MtW 27 - Mas?
1,9K words
Enjoy
.
.
.
♏️♏️♏️
Minggu pagi menjadi hari santai yang paling kutunggu. Kapan lagi ketika jam menunjukkan pukul delapan dan masih setia memakai baby doll kebanggaan yang lecek disetiap sisinya. Tidak ada salahnya memanjakan diri sendiri dengan menikmati hari libur sebelum esok kembali pada rutinitas bekerja di kantor.
Pekerjaan rumah sudah selesai dihari sabtu kemarin sehingga hari ini bisa full me time. Masih mengenakan sheet mask dengan merebahkan tubuh di sofa ruang tamu dengan diiringi lagu mellow seorang penyanyi keluaran ajang pencarian bakat yang dibuat menjadi tiga versi. Aku lebih suka karakter suaranya yang sebelas duabelas dengan Raisa, easy listening.
Setelah cukup waktu untuk memakai sheet mask kemudian beranjak menuju dapur untuk menyiapkan sebuah menu yang sejak kemarin ingin dieksekusi. Alasannya cukup klise, karena aku penyuka berbagai jenis makanan hingga mengikuti beberapa akun yang berisi tentang rekomendasi jenis menu makanan mulai appetizer, main course dan dessert.
Fokusku pada sebuah akun yang memperlihatkan sebuah gambar menu dessert yang cukup mudah untuk dibuat, setelah googling dan mencocokkan resep yang pas dengan bertanya kepada Ibuku yang lebih ahli dalam hal ini, akhirnya sekarang saatnya eksekusi. Tentunya bahan bahan yang diperlukan sudah ada dalam list belanjaku kemarin.
"Not bad" ujarku setelah melihat hasil akhir dari uji cobaku. Mulai dari rasa dan penampilan, setidaknya layak untuk dikonsumsi.
Ponselku menunjukkan beberapa notifikasi masuk ketika baru saja memasuki kamar. Sejak bangun tidur belum mengecek benda pipih itu yang berada diatas side table tempat tidur.
Ada beberapa panggilan tidak dijawab dari Pak Tama dan pesan dari adikku di Jogjakarta yang menanyakan kabarku dan bertanya kapan aku pulang. Rasanya sudah lama sekali tidak bertemu Ayah dan Ibu, meskipun hampir tidak pernah absen memberikan kabar melalui pesan singkat maupun telepon tapi tetap saja merindukan kedua orang tua yang teramat aku sayangi, terutama masakan Ibu dan obrolan ringan bersama Ayah.
Tidak lama ponselku bergetar menandakan panggilan masuk, siapa lagi kalau bukan Pak Tama yang tiap hari selalu memghubungiku secara intens. Mungkin terlihat posesif tapi aku menikmati setiap perhatiannya, seperti hal kecil mengingatkanku untuk sarapan setiap paginya.
"Selamat Pagi Bapak Gilang Adhitama, ada yang bisa saya bantu?" Sapaku menggodanya dengan menggunakan bahasa baku seperti interaksi ketika dalam area kantor antara karyawan dengan atasannya.
"Makin resmi saja ya bahasanya, tidak terlihat seperti orang yang sedang berpacaran" sindirnya.
Aku terkekeh menanggapinya sedangkan diseberang telepon Pak Tama hanya mendengus kesal.
"Bapak sudah sarapan?" Tanyaku.
Sesekali bergantian aku yang bertanya sebelum didahului olehnya.
"Sudah Nad, a simple breakfast. Dua lembar roti dengan susu. Kamu udah sarapan?" Tanya Pak Tama kepadaku.
"Baru selesai pakai sheet mask, me time sebelum besok kembali kerja dengan atasan yang baru" jawabku.
"Padahal kita baru officially ketika aku dapat promosi" katanya dengan nada merendah.
Aku diam saja tanpa menanggapinya, sudah jelas arah pembicaan kita nantinya.
Pembahasan seperti ini bukan untuk pertama kalinya, karna Pak Tama beberapa kali membahas tentang keputusannya untuk mendapat promosi sebagai direktur. Selain memang dia layak dengan kapasitas yang mumpuni, juga dia masih ada hubungan kekerabatan dengan CEO semakin memudahkannya untuk berada diposisi yang semakin tinggi. Dan disaat yang bersamaan aku merasa semakin jauh dibawahnya, tidak dipungkiri jabatan Pak Tama selalu menjadi jarak kasta kami.
