tidak mbak Laras belum mengetahui kebenarannya. Tapi sebentar, kenapa Mas Tama jadi digosipkan begitu? Apa mereka sedekat itu?
"Mbak tau darimana?" Tanyaku kembali penasaran.
"Itu modelnya kan yang jadi brand ambasador produk terbaru perusahaan, temen sosialitanya Sherin. Gak salah sih kalau kenalannya kelas kakap gitu" jelas mbak Laras.
"Aku baru denger mbak" kataku jujur.
Sejauh ini mas Tama jarang membicarakan topik seputar perusahaan ketika kami sedang menghabiskan waktu berdua.
"Kamu gak update grup lambe lambean kantor sih" cibir mbak Laras.
Dikantor kami memang terdapat beberapa grup. Ada grup umum yang berisi hampir semua karyawan yang dinonaktifkan komentarnya, biasanya berisi tentang kebijakan kantor yang membutuhkan kecepatan informasi agar segera diterima oleh para karyawan.
Ada juga grup masing masing divisi, juga ada grup nongkrong yang berisi karyawan divisi minus manager divisi yang biasanya aktif ketika menjelang libur panjang dengan ajakan menghabiskan waktu untuk refreshing namun sering berakhir sebagai wacana saja.
Juga ada grup berisi ciwi ciwi kantor yang membahas gosip seputar hal yang terjadi di perusahaan, untuk grup ini aku tidak mengikuti karena selalu ramai notifikasinya. Jadi, jika ada kabar apapun yang bersifat gosip terutama yang membahas tentang para bos direksi sudah jelas jika aku yang paling akhir mengetahuinya.
"Updatenya dari mbak Laras aja udah cukup kayaknya" ujarku sambil terkekeh.
"Ohya, kamu tau kan kalau aku ngasih info selalu aktual tajam terpercaya dengan bukti otentiknya" jelas mbak Laras yang membuatku mengernyitkan dahi.
Kalau sudah ada bukti biasanya sudah menjurus pada kebenaran. Tapi sejak kemarin hubunganku dengan Mas Tama baik baik saja, iya memang beberapa hari kebelakang Mas Tama disibukkan dengan pekerjaannya namun tidak ada sikapnya yang mencurigakan.
Aku melihat mbak Laras mengeluarkan ponselnya kemudian membuka aplikasi instagram dan mengetikkan sebuah nama dan memunculkan profil seorang wanita cantik berwajah blasteran oriental.
"nih, aku bukain snapnya" ujar mbak Laras sambil mendekatkan layar ponselnya kepadaku.
Disana terlihat wanita yang disebutkan mbak Laras sedang duduk berdekatan dengan Mas Tama dalam jarak yang cukup dekat. Aku tersenyum sekilas, meskipun ada beberapa orang direksi lain disana namun tidak dapat dipungkiri jika mereka terlihat sangat dekat.
"ini kemarin pas ada acara di lounge Shangrilla. Meeting launcing produk baru, cocok kan mereka? Satu ganteng, satunya cantik" ujar mbak Laras sambil memperlihatkan foto mereka dengan jelas dihadapanku.
Rasanya hatiku pilu melihatnya.
"iya, cantik" kataku jujur.
Dan mereka serasi.
"duh, mana bawaannya hand bag gucci terbaru lagi" cibir mbak Laras sambil menarik ponselnya dan memperbesar sebuah tas yang dibawa wanita itu.
"Namanya siapa mbak?" Tanyaku penasaran.
"Stefany Agustin, biasanya dipanggil Stefy. Aku belain follow dia lho Nad, gara gara fotonya dihalaman utama web perusahaan beberapa waktu lalu di Jakarta yang nempel banget sama Pak Tama" jelas mbak Laras yang kembali mengundang rasa kagetku.
"Stefy ikut acara di Jakarta juga?" Tanyaku tiba tiba.
"Waktu di Jakarta kan pengenalan ambasador produk baru, jelas dia ada lah. Gini nih yang gak update info" jawab mbak Laras.
Bukannya waktu itu Mas Tama ada keperluan untuk meeting dengan kantor pusat karena ada satu hal perlu dibereskan, kok mbak Laras bilangnya gitu? Aku menggeleng pelan berusaha mengusir perasangka burukku yang tiba tiba datang.
Kembali melihat sekilas foto Mas Tama dan Stefy dilayar ponsel mbak Laras, mereka tersenyum lepas kearah kamera yang mengambil foto mereka. Walaupun berat namun aku harus mengakui bahwa mereka cocok satu sama lain. Keduanya memiliki semua faktor yang saling berkaitan dan paling penting mereka setara dengan satu kasta.
