MtW 35 - Dinner

Tap votesnya dulu boleh??? 🌟

Enjoy

.
.
.

♏♏♏

Malam harinya...

Kali ini sedang menikmati seporsi siomay bandung yang kubeli saat pulang dari kantor dengan ditemani jeruk peras hangat. Perpaduan yang pas ketika hujan yang masih mengguyur Surabaya sejak sore tadi.

Ponselku tidak hentinya berdenting menandakan beberapa pesan masuk dari aplikasi whatsapp yang dikirim oleh mbak Laras. Sejak mengetahui dinner minggu depan adalah ajakan dari Rendi ia semakin intensif memberikan masukan untuk penampilanku. Mulai dari pakaian, sepatu, pouch, make up, hair do dan detail lainnya yang kurasa ia lebih memahaminya.

Duh, ribetnya...

Kenapa juga Rendi ngajaknya makan di tempat fancy berkelas seperti itu? Kenapa enggak di restoram steak seperti kemarin saja?

Tidak lama dering ponsel menandakan panggilan masuk.

Mas Tama.

Senyumku mengembang setelah seharian tidak mendapat kabar darinya sejak tiba di Jakarta. Sengaja tidak mengirimkan pesan kepadanya karena ia sedang sibuk dengan urusannya disana, menunggu hingga ia yang menghubungi terlebih dulu.

"Nad..." panggilnya terdengar lirih.

"Iya Mas. Apa kabar kamu?" Tanyaku yang menyadari suaranya sedikit berat.

"So bad. Kayaknya aku di Jakarta sampai jumat depan" katanya.

"Perkiraan kamu memang gak meleset ya Mas"

Ia mendengung malas.

"Yang semangat dong, biar cepat selesai. Ohya, kamu sudah makan?" Tanyaku.

"tadi makan bareng direksi pas selesai meeting. Kamu gimana?" Tanya Mas Tama kepadaku.

"Barusan selesai, makan siomay pas banget hujan gini" kataku yang bersemangat.

"Jakarta mendung aja sih" ujarnya.

"Sekarang lagi dimana?" Tanyaku.

Tidak lama ada permintaan Mas Tama untuk panggilan video call.

Setelah menyetujui untuk terhubung dalam panggilan video kami saling berpandangan satu sama lain. Mas Tama sedang duduk bersandar di head board tempat tidur, ia berada di kamar hotel.

"Kok lemes gitu kamu? Gak lagi nggak enak badan kan?" Tanyaku sedikit khawatir.

"Baru kali ini saat di Jakarta aku pengen kerjaanku cepet selesai dan segera pulang. Padahal biasanya pengen kerjaan selesai biar bisa jalan jalan ke plaza Indonesia" katanya tanpa menjawab pertanyaanku.

"Kenapa emang?" Tanyaku.

"Iya karena pengen segera pulang biar cepet ketemu kamu dong Nad, apalagi?" Ujarnya yang membuatku mengulum senyum.

"Kemarin kamu tinggal ke Jogja, sekarang malah aku harus stay di Jakarta sampai beberapa hari kedepan" katanya sambil mendesah kesal.

"Gak apa apa kan, sekali kali LDR" kataku.

"Baru kali ini aku LDR an" ujarnya.

"aku juga..." ujarku lirih.

Selanjutnya kami kembali mengobrol seputar kegiatanku hari ini, juga sekalian memberitahu Mas Tama tentang rencana dinner bersana Rendi dan Wilda jumat depan. Aku sempat mengatakan bahwa ini merupakan kali pertama untuk fine dining, dan tiba tiba Mas Tama mengatakan bahwa ia nanti akan mengatur waktu yang tepat untuk suatu saat akan mengajakku privat dinner yang terkesan romantis dan intimate bersamanya. Tentu saja aku menolaknya dan mengatakan bahwa aku lebih memilih makan di restoran biasa saja yang penting menunya oke dan tidak diributkan dengan dress code, Mas Tama hanya geleng geleng kepala menanggapinya.

Obrolan kami berakhir saat aku melihatnya beberapa kali menguap menahan kantuk dengan memintanya untuk segera beristirahat. Ia terlalu disibukkan dengan kegiatan di kantor selama berada di Jakarta.

***

Hari jumat tiba, pertanda malam ini merupakan acara dinner bersama Rendi dan Wilda. Sejak hubungan kedekatanku diketahui oleh teman satu divisi kini Rendi semakin sering mengajakku sekedar mengobrol di jam istirahat juga tidak sungkan lagi untuk mengajakku makan siang.

Seperti saat ini kami sedang makan siang bersama di kantin yang aku rekomendasikan kepada Rendi untuk mencoba salah satu menu favoritku. Kami berada disalah satu sudut meja dengan posisi duduk berhadapan, tadinya kuharap ada yang ingin ikut bergabung dengan meja kami namun nihil, mbak Laras yang notabenya masih kepo tentang lingkar pertemanan kami pun tidak berani mendekat untuk bergabung dengan mejaku.

