MtW 26 - SaturDate

Double buat kalian...

Enjoy

.
.
.

♏️♏️♏️

Pulang larut malam hingga melewati pergantian hari mengakibatkan kantuk yang luar biasa. Mata masih enggan terbuka ketika nada dering panggilan yang berasal dari ponselku terdengar begitu nyaring.

Mencari letak ponselku yang berada diatas side table kemudian menggeser ikon hijau untuk menerima panggilan tanpa melihat siapa nama peneleponnya.

"iya?" tanyaku dengan suara serak khas bangun tidur.

"baru bangun Nad?" pertanyaan standar dari sambungan telepon yang segera menyadarkanku.

"Iya Pak, ini lagi di kamar, masih ngantuk banget" jawabku jujur sambil memijit pelipisku karena sedikit pening akibat reaksi kagetku hingga memaksa tubuh untuk segera duduk.

Kudengar ia terkekeh, mungkin suara serakku yang terdengar lucu baginya.

"mau tidur lagi?" tanya Pak Tama.

"jam berapa sekarang?" tanyaku dan dijawab langsung oleh Pak Tama sebelum aku melirik jam dinding yang menempel diatas dinding pintu.

"jam setengah tujuh" jawab Pak Tama tegas, seperti terlihat ia sudah bangun tidur sejak tadi.

"Bapak nggak ngantuk ya?" tanyaku padanya sambil bersandar di headboard.

"untuk sekarang belum terlalu. Saya punya jam tidur cukup berantakan" ujarnya.

"emmm... kayaknya saya butuh tidur lagi deh Pak..." kataku menggumam dengan mata tertutup.

"kamu masih ngantuk banget yaa?" tanya Pak tama yang kujawab dengan dengungan.

Rasanya untuk berkata saja sudah tidak sanggup, kantukku cukup berat.

"yaudah kamu balik istirahat lagi. Stel alarm atau saya telepon lagi jam 10, pastikan jangan telat sarapan" titahnya..

"okey" jawabku singkat.

Kudengar ia tersenyum jail.

Setelah itu Pak Tama sempat bilang akan joging disekitaran komplek rumahnya. Juga kembali mengingatkanku untuk stel alarm dan tidak lupa untuk sarapan.

Perhatian sederhana yang kembali membuatku tersenyum.

***

Jam hampir menunjukkan pukul setengah sepuluh dan baru saja selesai cuci muka kemudian membereskan tempat tidur seperti melipat selimut dan merapikan bantal, aku lumayan rapi dalam hal ini.

Pagi ini urung untuk mandi karena ada tugas lain yang menunggu untuk dikerjakan. Weekend seperti sekang sudah menjadi rutinitasku untuk membersihkan sudut ruangan dan merapikan barang barang.

Hingga mendekati pukul sebelas baru saja menyelesaikan hampir semua pekerjaanku untuk bersih bersih. Tinggal memasukkan baju kotor ke dalam mesin cuci, kemudian mengisi perut sambil menunggu cucian selesai dan menjemurnya.

Jika semua sudah beres maka terakhir baru mandi untuk rencana acara selanjutnya pada weekend kali ini. Entah pergi ke swalayan untuk mengisi bahan dapur yang habis atau hangout bersama anak kantor.

Ketika melihat isi bahan dikulkas ternyata banyak yang kosong, tinggal tersisa tiga butir telur, kornet dan buah apel. Rasanya setelah ini harus membeli bahan makanan cukup banyak setelah melihat isi kulkas dan bahan lainnya yang habis.

Tidak lama sensor pintu utama terbuka setelah seseorang menekan tombol password.

"Nad?" panggilnya.

Suara khas si empunya yang sudah familier ditelingaku.

"saya didapur Pak" kataku sedikit keras karena berbarengan dengan suara penggorengan ketika memasukkan campuran telur dan kornet untuk dibuat omelet sebagai menu sarapanku yang mendekati waktu siang hari.

"masak apa kamu?" tanya Pak Tama begitu tiba di dapur dan melihat yang apa sedang kukerjakan.

"omelet alakadarnya, hehehe... Bapak mau?" tawarku padanya.

Aku meliriknya sekilas dengan outfit yang cukup rapi. Celana chinos dengan polo shirt yang memanjakan mata, sedangkan aku masih memakai baju tidur dengan cepolan rambut yang tidak ada bagus bagusnya jika dilihat. Miris.

"Tadinya saya kesini memang mau ngajak kamu sarapan sih" katanya sambil melihat omelet yang masih dalam proses penggorengan di atas teflon.

