MtW 30 - Meet up

Tap votesnya dulu boleh??? 🌟

Enjoy

.
.
.

♏️♏️♏️

Hari berganti hari dengan manager baru cukup memberikan efek yang signifikan pada suasana kantor divisi. Tidak ada lagi obrolan bersifat bercanda dalam jam efektif karena hampir semuanya sibuk mengerjakan pekerjaan masing masing.

Berkutat dengan angka angka membutuhkan konsentrasi yang tinggi, salah memasukkan angka nol saja bisa menjadi sebuah masalah yang besar. Butuh ketelitian saat menginputkan angka demi angka untuk dijadikan sebuah laporan.

"Nad, beneran aku gak tahan deh lama lama kerja sama manager baru. Masa apa aja dikejar deadline?" Keluh mbak Laras kepadaku.

"Gak usah lebay ras, banyak ngeluh elah" sahut seseorang dari meja sebelah.

Jelas siapa pemilik suara itu yang menyulut emosi mbak Laras menjadi dua kali lipat.

"Lo gak usah ikut campur obrolan Gue sama Nadia ya Ko" sungutnya pada Mas Eko yang masih fokus pada layar di depannya.

Aku tersenyum melihat mbak Laras yang mulai mengeluarkan nada tinggi.

"Lo juga Nad, senyum senyum aja lihat Gue menderita mana diejek sama Si Eko terus, bete"

Nah kan, aku juga kena.

"Iya maaf mbak, suka gak habis pikir aja sama kalian. Awas jodoh loh" ujarku mengajak bercanda.

"Kayak gak ada laki laki lain aja" dengusnya sambil melihat Mas Eko sekilas.

"Bener kata Nadia tuh. Awas kesemsem sama Gue" kali ini suara Mas Eko disertai denga kekehan.

"Diem gak?" Untuk satu ini nada suara mbak Laras benar benar sudah dilevel warning.

Jadi aku memilih diam saja begitupun dengan Mas Eko. Kami kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan masing masing.

Hari hariku terasa lebih ringan, meskipun benar yang dikatakan mbak Laras jika sejak digantikan manager baru beban pekerjaan kami naik hampir dua kali lipat namun tidak terlalu signifikan pada pekerjaanku. Bukan karena Rendi sengaja memilah pekerjaan antara karyawan satu dengan yang lainnya, cuma kali ini berkaitan dengan managemen waktu.

Jika dulu Pak Tama lebih longgar memberikan deadline, berbeda dengan manager baru kami. Rendi sedikit lebih kejam dengan cuma memberikan batas waktu hingga tiga hari kedepan setelah breafing pagi dimulai dan membagi tugas, terlebih jika dirasa cukup mudh dikerjakan maka akan diberikan tenggat waktu kurang dari beberapa jam saja. Jadi managemen waktu sangat berpengaruh disini.

***

Jumat pagi semakin membuatku bersemangat untuk memulai hari ini. Menjelang akhir pekan pertanda dua acaraku akan segera terlaksana.

Gak sabar rasanya,

"Pagi mbak Laras, Pagi semua..." sapaku pada seluruh penjuru kantor divisi.

Ada yang melambaikan tangan, ada yang membalas sekadar say 'hei', ada yang cemberut padahal terhitung masih awal bulan, dan selalu ada aura yang selalu berbeda dari sosok satu ini,

"Pagi cantik" jawab seseorang disudut ruangan sambil membawa gelas kertas berisi kopi.

Mas Eko selalu ceria seperti biasa.

"Pagi pagi udah butuh asupan kafein aja Mas?" Tanyaku sambil meletakkan sling bag diatas meja kerjaku.

"Oh jelas... mood pagi sih, mau dibuatin gak?" Tawarnya.

"No, thanks" tolakku pelan.

Tidak terbiasa minum kopi ketika hari masih pagi.

"Lo kayaknya gak ada beban banget ya Nad? Gue perhatiin tiap hari kayak hepi aja mood Lo, padahal kerjaan numpuk parah" ujar mbak Laras yang kini berada tepat disamping meja kerjaku.

"Eh? Iya ya mbak?" Tanyaku mengerjap.

"Iyalah, pakai ditanya pula. Gimana itu caranya? Gue yang lebih lama kerja disini makin dibuat pusing sama manager baru. Sadis banget, kok Gue jadi merindukan Pak Tama. Udah nyaman banget itu orang di kursi direktur" katanya penuh harap yang dibuat buat.

Belum tau saja hampir tiap hari mas Tama selalu mengatakan kerap kali bosan karena kantor tempatnya bekerja terkesan terlaluh tenang, ia merindukan suasana kantor divisi kami yang selalu bisa menghidupkan suasana.

Kami kembali pada pekerjaan masing masing setelah jam efektif kantor dimulai. Tugasku minggu ini hampir selesai ketika jam makan siang sesuai dengan deadline yang sudah ditentukan, tinggal mengecek ulang dan siap dilaporkan pada manager setelah jam istirahat siang.