"Kenapa sih Nad, aku pengen kirimin kamu baju gak dibolehin?" Tanya Rendi tiba tiba.

"Aku udah ada Ren. Jadi gak perlu perlu banget kamu beliin, simpan uang kamu buat dinner nanti malam" jawabku sambil menyendokkan nasi dengan lauk penuh ke dalam mulutku.

"Bukan masalah sebenarnya Nad. Ohya itu Wilda ngeluh di grup karena bajunya gak ada yang muat" ujar Rendi.

Aku tertawa saat kemarin malam Wilda marah di grup whatsapp yang hanya berisi kami bertiga. Jelas ia mengeluh tentang pakaian yang sudah tidak ada yang muat untuk Ibu hamil trisemester akhir.

"Padahal dia sendiri yang memilih restorannya. Dasar itu Bumil, semoga sabar aja suaminya" kata Rendi sambil terkekeh.

"Beruntung Pak Satya yang jadi suaminya ya Ren" ujarku.

"Emang kenapa?" Tanya Rendi hingga menghentikan aktifitas makannya.

"Tolak ukur sebagai lelaki dewasa untuk menghadapi Wilda lah" jawabku.

"Aku juga bisa begitu, kenapa harus Pak Satya yang jadi patokan?" Tanya Rendi ya g terkesan serius.

"Iya, percaya kok. Terlebih dengan kamu yang sekarang, kalau Rendi zaman kuliah dulu, baru aku sangsi" ujarku.

Rendi tersenyum jumawa setelah mendengar penuturanku.

***

Malam harinya sudah siap dengan penampilanku untuk datang di acara dinner yang sebenarnya gak penting penting banget dengan mengenakan dress code yang terlampau formal seperti sekarang ini.

Pilihanku kali ini dengan menggunakan black lace top dengan rok motif floral yang bisa dikatakan semi formal untuk acara dinner. Rambut dicepol rapi dengan sedikit anak rambut disisi telinga yang tidak terlalu panjang kubiarkan terurai.

Begitu sampai di meja resepsionis dengan menyebutkan reservasi atas nama Rendi kemudian salah satu petugas mempersilahkanku untuk diantarkan kesalah satu ruangan yang terkesan intimated karena terpisah dari meja lainnya.

"ini beneran disini Mas?" tanyaku kepada petugas yang mengantarkanku tepat didepan sebuah pintu.

Tidak lama pintu terbuka dan memperlihatkan sebuah ruangan yang terbilang luas karena hanya terdiri dari sebuah meja makan dengan dua kursi berhadapan serta beberapa hiasan yang membuat suasana ruangan menjadi lebih hidup. Meja makan yang berada tepat disamping jendela yang lebar hingga memperlihatkan suasana malam yang masih ditutupi gerimis.

Disana berdiri seorang lelaki dengan mengenakan tuxedo lengkap dengan jas yang memberlihatkan kesan berkelas bagi pemiliknya. Rendi tersenyum kepadaku kemudian berdiri dari duduknya dan menyambutku dengan menggeser kursi satunya sebagai tempat dudukku.

Aku melirik tajam kearahnya, apa maksud semua ini?

Sebentar, Wilda dimana? Kenapa cuma ada dua kursi?

Bukannya acara dinner untuk kita bertiga? kenapa terkesan seperti aku dan Rendi sedang ngedate berdua seperti sepasang kekasih begini?

"Udah cantik begini kenapa tatapan kamu seperti itu kepadaku Nad?" ujar Rendi begitu mengetahui perubahan raut wajahku yang tidak bersahabat.

"bisa kamu jelasin maksud semua ini apa?" tanyaku dengan memberikan tatapan menyelidik kearahnya.

"sebelumnya Wilda minta maaf karena tidak bisa datang" jelasnya yang membuatku mengernyitkan dahi.

"karena sudah reservasi jauh jauh hari jadinya tidak mungkin aku batalkan sepihak dalam waktu yang sudah ditentukan" imbuhnya.

"kok gak ada yang bilang digrup?" Tanyaku.

"sekarang sudah bilang kan?" Jawab Rendi sembil tersenyum hangat.

"maksudnya kenapa Wilda gak bilang dulu sama aku?" Kataku meralat pertanyaan.

"untuk yang itu bisa kamu tanyakan sendiri sama Wilda" jelas Rendi sambil tersenyum.

Aku mendesah kesal karena acara makan malam yang sudah direncanakan jauh jauh hari malah berakhir menjadi seperti ini. Tidak dapat dipungkiri jika Rendi pasti sudah mengeluarkan kocek yang lumayan untuk memesan tempat di sebuah restoran fancy sekelas ciputra. Dari pada menggerutu sendiri lebih baik menikmati pelayanan restoran yang belum pernah aku coba sebelumnya.

