MtW 31 - Reunion
Tap votesnya dulu boleh??? 🌟
Anw, Adakah pembaca dari ceritaku yang judulnya Penggemar Rahasia? Yang pernah baca semoga terobati kangennya sama part ini...
Buat yang belum, bisa buka bio untuk melihat ceritanya. Fyi, part Penggemar Rahasia sudah tidak lengkap hanya menyisakan 5 part saja karena sudah pindah ke dreame/innovel dengan id akun yang sama.
Enjoy
.
.
.
♏️♏️♏️
"Hei, sorry lama" sapa Rendi begitu datang dan memilih duduk disebelahku.
"Oh my God. Ini siapa yang datang?" Ujar Wilda masih belum berhenti dari rasa kagetnya.
"Perlu kenalan lagi nih?" Tanya Rendi menggoda Wilda dengan mengangsurkan tangan kanan seakan mengajaknya berkenalan.
Jelas Wilda segera menepisnya yang ditanggapi Rendi dengan kekehan. Wilda kembali menatapku dengan penuh dengan pertanyaan yang kujawab dengan mengendikkan bahu hingga membuat raut kesal terlihat diwajahnya.
"Udah pada pesan?" Tanya Rendi.
"Udah. Kamu juga udah aku pesenin, bentar lagi mungkin pesanannya datang" Jawabku.
Didepanku Wilda masih melihatku dengan pandangan menyelidik.
"Gak ada yang mau jelasin ini gimana ceritanya bisa acara reuni begini? Dan disini aku yang paling gak ngerti sendiri? Ya ampun!" Keluh Wilda yang tertahan ketika pesanan kami datang.
Disela acara makan mulai menceritakan awal pertemuanku dengan Rendi hingga merencanakan pertemuan untuk kami bertiga skip Wilda yang tidak diberitahu tentang rencana kedatangan Rendi yang membuatnya kesal.
Namanya juga kejutan.
"Gimana ceritanya kamu bisa gantiin Pak Tama? Dari zaman kuliah dulu, jujur kamu gak ada bakatnya sama sekali berbisnis Ren, beneran deh" ujar Wilda terlewat jujur.
Masih tidak berubah Wilda yang selalu mengatakan apa saja yg ada difikirannya.
"Koneksi dari orang tuaku sih" jawab Rendi santai.
"Wahhh... main orang dalam" ujar Wilda dengan mendramatisir.
"Sedikit informasi aja, setelah kuliah aku benar benar bekerja ekstra untuk sampai diposisi ini" kata Rendi penuh penekanan.
"Jelas itu sih, mana dulu kuliahnya awur awuran pula" imbuh Wilda yang membuat kami reflek tertawa.
"Untuk yang itu skip aja ya" ujar Rendi sambil terkekeh.
"Ohya, berhubung kita bertiga udah kembali berkumpul. Emmm, aku pengen undang kalian untuk datang diacara tujuh bulananku dua minggu lagi. Wajib hadir tanpa penolakan!" kata Wilda menginterupsi.
"Kamu gak lagi ngajak bercanda kan Wil?" tanya Rendi.
"Emang kenapa kalau ada laki laki yang datang diacara tujuh bulananku? Nanti bisa bareng sama Mas Satya dan sepupu laki lakiku yang lainnya juga aku undang. Gak masalah?" jelasnya enteng.
"Itu mereka masih keluarga terdekatmu Wil. Lain kali aja kita agendakan meet up lagi" sanggah Rendi.
"Gak mau, udah begah diakunya" Wilda menolak.
"Yaudah kalau gitu biar aku berdua sama Nadia aja, kamu diskip aja Wil. Bisa kan Nad?" kata Rendi menggoda.
Aku mengangguk menimpali godaan Rendi.
"Gak asik ah, aku terus yang dipojokin. Kalian terlalu kompak, kenapa gak jadian aja" ujar Wilda yang membuatku menatap tajam kearahnya.
"atau jangan jangan kalian emang udah jadian, cinlok gitu di kantor" tebaknya yang semakin membuat mataku terbelalak.
"jangan ngada ngada Wil" sanggahku.
"bisa aja kan? Ohya, kamu gak lagi ada cewek kan Ren?" tanya Wilda.
"I'm free" jawab Rendi mantap yang membuatku melirik tajam kearahnya.
"Kita bertemu sore ini buat reunian ya, bukan even jodoh jodohin. Sejak kapan Wilda berbakat jadi mak comblang?" tanyaku sarkastik.
