MtW 37 - Wilda's Home
Tap votesnya dulu boleh??? 🌟
Enjoy
.
.
.
♏♏♏
Berkendara ketika memasuki jam pulang kantor menjadi sebuah perjalanan yang panjang untuk menembus kemacetan di jalan utama. Ditambah traffic light dimana mana juga jalan yang ditutup karena perjalanan kereta semakin menambah panjang perjalanan sore ini.
"kamu kenapa senyum senyum sendiri Mas?" tanyaku heran kepada Mas Tama yang berada dibalik kursi kemudi.
Jika diperhatikan sejak keluar dari basement kantor ia lebih banyak tersenyum sendiri hingga membuatku heran.
"kamu gak lihat mukanya Rendi saat lihat aku di basement tadi?" Bukannya menjawab kali ini Mas Tama berbalik memberikan pertanyaan kepadaku.
"iya kenapa?" Tanyaku penasaran.
"clues banget mukanya. Padahal tadinya aku udah siap siap kalau dia ngajak berantem, taunya malah speachless" jelasnya senang.
"mana berani dia ngajak berantem kamu, ada ada aja" ujarku menanggapinya.
Dan pembahasan kali ini masih seputar Rendi. Tepatnya saat pertemuan kami bertiga ketika pulang kantor menjadi momen yang tidak bisa kulupakan ketika berada diantara dua orang pria yang sudah sama sama dewasa.
Menyebalkan!
Masih jelas teringat saat Rendi yang awalnya begitu bersemangat untuk melihat siapa laki laki yang kini menjadi kekasihku. Namun ia semakin bertanya tanya saat aku mengajaknya menuju parkiran basement, jelas ditempat tersebut digunakan untuk tempat parkir bagi orang kantor yang memiliki jabatan yang tinggi.
Dan benar saja, saat suasana parkiran yang sepi karena tinggal dua mobil yang terparkir disana. Pajero sport milik Rendi dan BMW hitam yang sudah ditunggu oleh pemiliknya. Aku tidak bisa melihat jelas raut wajah Rendi yang berada dibelakangku, yang bisa kulihat hanya Mas Tama yang menyunggingkan senyum kemenangan.
Entahlah hanya para pria yang dapat mendeskripsikannya.
"Makan di luar ya Nad, sebelum balik ke apartemen" ajak Mas Tama.
"Take away?"
"Dine in aja"
"Okey"
Mobil yang kami tumpangi melaju perlahan karena mulai padatnya kendaraan di jam pulang kantor seperti sekarang ini.
Kami tiba disebuah restoran iga favorit Mas Tama. Masing ingat betul dulu
Pernah dibawakan Mas Tama sop iga saat masih tinggal di kontrakan, ketika kami masih berada dalam status manager dan karyawan biasa yang belum terikat perasaan. Ya walaupun jujur aku selalu mengaguminya sejak pertama kali melihat ia sebagai atasanku, ternyata waktu cepat berlalu.
"Enak kan Nad?" Tanya Mas Tama sambil melihatku menyeruput kuah sop iga yang begitu segar.
"Recommended sih" jawabku setelah menelan suapan pertama.
"Ini restoran favorit Mama sama Almarhum Papa. Aku sering banget diajak kesini" jelasnya.
Aku mengangguk mengerti,
"Aku malah gak tau kalau di Surabaya ada restoran iga seenak ini" ujarku.
"Mama yang paling paham soal makanan enak. Walaupun Mama gak bisa masak tapi seleranya diatas rata rata, Mama selalu menyiapkan kebutuhan kami tanpa terkecuali tapi ya itu cuma masak aja yang gak bisa" jelasnya kembali.
"Aku kadang bingung sama orang kebanyakan yang selalu mengatakan wanita harus bisa masak sebagai tolak ukur. Dasar dianya aja yang gak ada duit buat bayar ART" imbuhnya yang membuatku tersenyum geli.
"Kalau aku gimana?" kali ini aku bertanya balik kepadanya.
