MtW 25 - Farewell

Buat yang selalu memberikan votes tiap aku update dan menyempatkan untuk komen juga yang selalu memberikan semangat, terimakasih banyak banyak.

Aku suka sama pembaca yang sukarela dan tulus aja deh 🤗💚

Enjoy

.
.
.

♏️♏️♏️

Keesokan harinya kami kembali pulang kantor bersama, terjebak macet sebab pengalihan arus lalu lintas akibat sebuah kecelakaan tunggal dijalur utama yang biasa kami lewati ketika menuju apartemen.

Sepanjang perjalanan kami membicarakan acara perpisahan untuk teman satu divisi yang digagas oleh Pak Tama yang mendapat promosi Direktur dan meninggalkan divisi accounting mulai minggu depan.

"Nad, saya ada rancana lusa setelah pulang kantor mau ngajak anak divisi buat farewell" kata Pak Tama.

"ohya? Pasti bakal seru kumpul bareng" kataku antusias.

Jangan ditanya lagi harus kucing kucingan dulu untuk ketika tadi memasuki basement kantor dimana mobil para petinggi terparkir. Bisa dibilang hubungan kami backstreet, bukan dalam artian yang buruk karena kami sama sama single ketika memulai hubungan. Namun rasanya kurang nyaman jika status hubungan kami terekspos publik, secara Pak Tama mempunyai jabatan yang tidak biasa ditambah promosinya sebagai direktur akan memunculkan opini yang bisa ditambah tambahi.

Awalnya Pak Tama tidak setuju dengan permintaanku untuk backstreet selama menyangkut dengan kegiatan di kantor. Namun aku berhasil meyakinkan bahwa ini hanya sementara karena belum siap untuk go public dengannya.

"kamu ada rencana untuk tempat acaranya dimana Nad?" Tanya Pak Tama masih fokus ke jalanan yang tersendat dengan sesekali melihatku.

"dimana ya?" Tanyaku balik sambil berfikir.

"kayak kesukaan mereka apa gitu, jujur selama bekerja sama mereka jarang sekali dapat menghabiskan waktu untuk outing" jelasnya.

"padahal mereka sering mengadakan acara bersama lho" kataku.

"ohya? Kayak gimana?" Tanya Pak Tama penasaran.

"selama saya disini belum pernah outing bareng mereka untuk pergi ke salah satu tempat. Tahun ini banyak projek yang sulit menemukan waktu yang tepat untuk outing meskipun beberapa kali Mas Eko dan mbak Laras mengajak satu divisi dan berakhir hanya sebatas rencana-" kataku menjeda.

"Tapi kalau Wilda pernah bilang dulu outing meraka saat long weekend kayak ke tempat rafting, pantai atau naik gunung. Kalau seringnya sih main ke mall sekedar nonton sama makan" jelasku panjang lebar.

"oh iya, saya pernh papasan sama mereka di Mall" ingat Pak Tama.

Aku mengangguk.

"jadi menurut kamu enaknya gimana?" Tanya Pak Tama kembali.

"boleh kasih usul?" tanyaku.

"sangat boleh"

"makan bersama, kalau waktu masih cukup bisa karaokean bareng kayaknya seru. Kalau outing keluar kota rasanya waktunya kurang tepat, harus nyari tanggal merah yang bersebelahan dengan weekend" usulku.

"cuma itu aja?" tanya Pak Tama.

Aku kembali mengangguk,

"oke, nanti aku booking restoran di hotel-" kata Pak Tama terjeda olehku,

"jangan di hotel Pak. Yang biasa aja yang penting tempatnya disekat agar lebih privasi. Jangan jangan bapak berpikiran acara makan malamnya resmi banget gitu?"tebakku.

"saya pengen ngasih yang spesial" ujarnya.

"lebih baik yang mengesankan Pak. Nanti sehari sebelum acara dikasih tau kalau besoknya Bapak mau ngajak makan makan sepulang dari kantor. Misal sampai larut kan gak jadi masalah, karena besoknya weekend" usulku kembali.

"good idea" Pak Tama setuju sambil tersenyum kearahku dengan memegang puncak kepalaku dengan tangan kirinya sebelum kembali fokus pada perjalanan pulang.

Dua sudut bibirku tertarik ketika menerima perlakuannya. Sederhana tapi manis.

***

"beneran nanti Pak Tama mau ngajak makan makan Nad?" Tanya mbak Laras yang kesekian kalinya setelah Pak Tama memberikan pengumuman bahwa ia akan mengajak makan makan karyawan satu divisi dibawah naungannya.

"kemarin kan sudah dibilangin mbak" ingatku pada mbak Laras.

"kaku ah, makan sama Bos" ujarnya.

"lihat aja nanti gimana" kataku.