"Iya namanya juga usaha bercanda, siapa tau diseriusin" jawab Wilda.
Reflek mereka berdua tertawa sedangan aku mendengus kesal pada mereka. Kenapa jadi aku yang dipojokin disini?
***
"sorry ya, aku balik duluan..." kata Rendi setelah ia menerima telepon yang sepertinya bersifat urgen.
"iya gak apa apa, hati hati baliknya" kataku.
"enak aja, bayarin dulu bill nya" Wilda menimpali.
"iya bumil cerewet, nanti aku bayarin. Gak nambah lagi kan?" tanya Rendi.
"aku mau nambah minuman, nanti pesenin sekalian diantarkan kesini aku tungguin" ujar Wilda memerintah dengan seenaknya.
Aku hanya tersenyum melihat kelakuan sahabatku yang satu ini.
"ini definisi kamu gak pernah dijajanin Pak Satya atau gimana nih?" sindir Rendi dengan kekehan.
"eh sorry ya... Nafkah lahir bathinku lengkap" ujar Wilda mendramatisir.
"iya percaya deh... Yaudah aku balik dulu, nanti kalian pulangnya hati hati. Bye..." pamit Rendi.
Setelah Rendi berlalu kami masih berada di tempat yang sama untuk menunggu pesanan Wilda.
"Masih gak percaya kalau itu Rendi yang dulu bukan sih?" tanya Wilda tiba tiba.
Aku mengangguk sambil menghabiskan sisa isi minumanku.
"kenapa?" tanyaku.
"perbedaannya terlalu signifikan" ujarnya.
"iya aku mikir awalnya juga gitu. Tapi kerjanya oke kok, managemennya juga bagus. Cuma ngasih deadline nya kurang manusiawi aja, mbak Laras sering ngeluh" jelasku.
Wilda tertawa lepas menangapi perkataanku. Jelas dia bisa membayangkan bagaimana sikap mbak Laras yang uring uringan ketika dikejar dealine.
***
"Ini beneran mau jalan kaki aja sampai ke ujung sana?" Tanyaku pada Wilda ketika ia menunjukkan arah toko perlengkapan bayi yang terletak diujung jalan dengan jarak kira kira 100 meter dari restoran steak yang baru saja kami datangi.
Wilda mengangguk mantap.
Ia mengatakan sempat melihat sebuah toko perlengkapan bayi ketika dalam perjalanan menuju restoran steak saat diantar suaminya tadi.
"Gak tega kamu jalan gini Wil. Mau beli apaan sih? Apa gak mendingan sama Pak Satya aja?" Tanyaku sedikit ragu dengan perut Wilda yang terlihat begah diusia kandungan menuju tujuh bulan.
"Mas Satya pengennya datengin desain interior sama wardrobe buat baby ke rumah biar aku bisa pilih sendiri dan lebih praktis. Padahal aku pengen berkeliling cari ke baby shop" jelasnya panjang lebar.
"Iya kan maunya biar kamu nyaman juga" kataku membenarkan perkataan suaminya.
Tidak menuntut kemungkinan jika Pak dosen satu itu terlihat posessive dengan kehamilan anak pertamanya.
"Tck, tapi bukan itu keinginanku" katanya menjeda, "mumpung keluar jadi kugunakan kesempatan ini sekalian ada kamu yang akan temenin aku pilih pilih nanti" katanya sambil mengedipkan mata.
"Dasar! Udah izin belum? Nanti jadi masalah kalau ada apa apa" tanyaku memastikan.
"udah dan langsung dijawab iya sama Mas Satya" jawabnya mantap.
Kami berjalan melewati trotoar yang cukup sepi berbanding dengan jalan raya yang mulai padat terutama menjelang weekend seperti sekarang ini.
Setibanya di tempat tujuan kami segera berkeliling menuju satu persatu rak dan etalase yang memajang berbagai perlengkapan bayi yang sangat lucu dan menggemaskan. Aku tersenyum getir ketika teringat kembali kejadian beberapa tahun yang lalu.
Biasanya akan terbawa suasana namun kali ini aku merasa jauh berbeda, ada sisi dalam bathinku sudah menerima bagian dari masa laluku dan mencoba berdamai dengan segalanya yang sudah terjadi.
"eh Nad, bagusan ini apa ini?" tanya Wilda yang membuyarkan lamunanku sambil membawa popok bedong warna hijau dan kuning.