Mas Tama terdiam sejenak seperti berfikir untuk kemudian menjawab pertanyaanku.
"Kamu segalanya. Wanita yang kucintai, wanita yang harus kuperjuangkan. Dan kita akan hidup bahagia bersama" jelasnya yang membuat hatiku menghangat.
"Mas..." panggilku lirih.
"Iya sayang..." jawabnya yang tidak kalah lirihnya.
Semoga raut wajahku baik baik saja,
"Kamu jadi semanis ini cuma kalau lagi makan iga kesukaan kamu ya" kataku yang dijawab Mas Tama dengan tertawa.
"Aku susah susah merangkai kata tapi kamu jawabnya gitu sih Nad" ujarnya yang membuatku tersenyum.
"Iya emang bener kan?"
"Nanti kalau kebanyakan ngasih kata kata manis dibilang gombal" alasannya.
"Iya juga sih. Kok kamu tau banget isi hati wanita ya?" Tanyaku menggoda.
"Sedikit banyak tau lah" jawabnya santai.
"Dari mantan mantan kamu pasti" tebakku.
"Eh, kok jadi bahas itu?" Katanya sedikit salah tingkah.
Aku meneliti perubahan raut mukanya,
"Aku penasaran, mantan kamu ada berapa Mas?" Tanyaku kembali menggodanya.
"Cari pembahasan yang lain aja ya sayang" kilahnya.
"Kenapa?" Tanyaku masih mencoba mencari jawaban.
"Gak baik bahas begituan sambil makan karena akan mengurangi selera" alasannya yang membuat sudut datar dibibirku.
"Alasan kamu"
Mas Tama kembali terbahak dan kami melanjutkan makan hingga selesai.
***
Sabtu pagi sudah berada di kediaman keluarga Mr. And Ms. Satya. Sesuai yang dikatakan Wilda jika hari ini adalah acara tujuh bulanan kehamilannya. Lalu lalang petugas katering dan dekorasi memenuhi area taman belakang rumah yang sudah disulap menjadi lokasi inti acara hari ini. Wilda menerima saranku saat tempo hari mengusulkan agar memilih broken white sebagai tema untuk mendekorasi segala sesuatu yang berhubungan dengan kehamilan anak pertamanya.
Juga seperti pakaian yang kugunakan sekarang. Broken white kaftan dengan sedikit payet yang menjuntai dari bagian atas hingga sebatas dada dan sedikit payet dibagian pergelangan tangan dipadankan dengan pashmina berwarna senada sebaga penutup kepalaku.
"Nad, beneran habis ditembak sama Rendi?" Tanya Wilda begitu ia menemuiku disalah satu sudut taman dengan duduk sebuah kursi panjang.
"Iya, Rendi cerita?" Tebakku.
Wilda mengangguk,
"Kemarin sempat kirim pesan. Aku gak bisa bayangin gimana itu Rendi pas kamu ajak ketemuan sama Pak Tama" ujarnya antusias.
"Ya mau gimana lagi. Awalnya Rendi gak percaya, dia pikir aku cuma mencari cari alasan. Yaudah, ketemu di basement pas pulang kantor deh" jrlasku secara garis besar.
"Gila gila, segitunya itu si Rendi. Tapi kadonya gak harus dikembaliin kali, kan lumayan tuh" katanya dengan penegasan.
"Hey, anda jangan ngasih pengaruh saya untuk menjadi perempuan matre ya" kataku mendiplomasi.
"Iya kan emang itu kado dibeli buat kamu Nad, bukan kamu yang minta. Beda konteks lah" kilahnya.
"Jiwa ibu ibu keluar" simdirku.
"Pak Tama marah gak pas tau" tanya Wilda.
Jelas ia akan menanyakan secara rinci kejadian kemarin.
"Banget, udah deh berhenti bahas itu lagi. Ini acaranya kapan dimulai sih?" Tanyaku mencoba mencari pengalihan pembahasan.