***
Hampir satu minggu sejak bertemu dengan Sherin yang mengungkapkan hal yang paling aku takutkan ketika menerima hubungan dengan Mas Tama. Tentang pernyataannya bahwa kita beda kasta, aku berasal dari pasangan keluarga yang sangat sederhana sedangkan Mas Tama berada dilevel jauh diatasku.
Kali ini melihat sekelilingku, apartemen yang kutinggali beberapa bulan terakhir menjadi salah satu wujud perbedaan diantara kita. Jabatan dan keluarga besarnya rasanya sangat sulit untuk kutaklukkan, membayangkannya saja aku sudah tidak mampu. Sedikit banyak Sherin akhirnya membuka mataku, rasanya kurang tepat berada disini karena suatu saat hanya akan menyulitkan Mas Tama.
Aku mencintainya, sungguh teramat menyayanginya. Namun ia sangat jauh diatasku hingga sulit rasanya untuk kujangkau. Pilihan hanya ada dua, aku yang harus mencapai diposisi atas yang sangat tidak mungkin kulakukan karena aku tidak mempunyai kekuasaan untuk itu atau Mas Tama yang harus turun demi meraihku. Dan rasanya kedua opsi tersebut terasa sulit untuk dipilih salah satunya.
Kenapa menjadi sesulit ini, padahal kemarin sepertinya keadaan hubungan kami baik baik saja. Sepertinya aku harus menemukan jalan keluar dari permasalahan ini segera.
Siang ini rasanya sudah berulang kali Mas Tama ingin mengajakku sekedar makan bersama namun dengan berbagai alasan aku menolaknya. Jika semakin sering aku menghindar pasti akan menimbulkan rasa curiga kepadaku.
Mas Tama : Nad, are you okay? Apa aku ada salah sama kamu? Kalau jawabannya iya, aku minta maaf. Please, tell me.
Pesan dari Mas Tama sejak tadi pagi yang belum kujawab hingga sekarang. Selanjutnya mengetikkan sebuah kalimat dilayar untuk membalas chat dari mas Tama, sebisa mungkin aku menghalau risauku beberapa hari terakhir yang cukup mengganggu.
Me : nanti pulang kantor bareng yuk Mas. Aku pengen ajakin kamu makan, kali ini aku yang traktir. No debat! Hehe
Tanpa menunggu lama status mas Tama kembali online dan tanda pesanku menunjukkan centang dua berwarna biru kemudian tidak lama status profil Mas Tama sedang mengetik.
Mas Tama : iya sayang, aku tunggu kamu seperti biasa. Miss you...
Tanpa menjawabnya kemudian menutup room chat dan menyimpan ponselku ke dalam sling bag.
***
"kamu kok lihatin aku kayak gitu sih Mas?" Tanyaku sedikit tidak nyaman ketika pandangan Mas Tama yang tidak lepas sejak kami duduk berhadapan.
Sesuai janjiku, pulang kerja kami menghabiskan waktu berdua untuk makan bersama. Bersama hujan yang mengguyur Surabaya sejak siang tadi rasanya sangat pas dengan menikmati makan disalah satu restoran Jepang dengan menyajikan menu ramen dengan kuah yang masih mengepul.
"kangen kamu" cicitnya dengan pandangan yang tidak lepas dari mataku.
"kamu nih yaaa" ujarku sambil sedikit salah tingkah.
"seriusan. Beberapa hari ini kamu kayak menghindar, ada apa?" tanya Mas Tama saat menyadari perubahan sikapku.
"gak ada apa apa kok. Kamu juga lagi sibuk kan, bilangnya sering meeting kadang juga keluar kota" ujarku mencari alasan untuk mengalihkan topik dengan pandangan tertuju pada semangkuk ramen yang belum tersentuh.
"coba lihat aku sebentar Nad-" pintanya sambil menjeda,
Aku mengalihkan pandanganku pada Mas Tama namun kali ini aku tidak berani menatap matanya secara lekat. Mas Tama meraih tangan kiriku dengan menggenggamnya lembut.
"maaf kalau waktu untuk kita semakin berkurang, kamu tau kesibukanku saat ini kan? Mohon pengertian kamu sedikit saja. Setelah produk baru launching aku akan punya waktu luang untuk kita" katanya menjelaskan perlahan.
"ya ampun Mas, aku gak mempermasalahkan tentang kesibukan kamu. Enggak sama sekali" kataku dengan tidak membenarkan perasangkanya.
"lalu apa? Jujur sama aku" tanya mas Tama dengan serius.
Kini ia melonggarkan pegangan tangannya hingga aku dapat menarik tangan kiriku.