Aku mencoba menimbang sambil melihat satu persatu yang dibawa Wilda.
"wait. Emang udah kelihatan jenis kelaminnya?" Tanyaku.
"belum, pas terakhir dicek enggak kelihatan. Rencana habis acara tujuh bulanan mau cek lagi, semoga kelihatan sih" jelasnya.
"iya kenapa harus banget sekarang belinya? Enggak nunggu setelah hasil USG keluar gitu" kataku mencoba menahan keinginan Wilda untuk belanja.
"maksudnya kalau cowok harus serba biru, terus kalau cewek serba pink gitu?" Tanya Wilda dengan penekanan.
Aku mengangguk sambil terkekeh. Tapi bukannya kebanyakan orang seperti itu?
Duh, hampir lupa kalau sahabatku satu ini beda dengan kebanyakan orang lainnya.
"klise banget sih Nad. Aku pengen warna yang netral aja, bisa buat cowok atau cewek gitu" katanya dengan melihat perbandingan dua item yang dibawa.
"kalau gitu kenapa gak ambil warna putih aja? Sangat netral sekali" ujarku seenaknya.
"eh, iya ya? Kok aku gak kefikiran sama sekali"
Wilda meletakkan kedua popok bedong yang dibawanya kemudian kembali sibuk mencari barang yang didominasi warna putih.
Hampir satu jam berkeliling dengan diselingi duduk disalah satu sudut yang disediakan oleh pihak toko untuk sekedar beristirahat sejenak, dan akhirnya Wilda sudah memilih beberapa item perlengkapan bayi yang kubantu untuk membawanya.
"belanja sama kamu gak asik banget Nad. Ini gak boleh, itu gak boleh. Mendingan Mas Satya kemana mana" keluh Wilda.
"iya emang sebaiknya kamu belinya bareng suami biar lebih afdhol" ujarku santai.
"masa dari tadi keliling 75% belanjaanku kamu kembaliin?" Katanya masih mengeluh.
Aku terkekeh menanggapinya. Kami berjalan menuju kasir dengan membawa barang belanja untuk segera dibayar.
"sambil nungguin Mas Satya kita mampir ke kafe sebelah yuk. Agak lama kayaknya" ajak Wilda.
Aku menuruti Wilda dan kami berjalan menuju sebuah kafe yang menjual beberapa minuman kekinian dengan membawa barang belanjaan Wilda ditangan kananku. Mana tega biarin bumil bawa belanjaan sendiri.
Kami sudah berada disebuah kafe yang tidak jauh dari baby shop yang baru saja kami kunjungi sambil menunggu jemputan dari Pak Satya, disini Wilda memaksaku untuk bersedia diantar olehnya. Yang tadinya bilang cuma beli mimuman saja kini bertambah ada dua porsi kudapan di atas meja kami. Bumil bebas ya...
"eh Nad, masih inget obrolanku tadi nggak?" Tanya Wilda disela sela ia sedang menikmati kudapannya.
"yang mana?" Tanyaku balik.
"Yang sama Rendi?" Wilda kembali menekankan.
Aku mendelikkan mata tajam kepada wanita hamil disampingku.
"Gak usah bahas itu lagi deh..." tolakku.
"Iya kenapa? Gak masalah kan diseriusin kalau memang sama sama single?" Jelasnya santai sambil mencomot kentang goreng dalam porsi besar.
"Sayangnya saya tidak single Mrs. Satya" ujarku dengan bahasa formal dan jelas akan membuatnya kembali dengan berbagai pertanyaan.
"What??? Seriusan???" Pekiknya.
Aku mengangguk sambil menyeruput teh boba yang tinggal separuh.
"Siapa Nad? Kok gak pernah cerita?" Tanya Wilda memaksa.
"Ini udah cerita kan..."
"Gak gak gak... itu sejak kapan? Sama siapa? Aku kenal nggak?" Tanya Wilda dengan tidak sabaran.
"Belum lama, kamu jelas kenal" jelasku perlahan.
"Siapa sih? Orang kantor?" Wilda kembali bertanya dan kujawab dengan anggukan.
Sepertinya harus mulai terbuka tentang hubunganku.
.
.
.
Tbc
♏️♏️♏️
Jangan lupa follow aku diakun sosmed yang lain yaaa...
WP, Ig, Dreame : Ayaya2211
Terimakasih.
Ayaya 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top