"Jam sepuluh" jawabnya yang membuatku mendelikkan mata kepadanya.
"Astaga, terus kenapa bilangnya jam tujuh suruh kesini?" Tanyaku kesal sedangkan dia hanya meringis terkekeh.
"Kan biar bisa ngobrol dulu, sekalian klarifikasi" jawabnya santai.
"Niat banget kamu ya. Terus Rendi kamu bilangin jam berapa acaranya?" Tanyaku.
"Panjang umur, tuh orangnya datang" ujar Wilda sambil melihat sosok ya g baru datang.
"Hai Wilda, Hai Nad?" Sapa Rendi kepada kami.
Sekilas ia memandangiku dan tersenyum.
"Baru datang Ren?" Tanyaku sedikit canggung.
"Eh, iya..." jawab Rendi terbata.
"Kalian kenapa sih? Jadi canggung gitu?" Tanya Wilda yang menyadari ada yang berbeda dengan kami.
"Maklum, namanya juga habis patah hati Wil" jawab Rendi.
Kali ini aku benar benar tidak bisa menjawab dengan kata kata apapun.
***
Acara tujuh bulanan Wilda baru saja selesai dan diakhiri ramah tamah. Aku yang berada di stand souvenir membagikan kepada tamu undangan yang ingin menukarkan kertas voucher.
Ponselku berdering menandakan satu panggilan masuk, setelah izin pamit kepada sepupunya Wilda yang juga berjaga satu stand denganku kemudian mengangkat telepon masuk dari Mas Tama.
"Iya mas?" Sapaku pada Mas Tama.
"Acaranya sudah selesai? Kok banyak tamu yang sudah pada keluar?"
"Sudah Mas, lanjut ramah tamah. Gak mungkin aku langsung pulang kan?"
"Masih lama berarti ya?"
"Eh, kamu sudah di daerah sini? Masuk aja, tadi Wilda sempat nanyain kamu. Kan kamu juga diundang"
"Iya gak enak Nad, acaranya udah selesai gini. Lagipula aku gak pakai baju putih seperti orang orang"
"Gak apa apa Mas, aku tungg-" kataku terputus.
"Duh, kenapa ponselku mati segala? Mana gak bawa power bank" gerutuku kemudian mendapat panggilan dari sepupunya Wilda.
"Mbak Nadia sudah selesai angkat teleponnya?" Tanya sepupu Wilda yang kujawab dengan anggukan.
"Bisa gantiin aku soalnya mau diajak foto bersama" ujarnya.
"Yaudah, kamu tinggal aja biar aku yang jaga" kataku yang segera menuju stand.
Pandanganku masih mencari cari sosok Mas Tama yang belum juga terlihat. Sebenarnya ingin menjemput ya ke depan namun kondisi yang tidak mungkin untuk meninggalkan tempat terlebih masih ada beberapa tamu yang belum menukarkan souvenir.
"Hai beautiful in white" panggil seseorang dari arah belakang saat aku baru saja mengucapkan terimakasih kepada salah satu tamu.
"Mas? Ya ampun aku nyariin kamu dari tadi" kataku kepada Mas Tama yang sudah berada di sampingku.
"Telepon kamu terputus gitu aja, ditelepon balik sudah gak bisa" protesnya.
"Sorry, ponselku off habis batre" ujarku sambil memperlihatkan layar padam pada ponselku.
"Iya gak apa apa" katanya sambik tersenyum.
"Kamu kenapa lihatin aku kayak gitu?" Tanyaku yang sedikit salah tingkah katika dilihat Mas Tama seperti ini.
"Terlihat berbeda aja hari ini" katanya.
"Karena pakai kaftan? Aneh ya?" Tanyaku sambil melihat penampilanku sendiri.
"Nope, sebaliknya malah. Seperti yang aku katakan tadi, beautiful in white" katanya pelan.
"Disini ibu ibu pada pakai baju putih semua" ujarku sambil melihat ibu ibu pengajian yang sudah bersiap pulang.