Sepulang dari kantor kami menunggu instruksi dari Pak Tama, hari adalah hari terakhir ia bekerja sebagai manager kami dan mulai minggu depan akan digantikan oleh manager baru.

Pukul lima sore kami sudah berada di salah satu restoran jepang yang cukup terkenal, selanjutnya kami menuju tempat yang telah direservasi sebelumnya oleh Pak Tama.

Berbagai menu makanan sudah tersaji diatas meja yang sudah ditata rapi oleh pihak restoran. Pak Tama yang berada diujung meja berdiri ketika kami sudah duduk mengitari meja yang sudah disetting memanjang. Pak Tama berdehem sebentar kemudian berbasa basi dan dilanjutkan dengan perkataan berikutnya,

"Hampir lima tahun saya menjabat sebagai manager divisi keuangan, karyawan saya yang masih tetap bertahan sampai sekarang salah satunya Eko sedangkan yang lainnya ada yang pindah divisi, ada juga yang keluar dan ada yang baru masuk juga" kata Pak Tama menjeda yang segera direspon sama Mas Eko.

"wuih. Gak nyangka Pak Tama masih ingat saya pertama kali bekerja" ujar Mas Eko.

"tentu saya ingat, kamu yang dulu dan sekarang sudah mengalami banyak perubahan ko" imbuh Pak Tama.

Semua karyawan bersorak, termasuk mbak Laras.

"Eko kayak gimana itu Pak? Cupu pasti awal awalnya" diiringi dengan gelak tawa.

"jangan mulai ras, ini yang jadi special guestnya Pak Tama. Napa bahas gue?" ujar Mas Eko.

Mbak Laras mengangguk sambil menutup mulutnya dengan tangan kiri.

"acara makan malam ini saya gak mau terlalu kaku. Kalian bisa bebas memilih menu makanan yang kalian inginkan, jika ada yang ingin pesan menu lainnya saya persilahkan dan selamat menikmati sajian yang ada" jelas Pak Tama yang dijawab riuh sorak dari teman teman yang lainnya.

Kapan lagi bisa menikmati sajian kelas elite tanpa biaya?

"terimakasih Pak" sahut teman yang lainnya.

Aku yang berada cukup jauh dari tempat duduk Pak tama hanya dapat memandangnya. Kami saling melempar pandang mencuri senyuman dengan menikmati acara makan malam bersama dalam rangka perpisahan dengan Pak Tama yang akan meninggalkan jabatan sebagai manager kami.

Sejauh ini arahanku cukup sukses untuk membuatnya enjoy dengan karyawan yang lain. Pun dengan teman teman sekantor, saling bercanda tanpa ada pembatas status jabatan dalam meja ini.

Setelah menghabiskan makan malam bersama dilanjut dengan karaokean di  salah satu tempat karaoke yang cukup terkenal di Surabaya. Pak Tama memesan ruangan khusus agar kami semua cukup dalam satu tempat dengan menyuguhkan hidangan berupa makanan ringan dan berbagai jenis minuman.

"berani minum ini Nad?" tanya Ivan, salah satu karyawan yang dulu pernah mencoba mendekati Wilda dan juga sempat flirting saat pertama kali aku masuk kantor.

Ia mencoba menawariku minuman beralkohol. Dari gelas ditangan kirinya menunjukkan isi yang hampir habis, pertanda ia juga cukup familier dengan jenis minuman seperti ini.

"no alcohol van, sorry" tolakku pelan takut ia tersinggung.

"nyoba dikit aja. lumayan bisa meredakan pening setelah seharian kerja" katanya sedikit memaksa.

"aku punya cara lain sih, gak harus larinya ke alkohol" tolakku kembali.

Hingar suara didalam ruangan membuatku sedikit tidak nyaman. Jadi kuputuskan untuk keluar sebentar untuk mencari udara segar.

Skyline kota Surabaya sangat indah dilihat dari ketinggian gedung ini dengan udara malam yang mulai terasa dingin.

"gak menikmati acara ini Nad?" tanya seseorang dari belakang.

"eh, mas Eko? Keluar juga" kataku saat menemui Mas Eko disampingku.

"takut khilaf sama bau alkohol" katanya sambil terkekeh.

"kenapa?" tanyaku.

"udah lama tobat alkohol sih, itu si Ivan nawarin mulu. Kampret tuh anak" katanya kesal.

"nyari temen dia mas" ujarku.

"iya, kuat banget itu anak. Mana Pak bos ngasih farewell servisnya gak main main lagi, untungnya besok weekend. Bakal jadi masalah kalau pada teler semua" sahutnya kemudian tertawa.

Aku tersenyum menanggapinya,

"Lo kenapa keluar Nad?" tanya Mas Eko kepadaku.

"lihat city view dari sini" jawabku sambil menunjukkan jalanan Kota Surabaya yang dipenuhi lampu yang berwarna warni.

