MtW 22 - double bucin
Vote dulu buat yang belum yuk 🌟
Enjoy
.
.
.
♏️♏️♏️
Teko berisi air yang mendidih berbunyi sejak beberapa menit yang lalu, setelah sebelumnya sudah menyiapkan dua cangkir masing masing berisi serbuk kopi instan dan teh hijau untuk diseduh.
Jumat pagi Pak Tama sudah berada di apartemen ketika jadwalku menyiapkan baju kotor untuk dimasukkan kedalam mesin cuci. Kegiatan yang urung dilanjutkan karena kedatangan Pak Tama baru pulang dari perjalanan dinasnya selama dua hari di Jakarta.
"Diminum Pak" kataku mempersilahkan dengan menyuguhkan cangkir berisi kopi dan sebuah toples berisi biskuit rasa kelapa.
"Terimakasih" ucapnya mengalihkan pandangan sejenak dari ponsel yang sejak tadi menjadi fokus kegiatannya dengan melihatku sambil tersenyum.
"Sama sama" jawabku sambil mengulum senyum.
Lelaki yang biasanya berpenampilan memanjakan mata para kaum hawa kini terlihat sangat berbeda. Kemejanya sedikit kusut dengan bagian lengan dilipat hingga siku juga kerah yang menanggalkan dua kancing dibarisan paling atas. Terlihat capek sekali.
Semalam ia mengabarkan bahwa ketinggalan pesawat hingga harus re schedulle untuk penerbangan selanjutnya yang mendapatkan jadwal lewat dini hari. Jadi semalaman ia terjaga agar tidak tertinggal pesawat lagi.
"kenapa gak istirahat dulu di Jakarta?" tanyaku ketika melihat garis lelah yang kentara diwajahnya.
"sayangnya harus pulang lebih cepat karena hari ini ada meeting, dan sejujurnya sudah kangen kamu juga" jawabnya dengan melirik sekilas untuk menggodaku.
Kenapa belakangan ia semakin suka gombal begini? Dan kenapa juga aku seperti ABG labil yang salah tingkah ketika mendapat perlakuan demikian, sebal.
"kamu ada bakat gombal ya" kataku yang dibalas Pak Tama dengan senyuman, kemudian kembali fokus pada benda pipih persegi yang berada ditangannya.
Sepertinya ia benar benar sibuk.
"aku siapin kamu sarapan ya, ada roti aja sih. Dibuatin sandwich mau?" tawarku padanya.
"apa enggak ngerepotin kamu? Udah jam setengah tujuh, gak siap siap ke kantor" katanya kurang setuju karena hingga kini aku masih belum bersiap untuk ke kantor.
"sepertinya tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membuat sarapan" jelasku.
"oke kalau tidak memberatkan kamu" angguknya setuju.
Aku segera beranjak, namun urung ketika Pak Tama memanggil namaku dan akupun menoleh kearahnya.
"terimakasih sebelumnya" katanya dengan hangat.
Mengangguk sekali sambil tersenyum dan berbalik menuju dapur untuk membuatkan sarapan untuknya.
***
"Pak Tama hari ini masuk gak ya?" tanya mbak Laras ketika ia membawa beberapa laporan yang tersimpan didalam senail berwarna biru.
"belum tau mbak, jam segini belum sampai kantor" jawabku.
"iya juga, udah hampir jam istirahat makan siang tapi belum datang. Atau Pak Bos belum pulang dari Jakarta ya?" tanya mbak Laras kembali.
"udah pulang kok" jawabku spontan.
Kegiatanku terhenti sejenak setelah tersadar dengan ucapanku barusan.
"ohya? Kamu tau dari mana" tanya mbak Laras sedikit kaget.
Duh, bisa keceplosan gini.
"oh... Ehhh– tadi mbak Intan sempat bilang sih" kataku terbata mencari alasan yang masuk akal.
"yaudah kalau gitu, nanti kabarin kalau kamu lihat Pak Tama udah datang ya" ujar mbak Laras kemudian kembali ke kubikelnya.
"sip..."
Mbak Laras kembali meja kubikelnya, sepertinya bersiap akan turun untuk makan siang mengingat lima belas menit lagi memasuki jam istirahat.
Tapi bener juga, sampai jam segini Pak Tama belum kembali ke kantor padahal tadi bilangnya ada meeting. Mengambil ponselku kemudian membuka aplikasi chatting dan membuka sebuah room chat.
Me : Pak Tama jadi ke kantor?
1 menit
3 menit
5 menit
10 menit
Pesanku masih tanda centang dua dengan pemberitahuan Pak Tama aktif dua jam yang lalu.
"Nad, turun yuk" ajak mbak Laras.
"duluan mbak, aku masih ada perlu sebentar" tolakku.
"oh yaudah, gue ke kantin duluan ya" pamitnya.
Aku mengangguk kemudian memeriksa ponselku deengan status pesanku masih sama saja. Kuberanikan mendial nomor Pak Tama dan tidak butuh waktu lama untuk tersambung dan tinggal menunggu untuk diangkat.
"Hallo Nad" sapanya begitu panggilan kami tersambung.
"Bapak gak masuk kantor?" tanyaku tanpa basa basi.
"saya langsung ke tempat meeting, dan sepertinya hari ini saya nggak masuk kantor." jelasnya.
Aku mengangguk mengerti meskipun dari seberang telepon Pak Tama tidak dapat melihatnya.
"Kenapa? Kangen saya?" tanya Pak Tama menggoda saat aku masih terdiam.
Duh,
"eehh-- bukan begitu Pak" sergahku.
