MtW 21 - Bucin Detected
Udah votes kan yaaa 🌟
Enjoy
.
.
.
♏️♏️♏️
Matahari perlahan mulai tenggelam dengan semburat jingga yang mempesona. Memandang padatnya lalu lalang aktifitas kendaraan dari gedung apartemen lantai 15 di daerah Pakuwon city ketika memasuki akhir pekan.
Selama tinggal diperantauan masin tetap sama saja, kota ini belum bisa terlepas dari kemacetan dan juga polusi yang berasal dari gas sisa pembuangan bahan bakar kendaraan. Tapi yang membuat spesial kali ini, aku dan Pak Tama duduk berdua untuk pertama kalinya menikmati sunset kota Surabaya.
Masih tidak menyangka seorang yang belum pernah terfikirkan olehku untuk menjalin hubungan dengannya. Pak Tama yang notabenya adalah Bosku di kantor kini menjadi kekasihku.
Sejujurnya ada hal lain yang juga membuatku ragu untuk menerimanya. Bukan hanya kejadian masalaluku yang menjadi tembok terbesar bagi hubungan kami, ada satu hal lain yang juga menjadi pertimbanganku untuk menerimanya.
Gilang Adhitama, seorang laki laki yang mempunyai nama besar dalam perusahaan yang kini menjadi tempatku bekerja. Ia mempunyai jabatan menjadi seorang manager dan sedang bersiap untuk promosi untuk jabatan yang lebih tinggi lagi.
Pak Tama merupakan keponakan dari pemilik perusahan elektronik merek dagang dari negeri gingseng dicabang terbesar ketiga di Indonesia yang berada di Surabaya. Beberapa hari terakhir banyak pembicaraan bahwa ia akan mendapatkan promosi menjadi direktur dalam waktu dekat, hal itu semakin menciutkan nyaliku untuk bersamanya.
"kamu lagi mikir apa?" Tanya Pak Tama yang segera membuyarkan lamunanku.
"Eh, gak apa apa Pak" jawabku terbata kemudian menghabiskan air minum dalam botol.
"Masih ada keraguan dimata kamu, mau cerita?" tebaknya seperti menemukan keraguan dari sikapku.
"Enggak ada kok Pak" jawabku berbohong,
"saya sangat bersyukur ada seseorang yang dapat menerima masa lalu saya" tambahku sambil tersenyum, mencoba menutupi keresahanku.
Pak Tama tersenyum dan mengusap lembut puncak kepalaku.
"Kaki kamu gimana sekarang?" tanya Pak Tama kemudian.
Beruntung sudah ada pengalihan fokus pembicaraan diantara kami.
"Sudah jauh lebih baik, terimakasih Pak" jawabku dengan melihat kaki yang masih dibebat perban.
"Emmm, sampai kapan kamu akan memanggil saya dengan sebutan 'Pak'?" tanya Pak Tama yang membuatku sedikit kaget.
"Heh? Eh, untuk yang itu sepertinya masih perlu penyesuaian" ujarku sambil memegang tengkukku salah tingkah.
Jujur saja, rasanya masih belum percaya menjalin hubungan dengan Bosku sendiri.
"Tapi jangan terlalu lama penyesuaiannya Nad. Berasa kamu pacarannya sama Bapak Bapak, padahal umur saya enggak terlalu jauh selisihnya sama kamu. Beda 6 atau 7 tahun saja kan?"
Aku tersenyum mendengarkan penuturannya.
Sekarang merupakan hari ketiga setelah kejadian terpeleset hingga menyebabkan kakiku terkilir. Pak Tama datang setiap pulang dari kantor untuk menengokku dan selama tiga hari ini aku absen masuk kantor, entah bagaimana Pak Tama mengatur izin cutiku hingga tidak ada pesan pemberitahuan dari pihak HRD.
Kekuasaan orang yang berpengaruh jangan diragukan lagi.
***
"Lo beneran gak apa apa Nad?" tanya mbak Laras begitu kami bertemu di area lobi kantor dan berlanjut naik lift bersama menuju ruangan kami bekerja.
"sudah jauh lebih baik mbak, cuma harus pakai ini" jawabku sambil memperlihatkan kaki yang masih terbalut perban tipis dan memakai flat shoesku.
"yaudah sih kalau Lo gak apa apa. Kemarin Gue khawatir tiba tiba Lo gak masuk tanpa kabar lebih dari tiga hari" ucap mbak Laras.
Syukurlah tidak terlalu kentara perkaraku izin tidak masuk kerja.
Hampir satu minggu sejak kejadian terjatuh hingga menyebabkan kakiku yang terkilir kini kondisinya jauh lebih, dan sekarang sudah mulai masuk kantor.
Tadinya Pak Tama belum mengizinkan untuk masuk kerja agar aku dapat beristirahat. Namun rasa bosan lebih cepat datang ketika hanya berdiam diri di apartemen tanpa ada sesuatu yang dapat kukerjakan selama hampir satu minggu.
Sisi posesifnya kentara sekali terlebih dengan memaksa ia mengajakku berangkat bersama. Tentu kami kucing kucingan saat tiba di kantor dan sedikit memaksanya untuk turun di basement VIP agar tidak menjadi kericuhan jika Pak Tama menurunkanku di lobi ketika memasuki jam kantor.
Apa jadinya seorang Gilang Adhitama berangkat bersama Nadia seorang karyawan biasa. Bisa jadi nyinyiran karyawan yang suka julid bisa menambah nambahi berita.
