MtW 38 - Sherin's come
Tap vote 🌟 sebelum baca yuk...
Enjoy...
.
.
.
♏♏♏
Hari berganti hari hingga tidak terasa bahwa hubunganku sudah berjalan memasuki bulan kelima. Kebiasaan kami masih sama ketika ingin pulang kantor bersama yaitu menunggu suasana agak lengang agar dapat berjalan dengan aman menuju basement.
Kami masih backstreet, dan tengat yang diberikan Mas Tama untuk hubungan backstreet kami yaitu pada bulan keenam dan aku harus segera mengakuinya kepada teman kantor yang lain agar tidak adalagi acara kucing kucingan saat sekedar ingin makan siang atau pulang bersama.
Selama itu juga Rendi masih menyimpan rapat hubunganku dan Mas Tama dari karyawan yang lain. Sejauh ini Rendi pun cukup kooperatif dan patut disyukui mengingat kejadian tidak mengenakkan dimana Remdi menyatakan perasaanku dan berakhir dengan mempertemukannya dengan Mas Tama, kekasihku.
Sore ini Mas Tama pamit untuk meeting disalah satu lounge hotel berbintang di kawasan Jalan Mayjen Sungkono. Awalnya sore ini ia mengajak untuk pulang dan makan bersama disalah satu restoran yang kemarin ia kunjungi bersama teman temannya, sangat worth it katanya. Namun urung dilakukan karena ada meeting mendadak dengan beberapa direksi.
Ponselku berdering menunjukkan panggilan masuk dari nomor baru, dari fotonya yang muncul dilayar cukup memyadarkanku agar segera mengangkatnya.
"Iya mbak?" Sapaku sekali dan ia mengatakan sebuah alamat agar aku segera menemuinya, setelahnya panggilan ditutup.
Meneguk ludah yang tiba tiba membuat kerongkonganku kering. Entah kenapa jika berhubungan dengannya selalu memunculkan firasat yang tidak menyenangkan akan terjadi kepadaku.
***
"mbak Sherin?" Sapaku kepada wanita sosialita yang selalu tampil cantik dan modis dengan menggunakan barang branded yang selalu melekat pada tubuhnya.
"kamu bisa duduk dulu sambil pesan sesuatu" titahnya yang segera kusanggupi.
Setelah memesan salah satu menu minuman kemudian Sherin menatapku lekat lekat hingga membuatku sedikit tidak nyaman.
"maaf, ada apa ya mbak?" Tanyaku berusaha se sopan mungkin melihat ia adalah anak bos.
"kamu sudah tau kalau aku dan Dito akan segera melangsungkan pertunangan?" Katanya yang membuatku menghembuskan nafas pelan.
Dito lagi,
"belum mbak" jawabku jujur.
"oke, terlepas dari itu semua ada satu kabar yang membuatku bener bener gak percaya. Kamu berpacaran dengan Mas Tama?" Katanya meremehkan.
"maksudnya mbak Sherin?" Tanyaku sambil menatapnya.
"gak habis fikir sama kamu ya... Ini Mas Tama sepupuku? Kamu ngajak bercanda?" ucapnya tanpa menjawab pertanyaanku yang membuatku mengernyitkan dahi.
"hey, kamu ternyata punya bakat jadi rubah ya... Gak bisa dapat Dito dan mencari mangsa yang lebih, nyali kamu patut diapresiasi" ujarnya yang membuat mataku memanas.
"maaf, memangnya salahnya saya dimana mbak?" Tanyaku sedikit serak mencoba menahan emosi.
"kamu datang di kantor milik Papaku aja udah salah. Pakai mau ngerebut Dito, and see? Mas Tama kamu jadikan pelarian. Luar biasa" katanya dengan memasang wajah takjub.
"Maaf, perlu digaris bawahi mbak, saya tidak pernah ada keinginan untuk merebut Dito dari mbak Sherin. Dan untuk hubungan saya dan Mas Tama tidak ada sangkut pautnya dengan Dito, dan kami sama sama menyepakatinya untuk menjalin hubungan yang serius" tegasku kepadanya dengan nada senormal mungkin.
"wow, berani juga ya kamu. Aku salah besar menyepelekan kamu dari awal" ujarnya kembali.
"apa yang salah dengan hubungan kami?" Tanyaku penasaran.
"jelas salah, belum dimulai saja sudah salah. Kamu itu seharusnya sadar diri, posisi dan kedudukan kamu dan Mas Tama itu berada. Kalian itu gak satu kelas" jelasnya tegas dengan penuh penekanan.
"kenapa mbak Sherin bilang begitu?"
"sekarang memang belum ada yang tau karena kalian backstreet kan? Apa kamu tidak pernah berfikir bagaimana jadinya jika publik tau dengan status Mas Tama yang sekarang sedang dipuncaknya sedang menjalin hubungan dengan wanita biasa yang tidak mempunyai pengaruh apapun untuk karir Mas Tama? Kamu akan menghalangi jalannya Nadia" jelasnya menjeda.