"Sebagai pengganjal perut sebelum masuk waktu makan siang. Bapak bisa duduk di pantry sebentar" kataku kemudian memuju kulkas untuk mengeluarkan apel kupas untuk diberikan kepada Pak Tama sambil menunggu omelet selesai dimasak.

"Terimakasih" katanya sambil mengambil satu apel kemudian dimasukkan kedalam mulut.

Tidak butuh waktu yang lama untuk menyajikan omelet yang jauh dari kata cukup dengan isian seadanya yang kutemukan di kulkas, dan tidak butuh waktu yang lama juga untukku dan Pak Tama menghabiskannya kurang dari lima menit.

Kami menyadari bahwa sedang sama sama lapar hingga tawa kami menggelegar saat pendangan bertemu dengan piring yang sudah kosong.

"Sepertinya kita butuh makanan berat Nad" ujarnya sambil terkekeh.

"Setuju Pak. Hehe" anggukku membenarkan.

Aku meminta waktu untuk membersihkan tubuhku yang enggak banget berbanding terbalik dengan Pak Tama yang sudah segar dengan penampilan yangbselalu memanjakan mata.

***

"Nad...?" Panggil Pak Tama.

"Hhmmm..." dengungku.

Kami sedang menunggu pesanan makan siang datang disalah satu restoran dipusat perbelanjaan di kawasan Pakuwon Mall.

"Saya ingin bertanya sesuatu sama kamu" katanya yang tiba tiba serius dengan menatap penuh kearahku.

Aku mengangguk sambil tersenyum untuk mengatasi rasa salah tingkahku.

Kudengar Pak Tama menghela nafas panjang sebelum menghembuskannya perlahan seperti sedang menyiapkan sebuah pertanyaan sulit kepadaku.

"Apa pentingnya keluarga buat kamu?" Tanya Pak Tama.

Aku berkedip sekali untuk mencoba mencerna pertanyaannya juga mencarai jawaban yang pas untuk kusampaikan.

"segalanya" satu kata yang mewakili semua jawabanku yang bercabang.

"Okey, saya juga... keluarga kamu masih ada semua?" Tanya Pak Tama kemudian.

"Masih, ada Ayah, Ibu dan Adik perempuan saya. Kenapa Pak?" Jawabku kemudian berbalik bertanya kepadanya.

"Kamu beruntung masih mempunyai keluarga yang lengkap hingga sekarang Nad. Saya cuma berdua sama Mama" jelasnya membuat kembali terdiam.

Ini jenis tema pembicaraan yang cukup sensitif.

"Bapak anak tunggal?" Tanyaku perlahan dan dijawabnya dengan anggukan.

"dan keluarga saya tinggal Mama saja" tegasnya sebelum melanjutkan kalimat berikutnya.

"Mama anak tunggal, sedangkan Papa dari empat bersaudara ada om Irawan Papanya Sherin dan ada dua lagi yang tinggal di luar negeri" katanya sambil menerawang jauh.

Aku mengangguk,

"tapi kami tidak terlalu dekat, terlebih setelah papa meninggal. Maaf kalau saya bercerita seperti ini sama kamu" ujarnya merasa tidak nyaman.

"saya tidak keberatan mendengarkan semua cerita Bapak" jujurku dengan memandang penuh kearahnya seakan bersiap untuk mendengarkan cerita berikutnya.

"terimakasih" katanya sambil tersenyum.

Pembicaraan kami terpotong saat pesanan kami datang. Selanjutnya kami menikmati menu makanan masing masing yang sudah tersedia diatas meja.

Tidak banyak yang kami bicarakan disela makan, hanya sesekali membahas pekerjaan dan kegiatan masing masing. Terlebih fokusnya mulai pekan depan kami tidak akan bekerja dalam satu lantai lagi, ia akan menempati beberapa lantai diatasku dengan jabatannya yang baru.

Jujur, aku semakin menganggap kecil posisiku yang sedang menjalin hubungan dengannya yang memiliki posisi yang penting dikantor tempatku bekerja.

"Lanjut ke hypermart ya Nad, tadi kamu bilang banyak bahan makanan yang habis" ajak Pak Tama saat baru selesai membayar bill untuk makan siang kami.

"Lain kali saja Pak, saya bisa belanja sendiri kok" tolakku tidak enak padanya.

"Saya dorong troli sambil kamu cari barang belanjaan, bukannya perempuan suka dengan hal kecil seperti itu" jelasnya sambil tersenyum.