"kayaknya aku mulai jenuh" cicitku kemudian menghembuskan nafas sedikit berat.
"tentang pekerjaan?" Tebak mas Tama.
"maybe" jawabku singkat sambil mulai memakan ramen yang sudah tersaji di depanku.
"Rendi mempersulit pekerjaan kamu?" Tebak mas Tama kembali.
"Enggak mas, bukan itu" jawabku sambil menggeleng.
Kulihat mas Tama diam sejenak sambil memikirkan sesuatu.
"aku punya banyak jaringan buat bisa experiance kemampuan kamu. Tinggal bilang kamu ingin dimana, meskipun berat juga melepas kamu dari perusahaan" katanya sambil mulai mengaduk ramen dengan sumpit.
"belum kefikiran kearah situ" kataku setelah menelan ramen disuapan kedua.
"okey, someday kalau kamu udah ada yang diinginkan bisa bilang sama aku" katanya sambil tersenyum.
Aku mengangguk,
"ohya Mas, aku sempat lihat foto kamu dihalaman depan website perusahaan" kali ini aku mencoba untuk menarik obrolan dengan topik yang lain.
Meskipun aku menaruh kepercayaan yang tinggi kepada mas Tama namun disisi lain ada rasa penasaran tentang kejadian yang sebenarnya, antara mas Tama dan Stefy.
"really? Pas acara apa?" Tanya mas Tama sedikit terkejut.
"kemarin di Shangrilla sama ada acara di Jakarta juga kayaknya" jawabku jujur.
"Wait" katanya menjeda kemudian mengelurkan ponsel dari saku dan mulai menscrol layarnya.
"ya ampun, ngambil sudut gambarnya kenapa kayak gini" katanya dengan fokus pada ponsel pintarnya.
Kulihat ia ada kilat amarah dari matanya.
"kenapa Mas?" Tanyaku.
"iya pantesan seharian ini sekretarisku iseng banget gak seperti biasanya. Harus ditegur bagian dokumentasi sama publikasi" ujar mas Tama tanpa menjawab pertanyaanku.
"gak apa apa Mas, cocok kok" kataku sambil tersenyum kearahnya.
"maksud kamu dengan kata cocok?" Tanya mas Tama dengan tegas.
"Mas sama wanita itu. Ambasador untuk produk baru kan..." Jawabku.
"Kamu sudah tau?"
"Hampir seluruh perusahaan juga tau Mas" ujarku.
"Tapi foto ini gak seperti yang kamu bayangkan Nad" kata mas Tama terlihat frustasi.
"aku gak ngebayangin apa apa, cuma aku bilang kalau Mas difoto itu terlihat cocok" kataku dengan nada serendah mungkin, menunjukkan kepadanya bahwa aku tidak terprovokasi oleh fotonya dengan Stefy.
"Udah, kamu gak usah risau begitu" ujarnya kesal.
Tidak lama ia menghentikan makannya dengan menaruh sumpit diatas mangkuk kemudian melihatku secara intens, sepertinya ia tersadar akan sesuatu.
"Apa karena fotoku dengan Stefy dengan kabar beredar yang membuat kamu jadi seperti ini?" Tanya mas Tama menambahkan.
Aku sedikit gugup dengan pertanyaannya namun raut wajahku masih bisa kuatasi agar tidak terprovokasi.
"Enggak Mas. Aku bisa paham mana antara urusan pribadi dan profesionalitas kerja" jawabku yang berbanding terbalik dengan kenyataan.
Setelah beberapa saat mas Tama terdiam hingga ia mendorong mangkuk ramennya ke arah kiri meja seakan tidak berselera lagi untuk melanjutkan makannya.
"Nad, kamu tau kan kalau aku sayang sama kamu" ujar mas Tama kembali melihat penuh kearahku.
"Aku tau" jawabku sambil tersenyum.
"Seperti yang kamu bilang. Jika aku dan Stefy hanya sebatas profesionalitas kerja, itupun semua karena Sherin yang sedikit banyak menggunakan kekuasaan Papanya untuk mempermudah Stefy menjadi ambasador baru" jelasnya tegas.
Aku mengangguk kembali tersenyum mencoba untuk meredakan gemuruh perasaanku juga ingin menutupi kerisauan hatiku pada laki laki yang kucintai. Karena sejak awal aku bertekad untuk menyelesaikan masalah ini sendiri tanpa melibatkan siapapun.
.
.
.
To be continued
♏♏♏
Jangan lupa follow aku diakun sosmed yang lain yaaa...
WP, Ig, Dreame : Ayaya2211
Terimakasih.
Ayaya 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top