"kalau kangen juga gak apa apa, karena saya juga sudah kangen kamu padahal baru beberapa jam kamu tinggal ke kantor" ujarnya dengan nada dibuat buat.
Tck, ini beneran Pak Tama kan? Bosku?
"beneran kangen saya?" kali ini aku berbalik menggodanya.
"iya, berharap kamu juga sih" jawabnya terlalu jujur.
"kok sejak ketemu tadi pagi sibuk terus" terangku.
"sibuk?" tanya Pak Tama seperti sedang mengingat ingat.
"sibuk sama hape terus" kataku terlewat jujur.
Pak Tama terdiam sejenak dan tidak lama ia terkekeh.
"ohhh, ya ampun. Itu keperluan meeting hari ini Nad" jelasnya dengan tertawa.
Aku tidak menjawab, seperti ada yang lucu saja, keluhku.
"seharusnya kamu menegur saya Nad" katanya tiba tiba.
"gak bisa gitu, malah saya yang kurang peka sama kesibukan Bapak yang masih fokus kerja. Ohya sarapannya tadi sudah dimakan?" tanyaku mengalihkan topik.
"sudah, terimakasih perhatiannya. Kamu gak turun makan siang?" tanya Pak Tama.
"sebentar lagi" jawabku.
"yaudah kamu makan dulu, kalau saja tidak ada meeting pasti saya ajak kamu untuk makan siang bersama" katanya.
Aku diam tanpa merespon perkataannya.
Tidak lama Pak Tama pamit dan memutuskan sambungan telepon karena akan menuju lokasi meeting yang sedikit terlalu jauh dari apartemen.
***
Akhir bulan selalu menjadi hari yang panjang. Seperti sekarang ini, keluar dari area kantor ketika hari mulai gelap. Setelah melewati kemacetan kota pahlawan ketika pulang jam kantor akhirnya tiba di tempat tujuan.
Sejak sore tadi Pak Tama selalu mengirimkan pesan untuk menanyakan kepulanganku, setelah kujelaskan ia baru ingat ada banyak laporan akhir bulan yang harus kuselesaikan.
Memasuki apartemen setelah menekan digit password yang telah kuhafal diluar kepala, Pak Tama mengganti password pintu apartemennya dengan tanggal lahirku.
Jangan tanyakan kenapa ia mengetahui segala hal tentang identitasku karena jelas ia memiliki akses untuk mencari dengan posisi jabatannya.
Penjuru ruangan masih gelap ketika memasuki apartemen, hanya ada down light yang menyala di area pintu masuk. Sepatu Pak Tama masih ada di rak disamping pintu utama.
'lagi tidur ternyata' bathinku ketika melihat Pak Tama tidur bersidekap diatas sofa ruang tamu dengan pencahayaan yang temaram dari down light.
Setelah meletakkan sepatu kerja dengan berganti slipper berwarna merah kemudian mendekati Pak Tama berada. Ia tertidur cukup tenang dengan nafas yang mulai teratur, namun dengan butiran keringat disekitar pelipisnya. Kuberanikan untuk menyentuh keningnya.
"panas banget" pekikku pelan.
Meletakkan tas kerjaku diatas meja ruang tamu kemudian mengambil selimut dan handuk bersih serta baskom berisi air hangat.
Mengompres kemudian meletakkan handuk diatas kening Pak Tama dan menyelimutinya hingga sebatas dada. Tidur posisi seperti ini sepertinya kurang nyaman, namun tidak banyak yang bisa kuperbuat karena postur tubuh Pak Tama yang tidak mungkin dibawa ke kamar sendirian.
Jam menunjukkan pukul tujuh malam, sudah tiga puluh menit berlalu berada di dapur untuk membuat bubur ayam, karena sepertinya Pak Tama belum makan malam.
Aroma kuah kuning mulai menguar tidak lama setelah mendidih, bubur sudah siap dengan suwiran ayam dan bawang goreng. Tidak banyak toping karena memanfaatkan bahan masakan yang ada di kulkas untuk membuat menu bubur ayam.
"wangi banget, masak apa?" suara seseorang dari belakangku.
Pak Tama masih dengan wajah yang pucat namun memaksa tersenyum dihadapanku.
"Bapak bisa nunggu di pantry sambil saya siapkan bubur ayam" pintaku pada Pak Tama yang kini berada disampingku.
Ia menurut dan duduk di atas stool pantry dengan memperhatikan semua gerak gerikku saat menyiapkan semangkuk bubur ayam untuknya, jujur aku sedikit gugup jika diperhatikan seperti ini.
"kamu yang buat semua ini?" tanya Pak Tama.
Aku mengangguk,
"iya Pak, maaf bahannya seadanya jadi topingnya gak banyak" ujarku sambil menyuguhkan satu mangkuk bubur Ayam yang masih mengepul dengan satu gelas air mineral.
Pak Tama menyendokkan bubur kedalam mulutnya, kulihat ia masih mengunyah merasakan bubur yang sudah bercampur suwiran ayam dan kuah kuning. Jujur aku deg degan, takut takut tidak sesuai rasanya, mana tau selera modelan Pak Tama kan?
"baru tau kalau kamu juga bisa masak Nad" katanya tiba tiba kemudian memasukkan satu sendok penuh ke mulut.
"kebetulan Ibu saya punya usaha katering kecil kecilan di Jogja Pak, sedikit banyak saya bisa masak meskipun enggak expert" jelasku.
"kayaknya saya dapat paket komplit sama kamu" kata Pak Tama yang membuatku menatapnya.
"maksudnya?"
Pak Tama tersenyum penuh arti dan membuatku salah tingkah untuk kesekian kalinya.
.
.
.
To be continued
♏️♏️♏️
Ayaya 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top