"Kemudian publik akan mencari asal dan masa lalu kamu dan itu akan menjadi boomerang dikarirnya Mas Tama. Atau kamu sengaja ingin membawa Mas Tama jatuh bersama kamu dan merelakan karirnya begitu saja? Tck, picik sekali" imbuhnya meremehkanku sekali lagi.
Tanganku terkepal dibawah meja dengan berusaha menormalkan emosi yang mulai tersulut oleh wanita didepanku.
"aku perjelas ya, dengarkan baik baik. Kamu dan Mas Tama itu beda kasta, gak ada dikeluarga besar kami memiliki pasangan yang beda kasta terlebih kamu hanya pegawai biasa. Orang diluar sana akan mencibir Mas Tama yang notabenya seorang direktur dimana karirnya sedang naik, akan menjadi perbandingan yang sangat jauh jika Mas tama punya pasangan seperti kamu, paham?" Ujarnya menegaskan.
"tapi kami saling-" kataku terpotong,
"stop thinking about love. Karena perasaan menjadi nomor sekian sebagai syarat dalam menjalin hubungan dikeluarga besar kami" imbuhnya.
"satu lagi, Mas Tama adalah anak tunggal yang pastinya tante Gina menginginkana anak satu satunya untuk mendapat pasangan yang setara. Saranku, lebih baik kamu mundur dan menghilang perlahan sebelum terjadi banyak kekacauan" pungkasnya kemudian menyeruput minumannya sekali dan berdiri meninggalkanku yang masih duduk sambil mencoba mencerna perkataan Sherin yang menusuk dan menyadarkanku akan sesuatu hingga ujung mataku mulai basah.
***
"Mas, kamu sibuk banget ya" tanyaku pada Mas Tama.
Malam ini kami sedang dalam sambungan video call.
"lumayan, kayaknya lusa harus ke Jakarta lagi" jawabnya.
"ohhh..."
"sorry aku jadi sering keluar kota ninggalin kamu. Aku janji nanti akan cari waktu yang tepat biar kita bisa liburan bareng" ujarnya yang membuatku tersenyum.
"pekerjaan kamu semakin akrab dengan publik ya Mas?" Tanyaku kembali.
Beberapa kali melihat Mas Tama muncul dilaman utama website perusahaan dan mendapat beberapa apresiasi akan kinerjanya.
"iya resiko pekerjaan jadi semakin sering tampil dimuka publik. Kenapa?" Tanya mas Tama melihat ada keraguan.
Aku menggeleng saja tanpa menjelaskan kerisauan hatiku kepadanya.
"Kamu kenapa kok diem aja? Atau aku ke apartemen biar kita bisa ngobrol langsung sambil makan sesuatu yang kamu inginkan?" Mas Tama mencoba untuk menawarkan diri dan kujawab dengan gelengan.
"Enggak Mas, hari ini aku lumayan-capek. Tepatnya sedikit ngantuk sih" ujarku mencari alasan.
"Tumben belum jam sembilan sudah ngantuk? Rendi ngasih kamu banyak kerjaan ya?" Tanya mas Tama semakin melihat keraguan dari nada bicaraku.
"Enggak kok Mas, lagi ngantuk aja kok" jawabku kembali membuat kebohongan.
"Yaudah, aku tutup video callnya ya... biar kamu bisa istirahat" katanya perhatian.
Aku mengangguk kemudian Mas Tama menutup sambungan video call kami dengan mengucapkan sebuah kalimat yang manis.
"Have a good rest My Nadia"
Pandanganku masih ada pada layar ponsel didepanku sejak Mas Tama mengatakan kalimat sebelum ia menutup telepon hingga layar diponselku padam. Biasanya hatiku akan berbunga dengan kalimat manis yang ia katakan hingga aku dapat tidur dengan tenang, namun kali ini berbeda. Ada satu ketakutan tiba tiba muncul dibenakku, kekhawatiran yang selama ini kupendam sejak awal memulai hubungan dan akhirnya terjadi.
Jujur aku belum siap untuk bertemu kembali dengannya setelah mendengar penuturan dari Sherin yang membuatku sedikit terguncang. Ini adalah sebuah masalah yang harus kucari sendiri jalan keluarnya, tanpa Mas Tama harus mengetahuinya.
Jika beberapa tahun yang lalu aku dihadapkan satu kejadian yang membuatku terguncang hingga menghabiskan obat penenang yang berakhir buruk padaku, kali ini aku akan menyelesaikan ini dengan caraku sendiri tanpa melibatkan siapapun.
.
.
.
To be continued
♏♏♏
Jangan lupa follow aku diakun sosmed yang lain yaaa...
WP, Ig, Dreame : Ayaya2211
Terimakasih.
Ayaya 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top