Tidak lama ponselku berdering mengisyaratkan satu pesan masuk.
Pak Tama : nanti pulang bareng ya Nad
Berbarengan dengan itu suara mbak Laras menginterupsi.
"nanti pulang bareng dong Nad, bantuin cari kado buat ponakanku mau ulang tahun" pinta mbak Laras kepadaku.
Aku menatap mbak Laras dan layar ponselku bergantian. Sekarang kami sudah memasuki kubikel masing masing, karena jarak mejaku tidak jauh dari mbak Laras jadi kami masih mengobrol sambil menunggu jam delapan dan menerima instruksi dari atasan untuk mulai bekerja.
"Jam makan siang aja gimana mbak?" ajakku.
"Ya gak bakal keburu, tau sendiri jam makan siang cepet banget" tolak mbak Laras.
Aku mengetikkan sesuatu pada layar ponselku.
Me : maaf kayaknya gak bisa Pak, saya ada janji sama mbak Laras
Pak Tama : janji kemana? Mau kemana? Kaki kamu jangan dibuat capek2 dulu.
"kenapa Nad?" tanya mbak Laras.
"harus nanti ya mbak?" tanyaku memastikan.
"kamu nggak bisa?" mbak Laras berbalik tanya.
"kakiku belum bisa diajak berdiri lama lama" kataku jujur namun ada satu hal lain yang kututupi, yaitu tentang permintaan Pak Tama untuk pulang bersama.
"oh iya juga. Nanti bantu pilihin pas di toko aja deh" ujar mbak Laras saat menyadari kakiku yang masih proses pemulihan.
"sip"
Dapat bernafas lega setelah mbak Laras memahamiku perkataanku tanpa bertanya lebih lanjut.
"Lo udah denger belum soal promosi jabatan Pak Bos?" kata mbak Laras ketika mulai menyalakan LCD pada komputernya.
"Pak Tama?" tanyaku.
"iya siapa lagi Bos kita?" kata mbak Laras sambil merilik kearahku.
"pernah denger aja sih" kataku pura pura tidak mengetahuinya.
"bulan depan kita ganti manager baru" ujar mbak Laras hingga membuatku membulatkan mata tidak percaya secepat itu.
"ngelihatnya biasa aja dong" ujar mbak Laras.
"jadi itu bener?" tanyaku memastikan.
"sudah dipastikan kemarin. Oh iya, lupa kemarin Lo masih cuti sakit ya?" katanya mengingatkan.
Hingga minggu pertama hubunganku dengan Pak Tama belum ada pembahasan yang lebih jauh. Kami masih berusaha saling mengenal satu sama lain dengan obrolan ringan, belum ada pembicaraan serius ketika kami terlibat dalam obrolan.
***
"tadinya mau diajak Laras kemana memang?" tanya Pak Tama begitu mobil yang kami tumpangi meninggalkan area kantor.
"cari kado buat keponakannya kok" jawabku jujur yang dijawab Pak Tama dengan menganggukkan kepala.
"hari pertama kembali kerja gimana?" tanya Pak Tama sambil fokus dengan kemudinya.
"baik, selain kembali menginputkan data data dan menyelesaikan laporan seperti biasa. Kamu gimana?" jelasku dan bertanya balik pada Pak Tama.
Jujur aku belum terbiasa dengan obrolan dengan mengatakan aku-kamu seperti ini. Tapi semuanya butuh dibiasakan, tidak mungkin ketika kami berdua menggunakan bahasa yang formal seperti yang digunakan saat di kantor.
"sedikit sibuk. Kamu juga pasti sudah mendengar tentang promosi saya kan Nad?" jawabnya dan kembali membuka obrolan yang tadi sempat dibahas dengan mbak Laras.
Aku mengangguk,
"apa diurungkan saja ya" kata Pak Tama tiba tiba.
"apanya?" tanyaku,
"promosi jabatanku" jawabnya santai.
Aku menatap penuh kearahnya yang masih bersikap santai dibalik kemudinya.
"kenapa?" tanyaku kembali,
"kamu tau kan tempat kerja jadi direktur berada dilantai yang berbeda?" Pak Tama berbalik bertanya.
Aku mengangguk sekali,
Jelas aku mengetahui jika tempat jajaran direksi elite berada tiga tingkat diatas kantor tempatku bekerja.
"kita jadi jarang bertemu di kantor. Kalau kangen kan susah" ujarnya membuatku tersentak hingga tersipu.
Ya ampun, padahal ini bukan pertama kalinya mendapat gombalan model seperti ini. Namun efeknya masih luar biasa hingga membuatku terdiam salah tingkah.
Aku berdehem sekali untuk menetralisir kegugupanku, hingga membuang muka dengan melihat pemandangan luar jendela mobil yang masih berada didalam lalu lintas yang padat.
"kok diem?" tanya Pak Tama menggoda.
Aku hanya tersenyum melihatnya sekilas sambil menyibakkan rambutku ke belakang telinga guna menetralisir rasa gugupku.
"kamu makin lucu kalau tersipu begitu" godanya kembali.
Aku melibatnya sekilas yang memberikan seringai hingga membuatku kembali membuang muka ke jendela. Sepertinya hormon adrenalinku bekerja cukup tinggi hingga tubuhku merespon terlampau kentara dan sudah pasti membuat pipiku merona persis seperti kepiting rebus.
.
.
.
To be continued
♏️♏️♏️
Ayaya 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top