"Hari ini kamu ada acara kemana Nad?" Tanya Pak Tama.
"Tidak kemana mana kayaknya" ujarku sambil merapikan ujung bed cover yang terlipat.
"Kemarin katanya mau buat puding" ingatnya saat kemarin aku sempat bercerita tentang keinginan untuk membuat puding karena melihat salah satu feed akun instagram yang memperlihatkan menu dessert yang menggugah selera.
"Sudah selesai, Bapak mau cobain?" Tawarku padanya.
"boleh" katanya menjeda "ohya Nad, saya pengen ajak kamu untuk bertemu seseorang mau?" Kali ini Pak Tama bertanya lebih berhati hati.
"bertemu dengan siapa ya Pak?" Tanyaku penasaran.
"Mama" jawabnya.
Aku menghentikan aktifitasku sejenak.
"Bapak gak lagi bercanda kan?" Tanyaku memastikan,
"saya serius. Sebenarnya mama juga pengen bertemu sama kamu dari jauh jauh hari" jawabnya antusias.
Aku masih terdiam,
Ini bukan perkara main main karena aku akan bertemu dengan orang terdekat Pak Tama. Seorang wanita yang paling dicintainya, dan itu pertanda aku mulai diajak umtuk memasuki kehidupannya lebih dalam.
"gimana Nad? Bisa kan?" Tanya Pak Tama saat tidak mendengar jawabanku, atau mumgkin aku terlalu lama diam dalam fikiranku sendiri.
"Saya harus gimana Pak?" Jenis pertanyaan yang tidak terduga meluncur keluar dari mulutku dengan sedikit kepanikan.
Kudengar Pak Tama trekekeh dari seberang telepon.
"kamu gak usah panik, cukup jadi kamu sendiri seperti biasanya, hm?"
***
Tepat jam satu siang kami memasuki kompleks perumahan dikawasan citraland yang semakin mengkokohkan perbedaan kasta diantara kami. Degub jantungku tidak menentu takut takut jika kehadiranku tidak diterima oleh orang tua satu satunya Pak Tama. Pak Tama sempat bilang ia tidak memberitahu tentang kehadiranku siang ini, surprise untuk mama katanya.
Belum tahu juga kalau akupun merasa surprise hingga tidak nyaman rasanya ketika akan diajak bertemu dengan mamanya.
"Yuk masuk..." ajak Pak Tama begitu ia menggandengku sejak membukakan pintu mobil.
"Pak..." panggilku menahan lengannya.
Ia memegang tanganku yang masih memegang lengannya. Ia tersenyum lembut seakan mengerti kegundahanku.
"Gak apa apa, Mama baik kok, gak akan gigit kamu juga" katanya berusaha santai agar aku tidak terlalu gelisah.
"Ish, bukan itu..." kataku kesal.
Bisa bisanya dia bersikap sesantai itu,
"Relax okay? Pegangan tanganku aja kalau takut"
Aku mengangguk kemudian Pak Tama meraih tanganku dan menggenggamnya seperti takut jika akan ditinggalkan saja. Entah kenapa aku jadi se nerveus ini, ya ampun...
"Ayuk" kali ini Pak Tama terkesan lembut mengajakku untuk memasuki rumahnya.
"Mama..." panggil Pak Tama begitu memasuki rumah bergaya modern klasik yang didominasi warna krem dengan aksen kayu yang terasa hangat.
"Eh, sudah balik Mas?" Tanya seorang wanita yang datang dari dalam ruangan yang lain.
Apa ini mamanya Pak Tama? Bathinku.
"Nad, kenalin. Ini tante Diyan" Pak Tama mengenalkan, "yang tadi aku jelaskan di mobil" tambahnya sedikit berbisik.
Pak Tama sempat menjelaskan bahwa ada adik asuh dari mama yang ikut tinggal bersama mereka. Setidaknya itu yang dapat kutangkap karena sepanjang perjalanan aku tidak fokus dengan arah pembicaraan karena terlalu gugup untuk pertemuan siang ini.