Eh, kok manis?

"Bapak pernah lihat adegan seperti itu dimana?" Tanyaku sambil terkekeh, "tapi kalau nanti ada yang tau gimana Pak?" tanyaku takut takut ada orang kantor yang melihat kami.

"Saya rasa mereka masih terlalu lelah setelah acara semalam" jawabnya enteng.

Ada benarnya juga.

"Okey, tapi saya minta satu syarat" potongku.

"Apalagi?" Pak Tama mengeluh.

"Biarkan saya yang membayar bill belanjaan nanti" jawabku tegas.

Bukan kenapa tapi rasanya kurang nyaman jika semua dibayar oleh Pak Tama. Meskipun kami sedang dekat yang notabenya sebagai sepasang kekasih namaun aku masih tau batasanku.

"Kenapa?"

Sudah kuduga akan muncul pertanyaan akan seperti ini.

Setelah terjadi perdebatan kecil akhirnya Pak Tama menyanggupi permintaanku dan akhirnya kami menuju lantai dimana hypermart berada.

Sudah satu jam lebih berkeliling hypermart hingga barang belanjaanku hampir memenuhi troli yang sedang didorong oleh pria disampingku ini.

Beberapa barang yang kurasa tidak perlu dan tadinya ragu kini sudah berpindah diatas troli, juga barang yang kurasa tidak memerlukan dalam skala banyak pun ikut menumpuk diatas troli.

Jangan tanyakan siapa yang memindahkannya kedalam troli belanjaan kalau bukan pria disampingku yang masih menemani hingga memasuki waktu sore.

"Nad, bisa minta tolong ambilkan satu kotak es krim rasa mocca?" pintanya

"cuma mocca saja?" tanyaku memastikan.

Ia mengangguk dan aku segera meninggalkan Pak Tama yang masih memindahkan barang diatas meja kasir untuk discan barkodenya.

Kulkas es krim yang letaknya cukup jauh dari kasir membuatku setengah berlari membuat napasku cukup memburu. Pak Tama melambaikan tangannya disaat aku kesulitan mencarinya disetiap meja kasir, yang benar saja ia membawa troli berisi barang belanjaan yang sudah dikemas kedalam kantung plastik.

Ia memberikan kode untuk segera membayar dua kotak es krim yang tengah kubawa. Aku hanya menggeleng tidak habis pikir dengannya sedangkan Pak Tama hanya tersenyum jail sambil menaikkan alisnya seakan menggodaku.

Sepanjang perjalanan menuju parkiran dengan Pak Tama yang masih membawa troli belanjaan tidak hentinya menggodaku. Karena aku mendiamkannya sejak mengetahui semua barang belanjaku dibayar olehnya.

"seru ya belanja bareng kayak tadi" katanya ketika memindahkan kantung kedalam bagasi mobil.

"besok besok saya belanja sendiri aja deh" ujarku tidak setuju.

"kenapa?" katanya menahan tawa.

"pokoknya gak mau" tegasku.

"iya kenapa? Gak mau kan mesti ada alasannya" tanya Pak Tama kembali memastikan.

"tadi kan saya sudah bilang kalau-" kataku terputus begitu Pak Tama menutup bibirku dengan telunjuknya.

"itu bukan masalah yang besar. Saya melakukan apa yang saya mau dan itu hanya untuk kamu" ujarnya sambil tersenyum.

Memundurkan wajahku agar tidak bersentuhan dengan telunjuknya. Berdehem sekali untuk menetralisir degub jantungku yang berdetak sedikit lebih cepat, sedangkan dia dengan mudahnya menggandengku memasuki mobil dan memasangkan seatbelt untukku.

Kata kata yang belum sempat terucap seakan lenyap dengan perlakuan manisnya.

"kemana lagi kita?" tanya Pak Tama begitu ia menyalakan mesin mobil.

"kembali ke apartemen aja ya..." pintaku.

"dengan senang hati" katanya menyetujui permintaanku.

Mobil yang kami naiki melewati jalan Surabaya yang mulai padat disore hari. Alunan lagu dari playlist lagu yang diputar semakin membuat perjalanan kali ini terasa menyenangkan.

Dan selesai sudah untuk acara sabtu kita menghabiskan waktu bersama.

.
.
.

To be continued

♏️♏️♏️

Jangan lupa follow aku diakun sosmed yang lain yaaa...

WP, Ig, Dreame : Ayaya2211

Terimakasih.

Ayaya 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top