"beda kasta memang berat ya" katanya tiba tiba.

"maksudnya?" tanyaku tidak paham.

"uang selalu berkuasa, bullshit banget kalau ada yang bilang uang bukan segalanya" ujarnya.

"tepatnya uang bukan segalanya, tapi gak bisa dipungkiri kalau segalanya membutuhkan uang" ralatku padanya.

"cerdas! Ini nih yang gue suka sama Lo. Enggak kayak Laras, ngajak berantem terus sama gue" ujar Mas Eko.

"hati hati mas, keseringan berantem lama lama jadi jodoh lho" kataku menggoda.

"yaelah, kayak gak ada cewek lain aja. Mending Lo aja yang jadi cewek gue, mau gak?" katanya sambil menaik turunkan alisnya.

"nembak nih ceritanya?" godaku padanya.

"kalau Lo mau, gue oke. Sama sama single kan?" jawabnya sambil menyodorkan pertanyaan.

"sorry mas, aku udah taken" kataku sembari menepuk pundaknya pelan dan berlalu meninggalkan mas Eko dengan segala modusnya.

"sama siapa Nad? Woi....." teriak Mas Eko yang tidak kuindahkan.

Jam menunjukkan pukul sebelas malam, sebagian kecil sudah banyak yang mulai hilang kesadarannya karena pengaruh alkohol. Mereka benar benar aji mumpung dengan pelayanan yang disediakan.

Sedangkan Mbak Laras sudah hampir terjatuh kalau saja tidak ada mas Eko yang memeganginya.

"ini lagi, berat banget pakai teler segala sih?" keluh mas Eko dengan memegang pundak mbak Laras.

"berisik lo" keluh mbak Laras kembali dengan sisa kesadarannya.

"ko, antar sampai ke tempat tujuannya Laras dengan selamat ya..." titah Pak Tama.

"siap pak, kalau begitu saya duluan dulu" katanya kemudian berlalu dengan membawa mbak Laras yang bersandar dipundaknya.

"pulang bareng siapa Nad?" tanya Ivan.

"duluan aja van" kataku.

"udah malem gini Nad, mending pulang bareng" ajaknya.

"Nadia biar sama saya saja" potong Pak Tama, aku melirik kearahnya yang memberikan raut wajah tidak suka.

Kayaknya harus pasang warning kalau Pak Tama pasang wajah begitu.

"eh--- kita berlawanan arah van, jauh banget puternya" ingatku pada Ivan.

Ivan melihatku dengan tatapan menyelidik namun kutepis seoalah tidak terjadi apa apa.

"baik, saya pulang duluan Pak" pamit Ivan dan meninggalkan kami berdua diarea parkir.

"kita pulang Nad" kata Pak Tama sambil berlalu mendahuluiku.

Aku masih diam ditempat tanpa mengikuti instruksi dari Pak Tama, aku tau dia sedang tidak mood sepanjang acara sejak di tempat karaoke yang tidak kuketahui alasannya.

Pak Tama berhenti beberapa langkah yang cukup jauh dariku, mungkin ia menyadari bahwa aku tidak mengikutinya. Ia berbalik dan memandangiku sejenak sebelum ia kembali berjalan menuju tempatku yang masih diam berdiri.

Ketika berhenti tepat di depanku ia masih diam tanpa kata sebelum tangan kanannya meraih jemariku dengan sedikit meremas lembut seolah memberikan rasa hangat dimalam yang semakin dingin.

Ia menarikku pelan agar kami dapat berjalan beriringan. Suasana sepi dengan pencahayaan temaram di area parkir juga ketukan sepatu kami yang saling bersahutan, kami masih terdiam beberapa saat sebelum satu kalimat yang diucapkan Pak Tama yamg membuat hatiku menghangat.

"jangan terlalu dekat sama Ivan, dia sepertinya punya maksud khusus ketika mendekati kamu. Dan saya tidak suka itu" jelasnya yang membuat hatiku menghangat ditengah dinginnya malam  mencapai puncaknya.

Aku masih terdiam ketika Pak Tama menoleh kepadaku menunggu jawabanku selanjutnya.

"hmm?" Pak Tama menghentikan langkahnya dan membuat kami berdiri behadapan.

Aku tersenyum sejenak kemudian menatap penuh ke arahnya dan mengangguk sekali.

"kok lucu kalau cemburu gini" kataku mencoba menggodanya.

Tanpa kata ia menarikku dalam dekapan dan kami kembali berjalan menuju mobil terparkir ditempat yang paling ujung. Sepanjang jalan hanya senyuman yang terukir dibibirku dengan pelukannya yang menghangatkanku.

.
.
.

To be continued

♏️♏️♏️

Jangan lupa follow aku diakun sosmed yang lain yaaa...

WP, Ig, Dreame : Ayaya2211

Terimakasih.

Ayaya 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top