"bisa kita pesan sekarang?" Tanya Rendi ketika kami sudah duduk di kursi masing masing.

Aku mengangguk kemudian tidak lama waiters datang dan mencatat pilihan makan malam yang bisa dibilang cukup rumit. Banyak menu yang tidak kupahami mulai dari appetizer, maincourse dan dessert.

Sedangkan didepanku dengan santainya Rendi memilih menu terlebih dahulu kemudian menawariku beberapa menu yang ia yakini bahwa aku akan menyukainya. Sedikit banyak ia memahami selera makanku. Apa yang aku suka dan yang tidak aku sukai. Dan sepertinya ia sudah sangat terbiasa dengan model dinner seperti ini, Rendi sudah banyak berubah menjadi seseorang yang berkelas jauh dari Rendi yang kukenal dahulu.

"nad..." panggil Rendi saat aku sedang memotong tenderloin steak.

"tau kalau Wilda gak bisa ikut mending ke tempat steak yang biasanya aja ya Ren. Gak perlu kesini dengan harga yang gak masuk akal" ujarku sambil menyuapkan daging tenderloin yang lembut.

"it's okay... Sekali kali kan gak apa apa" katanya tenang.

"tapi kesannya rada aneh gini Ren karena cuma kita berdua pakai fasilitas privat fine dining disini" kataku merasa tidak nyaman.

Rendi terkekeh mendengar penuturanku.

Iyalah jadi aneh banget udah kayak orang pacaran begini. Memang dasar Wilda yang gak bilang kalau gak jadi ikutan, padahal dia sendiri yang pilih tempat dan dress code nya. Awas saja nanti setelah pulang dari sini, semoga suaminya tidak mengeluh karena kupastikan akan menelepon dan menegur Wilda-istrinya yang tidak menepati janji.

"kapan kapan aku ajakin makan ke tempat yang sejenis mau?" Tawar Rendi kepadaku.

"ihh... Sorry aja, aku gak mau" tolakku.

"kenapa?" Tanya Rendi sambil melihat penuh kearahku.

Aku merasa sejak tadi Rendi sering mencuri pandang kearahku, atau hanya perasaanku saja yang sejak awal tidak merasa nyaman.

"enakan restoran steak yang biasanya aja. Disini ribet pakai dress code dengan tampilan formal" ujarku kekeh menolak.

"iya kan menyesuaikan dengan tempat Nad. Masa dine in disini pakai kaos sama jeans kan gak tepat" jelas Rendi.

"makanya aku gak mau" ujarku kekeh.

Setelah menyelesaikan main course kemudian pramusaji mengganti piring dengan menu dessert. Kali ini boleh dikatakan menu yang paling aku suka, ya walaupun menu sebelumnya juga enak tapi kurang pas untuk seleraku, belum lagi dengan harganya yang tidak masuk akal.

"Nad, kamu tau kan kalau kita sudah dekat sejak lama?" Kata Rendi tiba tiba yang kujawab dengan dengungan.

"Kamu masih ingat janjiku beberapa tahun yang lalu saat kejadian yang membuat kamu terpuruk karena laki laki sialan itu?" Tanya Rendi perlahan hingga terdengar sangat lirih.

Aku segera menghentikan aktifitasku dengan ingatan yang melemparku diwaktu itu. Waktu yang ingin kulupakan sekuat tenaga dan malam ini Rendi kembali mengungkitnya.

"Kenapa?" Tanyaku berusaha setenang mungkin. Sedangkan dibawah meja tanganku terkepal kuat seakan menahan sesak ketika mengingat kejadian masa lalu.

"Waktu itu kamu menolakku dengan alasan kesiapanku. Dan kini aku kembali untuk memenuhinya" jelasnya yang membuatku melihat penuh kearahnya.

Aku menggeleng pelan.

Bukan seperti itu maksudku Ren, bathinku.

Tidak lama Rendi mengambil sesuatu dari balik jas yang ia pakai. Sebuah kotak beludru persegi berwarna hitam pekat dengan ukiran khas sebuah merek luar negeri ternama yang jelas tidak akan bisa kubeli dengan posisi pekerjaanku sekarang ini.

"Sekarang, aku datang untuk kamu, aku kembali setelah melewati perjuangan yang sangat keras hingga sampai dititik ini. Be my mine, Nadia Eka Pratiwi..." Ujarnya sambil meletakkan kotak hitam diatas meja untuk didekatkan kearahku tanpa membukanya.

.
.
.

To be continued

♏♏♏

Gimana gimana?

Adakah yang berubah haluan dukungan pasangan untuk Nadia dipart ini?

- kubu Pak Tama mana suaranya?

- kubu Nadia bersama Rendi?

- atau balikan aja sama Dito?

Jangan lupa follow aku diakun sosmed yang lain yaaa...

WP, Ig, Dreame : Ayaya2211

Terimakasih.

Ayaya 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top