"Apa kabar tante? Saya Nadia" sapaku dengan ramah.
"Kabar baik nak, kok gak bilang kalau Nadia mau kesini Mas?" Tanya tante Dian yang juga kaget dengan kedatanganku siang ini.
"Surprise tan" jawab Pak Tama sambil terkekeh, "mama mana?"
"Ada dibelakang sama bunga dan ikan koinya" jawab tante Dian.
Ohya, Pak Tama juga mengatakan bahwa mama mempunyai hobi berkebun dan merawat ikan koi dipekarangan belakang rumahnya. Setidaknya menjadi kesibukan bagi mamanya ketika bersantai di rumah.
"Temui mama di pekarangan belakang nad" ajaknya.
Aku tersenyu mengangguk,
"Ohya tan, ada puding bisa disimpan segera di kulkas" kataku sambil menyerahkan paperbag yang didalamnya terdapat kotak plastik berisi puding hasil eksperimenku tadi pagi.
Kali ini bersyukur dengan hasil masakanku sendiri yang bisa dibilang sukses untuk trial pertama. Semoga rasanya sesuai dilidah mama dan tante Diyan, untuk Pak Tama sudah mencobanya ketika menungguku saat menjemput di apartemen. Katanya enak dan manisnya pas, cuma aku ragu bisa saja ia mengatakan demikian untuk menyenangkanku saja.
"Terimakasih nad, gak perlu repot sebenarnya" tante Diyan menerimanya.
Setelah pamit dengan tante Diyan kemudian Pak Tama mengajakku untuk memasuki bagian rumah yang lain. Dari ruang tamu kami melewati ruang keluarga yang mempunyai akses langsung dengan ruang makan. Untuk lantai satu ada dua kamar tidur yang sempat kulewati, kemudian ada dapur yang memiliki akses langsung tanpa sekat dengan pekarangan yang terdapat kolam ikan dan taman dengan ukuran tidak terlalu luas namun tertata sangat rapi.
Disana ada seorang wanita yang kutaksir berumur lima puluhan namun masih aktif dan energik sedang memberikan makan pada ikan koi yang berwarna warni, melihat dari jauh saja sudah terlihat sangat mahal koleksi tanaman dan ikan hias milik tante Gina, Mamanya Pak Tama.
"Ma..." panggil Pak Tama dengan masing menggandengku.
Wanita yang dipanggil Pak Tama menoleh dan sempat menyipitkan mata untuk melihat kearah kami. Tidak butuh lama untuk lekas meninggalkan aktifitasnya dan berdiri dengan senyum menyambut kami.
"Nih, ada Nadia" ujar Pak Tama menggoda.
"Ini sudah didalam rumah Mas, Nadia gak akan pergi kemana mana. Gak perlu digandeng seperti itu, posesif sekali kamu" katanya yang bernada sindirian yang ditujukan kepada Pak Tama.
Reflek aku melepaskan gandengan Pak Tama dan tersenyum kikuk.
"Apa kabar tante?" Sapaku pelan sambil mengulurkan tangan dan disambut oleh wanita yang masih tersenyum dengan memperlihatkan lipatan dikedua ujung matanya.
"Kabar baik, boleh tante peluk kamu?" Pintanya ramah yang segera kusanggupi dengan memeluknya hangat selama beberapa detik kemudian tante Gina kembali melihatku lekat.
"Akhirnya bisa ketemu kamu juga Nad, gak cuma diceritain terus sama si Mas" ujar beliau yang membuatku mengerutkan kening tidak paham.
"Mas Gilang suka cerita tentang kamu sayang" jelas Tante yang membuatku tersipu, sedangkan lelaki disampingku menggaruk tengkuknya salah tingkah.
Ohya, didalam lingkup keluarga Pak Tama dipanggil dengan nama depannya, akupun baru mengetahuinya ketika Pak Tama bercerita ketika dalam perjalanan kesini.
"Nad, sama Mama sebentar ya... mau keatas beresin kerjaan sebentar" pamitnya yang kubalas dengan anggukan.
"Kamu itu Mas, hari libur kok ya masih mikirin kerjaan" tegur tante Gina.
"Sebentar aja Ma... Gilang keatas dulu" serunya pamit dan sempat mengusap lenganku sebelum menuju lantai dua.