"Beda lagi. Itu panggilan khusus buat wanita yang sedang berdiri dihadapanku saat ini" katanya yang masih saja menggoda.
"Eh, malah ada yang lagi pacaran disini" Wilda datang dengan mengapit lengan suaminya.
"Enak aja" kataku.
Kulihat Pak Satya mengulurkan tangan kepada Mas Tama kemudian saling berpeluk terlihat akrab seperti teman sesama pria pada umumnya.
"Makasih udah datang" kata Pak Satya.
"Iya, sorry datang telat dan gak sesuai dress code" kat Mas Tama kemudian.
"Sibuk kerja terus sih" cibir Pak Satya.
"Kerja keras buat siapa coba" kata Mas Tama sambil melihat kearahku yang membuatku membalas dengan lirikan tajam kearahnya.
"Kita foto foto dulu yuk, dari tadi kita juga belum sempat selfi sama sekali Nad" ajak Wilda bersemangat.
Tidak ada pilihan lain selain kami semua menyanggupi bumil yamg super aktif ini.
Kami berempat menuju spot foto dengan background bernuansa putih. Juru kamera memberikan arahan kepada kita dengan posisi aku dan Wilda berada ditengah sedangkan yang laki berada disamping pasangannya masing masing. Sebelumnya aku juga sempat meminta agar kami juga diambil gambar dari kamera ponsel milik Mas Tama kepada salah juru foto dan sesi foto kami diakhiri dengan inisiatif Wilda untuk kami berempat agar berselfi.
Ada ada aja maunya bumil.
"Nad, ajak Pak Tama makan dulu. Kamu juga belum makan dari tadi, bantuin acara terus" pinta Wilda disela kami turun dari spot foto.
"Mas mau makan?" Tawarku pada Mas Tama.
"Boleh, sama kamu ya" jawab Mas Tama.
"Aduuuh, yang lagi mesra mesranya pacaran. Yaudah deh aku tinggalin biar bisa makan dengan nyaman. Tapi nanti jangan buru buru pulang sebelum bilang sama aku ya..." ujar Wilda sambil berlalu.
"Kamu pengen makan apa Mas?" Tanyaku ketika kami berada di stand makanan.
"Apa ya... kalau kamu mau makan apa Nad?" Tanya Mas Tama berbalik.
"Aku dari tadi pengen soto Lamongan sih. Aku tahan sampai akhir acara takut kuah sotonya kena kaftanku" ujarku sambil terkekeh.
"Ya ampun, nanti kalau kena kuah terus gak bisa hilang nodanya aku beliin kaftan berapapun yang kamu mau deh" kata Mas Tama.
"Bukan itu masalahnya. Kamu nih selalu gitu deh" ujarku kesal.
Iya walaupum aku tau jika ia mampu membelikan apa saja apalagi sebuah kaftan dengan harga yang tidak seberapa.
"Yaudah, aku samain aja makannya sama kamu" ucap Mas Tama kemudian.
"Iya sayangku..." kataku kemudian mengambil dua mangkuk untuk meracik soto.
Seakan tersadar akan ucapanku barusan tiba tiba Mas Tama sudah berdiri disampingku menahan aktifitasku yang baru saja memasukkan beberapa potong suwiran ayam kedalam mangkuk.
"Ehh? Apa kamu bilang?" Tanya Mas Tama yamg tidak akan melepasku begitu saja.
"Emangnya aku gak boleh panggil pacarku dengan sebutan sayang?" Jawabku meniru ucapannya beberapa hari yang lalu.
Kulihat Mas Tama mengangguk bersemangat sambil mengembangkan senyum.
"pertama kali kamu panggil aku dengan sebutan kayak gitu. Sounds good, sayang"
.
.
.
To be continued
♏♏♏
Jangan lupa follow aku diakun sosmed yang lain yaaa...
WP, Ig, Dreame : Ayaya2211
Terimakasih.
Ayaya💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top