Setelah melewati perjalanan setengah jam dari kantor tempatku bekerja ketika jam pulang kantor tiba, akhirnya sampai di tempat tujuan. Jam menunjukkan hampir pukul lima sore, kali ini berada disebuah restoran steak yang dulu sering aku kunjungi ketika merayakan momen spesial.

Ketika memasuki restoran mataku mengedarkan pandangan mencari seseorang yang sejak tadi tidak hentinya menanyakan keberadaanku. Senyumku mengembang ketika melihat seorang wanita berambut panjang yang digerai sedang duduk disudut ruangan sambil menikmati minuman dingin yang tinggal separuh dengan perut yang mulai membuncit. Aku sudah tidak sabar ingin menghampiri dengan segera memeluknya.

Dia, Wilda.

"Hei..." sapaku tersenyum dan tidak jadi mengejutkannya, takut takut sama Ibu hamil satu ini.

Ia memajukan mulutnya sekejap dan aku mengambil duduk berhadapan dengannya.

"Sorry, seperti biasa ma-cet" keluhku jujur.

"Alasan klise, harusnya bisa sesekali izin pulang lebih cepat. Hampir lumutan nungguin nih" katamya dengan nada kesal.

"Tapi enggak jadi lumutan kan?" Godaku.

"Hhmmm..." gumamnya sebal.

"Sendirian kesini?" Tanyaku karena tidak menemukan ia bersama suaminya.

"Mas Satya cuma nganterin doang. Ohya, ada apasih sampai pengen banget-tepatnya maksa banget buat ngajakin ketemuan. Gak biasa biasanya" katanya tidak sabaran.

"Kangen" jawabku yang dibuat buat.

Untuk yang satu ini dengan sengaja tidak memberitahu Wilda tentang seseorang yang akan kami temui sore ini. Jelas kali ini akan membuatnya terkejut terhitung Wilda sudah lama tidak bertemu dengan Rendi. Lain cerita jika aku sudah bertemu Rendi beberapa hari yang lalu ketika mengetahui Rendi menjadi manager baru ditempatku bekerja, dan kami merencanakan pertemuan sore ini bertiga dengan mengajak Wilda sebagai ajang reuni.

"Halah, gak percaya banget. Diajak jalan pas weekend aja susahnya minta ampun" cibir Wilda tidak percaya dengan jawabanku.

"Gak enak sama Pak Satya lah. Weekand kan Suami kamu bebas tugas, masa iya ajakain istrinya keluar. Gini gini Pak Satya dulu jadi dosen favoritku, mana istrinya sahabatku pula. Makin gak enakan dong" jelasku panjang lebar.

"A-la-san"

Aku terkekeh menanggapinya.

Setelah kami mengobrol ringan dengan menanyakan kabar dan kegiatan masing masing. Setelahnya kami memesan menu ditambah satu paket menu yang kutambahkan satu porsi untuk Rendi. Jelas muncul pertanyaan dari Wilda yang tidak sabaran namun kutepis dengan mengalihkan pembicaraan.

Berbicara tentang Rendi kenapa dia lama sekali sampainya. Tadi saat bertemu ketika menyerahkan laporan setelah jam makan siang ia mengatakan untuk tidak menunggunya setelah pulang kantor karena ia ada meeting jam tiga padahal rencana sebelumnya kami akan berangkat bersama untuk mengejutkan Wilda. Karena takut terlambat dan membuat Wilda semakin lama menunggu akhirnya Rendi memintaku untuk menuju restoran terlebih dahulu. Benar saja, hingga pukul lima lewat ia belum juga datang.

"Ini kita nungguin siapa sih Nad? Aku penasaran dari kemarin" tanya Wilda kembali tidak sabaran.

"Bentar ya... bumil sabar dulu" kataku menenangkannya.

Tidak lama ponselku berdenting memunculkan satu notifikasi bar. Senyumku mengembang ketika satu pesan dari Rendi muncul mengatakan bahwa dia sudah sampai di depan restoran, dengan cepat kuketikkan lokasi tempat dudukku dengan Wilda saat ini dan segera mengirimnya.

"Tuh, udah datang" kataku memberikan kode pada Wilda agar ia melihat kearah belakang.

"Siap-a?" Katanya terbata begitu melihat Rendi berjalan menuju arah tempat duduk kami saat ini.

Matanya membulat ketika melihatku seakan banyak pertanyaan yang ingin ia sampaikan dan kujawab dengan mengendikkan bahu tidak ingin menjawabnya.

.
.
.

To be continued

♏️♏️♏️

Nanggung ya, sabar untuk part selanjutnya...

Jangan lupa follow aku diakun sosmed yang lain yaaa...

WP, Ig, Dreame : Ayaya2211

Terimakasih.

Ayaya 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top