"Kita duduk di sofa dekat pekarangan aja yuk" ajak tante Gina.
Sepanjang obrolan kami merasa seperti sudah bertemu kesekian kalinya, sama sama akrab dalam pembicaraan tentang kesibukanku juga kesibukan tante Gina. Aku baru tahu kalau beliau menjadi penasehat disalah satu institusi. Pekerjaan yang tidak membutuhkan waktu yang banyak sehingga beliau banyak menghabiskan waktu dengan hobi barunya.
"Nad, makan siang disini yaaa... tolong panggilkan Mas Gilang untuk segera turun. Itu si Mas kalau gak dipaksa makan mesti keasyikan sama kerjaannya. Nanti kamu cari diruang kerjanya di sebelah kiri tangga" jelas tante Gina.
Aku tersenyum mendengar penuturannya. Yeah, he's workaholic.
"Saya panggil Pak Tama dulu ya tante" pamitku sebelum beranjak namun tertahan oleh tangan tante Gina yang memegang lenganku.
"Eh, kok panggilnya gitu?"
Aduh, beliau menyadari panggilan itu.
Aku tersenyum kikuk,
"Maaf tante, kebiasaan di kantor manggilnya begitu." Jawabku jujur, dan sebenarnya memang belum ada panggilan lain yang belum terfikirkan olehku.
"Iya gak apa apa kalau di kantor, tapi jangan keterusan sampai diluar jam kantor," ujarnya sambil terkekeh "panggil sama kayak tante aja. Mas Gilang gitu"
Aku mengangguk sekali kemudian pamit untuk memanggil Pak---Mas Tama. Sepertinya itu menjadi panggilanku untuknya, lebih enak didengar.
Duh, jadi aneh begini menggilnya.
Dilantai dua masih didominasi interior yang sama dengan tema rumah ini seperti yang telihat dari luar. Ada dua kamar yang memiliki akses balkon, ruang santai yang terdapat set home theatre lengkap dengan sofa dan karpet bulu yang membentang juga dapur bersih dan laundry room yang terletak di ujung ruangan.
"Mmm-Mas?" Panggilku sedikit ragu ragu sambil mengetuk pintu dua kali.
Tidak ada jawaban hingga kuulangi kembali, namun belum sempat kuketuk ia sudah membuka pintu dengan senyum dibibirnya.
"Masuk dulu Nad, bentar lagi selesai" ajaknya dengan membuka akses pinu lebih lebar agar aku dapat mengikutinya masuk.
Sebuah ruangan yang didesain khas menunjukkan pemiliknya. Tema modern minimalis dengan perbaduan warna abu abu gelap kontras dengan aksen warna putih.
"Ruang kerja kamu Mas?" Tanyaku yang masih memutar pandangan diruangan yang terasa nyaman.
Mas Tama menghentikan pekerjaannya kemudian melihatku lekat. Sepertinya ia menyadari sesuatu.
"Kamu bilang apa tadi?" Tanya mas Tama yang mulai mempersempit jarak kami.
"Ini ruang kerja kamu" jawabku mengulang pertanyaanku tadi.
"Bukan itu, kamu manggil apa tadi?" Tanya Mas Tama kekeh.
Belum tau saja dia kalau aku sebenarnya menahan gelisah dengan panggilan baru untuknya. Sedangkan dia masih mencoba menggodaku, dasar.
"Mm-Mas, kenapa? Aneh ya?" Kataku berhati hati. Tentu saja menjadi aneh karena baru pertama kali dan tentunya belum terbiasa.
Ia menggeleng kemudian tersenyum jail sebelum meraih pinggangku pelan yang membuat kami tidak berjarak.
"Harus diajak ke rumahku dulu baru mau memanggilku dengan panggilan yang lebih layak ya?" Katanya terkekeh, "sound good" ia memajukan wajahnya dan mencuri satu kecupan singkat di pipiku.
Kuyakin wajahku sudah merah saat ini.
.
.
.
To be continued
♏️♏️♏️
Jangan lupa follow aku diakun sosmed yang lain yaaa...
WP, Ig, Dreame : Ayaya2211
Terimakasih.
Ayaya 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top