MtW 2 - Degub

Selamat membaca

.
.
.

♏️♏️♏️

Pagi ketika jam menunjukkan pukul delapan sudah bersiap membawa berkas yang kusimpan rapi dalam sebuah map plastik. Seperti instruksi yang diberikan Wilda dua hari yang lalu kini sudah mantap untuk keluar dari zona yang beberapa tahun ini mengubah sikapku yang lebih menutup diri.

"mau kemana Di?" tanya Ibu ketika baru saja menutup pintu kamar.

"mengirim surat lamaran yang kemarin sempat Dia ceritakan Bu" jawabku sambil mendekati Ibu yang sedang menyiapkan bahan untuk pesanan kue.

"enggak sarapan dulu?" tanya Ibu ketika aku mendekat kearah beliau.

"nanti aja, habis balik sari kantor pos. Doain Dia semoga kali ini dapat panggilan" ucapku meminta doa kepada wanita yang paling aku cintai.

"Iya, Ibu doain kali ini kamu dapat panggilan tes. Hati hati di jalan" jawab Ibu dengan terselipkan doa.

Aku mencium punggung tangan Ibu kemudian pamit menuju sepeda motor yang terparkir di depan rumah.

***

"Iya Wil, ini udah Gue masukin kantor pos paket kilat biar cepet sampai" jelasku ketika baru saja keluar dari kantor pos dengan panggilan telepon dari Wilda yang sejak semalam mengingatkanku untuk segera mengirim surat lamaran.

"syukurlah, semoga hari ini sampai itu paketan" katanya diseberang telepon.

"ya ampun, masih besok sampainya kali" kataku tidak sependapat.

"bisa aja hari ini sampai" sanggahnya.

"yaudah terserah deh" jawabku pasrah.

"habis ini mau kemana?" tanya Wilda.

"balik ke rumah, seperti biasa bantuin Ibu ngadon kue" jawabku.

"yaudah, hati hati di jalan... Sampai ketemu minggu depan di Surabaya" katanya riang.

"optimis sekali" ucapku sambil terkekeh.

"oh, sudah jelas... Yaudah Gue masuk kantor dulu... Lo pulangnya hati hati... bye" pungkasnya kemudian menutup sambungan telepon.

'dasar',

Setelah memasukkan kembali ponsel kedalam sling bag kemudian mengendarai sepeda motor untuk menuju rumah.

***

Benar saja, tepat satu minggu kemudian mendapatkan panggilan dua hari lagi untuk datang ke perusahaan yang ditempati Wilda. Terbesit rasa ragu namun segera kutepis, kali ini akan kembali berhadapan dengan kedua orang tuaku untuk meminta izin.

"Yah, Bu... Dia mendapat panggilan tes wawancara" kataku disela kami sedang berkumpul diruang keluarga saat malam hari.

"Alhamdulillah, kapan Di?" tanya Ibu.

"dua hari lagi" jawabku.

"dipanggil dimana kamu mbak? Ngelamar dibagian apa? Kok Ayah ketinggalan info" tanya Ayah.

"perusahaan elektronik Yah, dibagian staf accounting. Dia udah ngasih tau Ibu, cuma mau bilang sama Ayah kalau positif dapat panggilan aja" jelasku pada Ayah.

"Iya Yah, kemarin Dia izin sama Ibu kok" Ibu mrmbenarkan.

"oh... Iya gak apa apa, dicoba aja" ujar Ayah.

"jadi kamu ke kota Di? Perusahaan seperti itu kan biasanya di kota besar. Penempatan dimana?" tanya Ayah kembali.

"itu yang mau Dia sampaikan Yah" kataku sedikit ragu, kulihat Ayah dan Ibuku memandang penuh kearahku.

"ini lowongan untuk menggantikan posisi Wilda karena dia mau resign disana" jelasku hati hati.

"Wilda? Teman kamu di kampus itu kan?" tanya Ibu.

Kujawab dengan mengangguk,

"Surabaya mbak?" tanya Ayah memastikan.

Kujawab kembali dengan anggukan.

"jadi kamu ke Surabaya?" Ibuku tidak kalah kagetnya.

"Iya Bu" jawabku pelan.

"Ibu kira kemarin kamu ngelamarnya masih daerah Yogja aja Di..." ujar Ibu.

"yaudah Bu, Nadia juga pernah kuliah disana. Jadi gak ada salahnya, buat pengalaman karirnya juga" pembelaan Ayah kepadaku.

"Bukan gitu Yah, Ibu kira Dia ambil kerja disini aja biar bisa pulang ke rumah tiap hari"

Begitu perdebatan Ayah dan Ibuku berlangsung seperti saat aku mendapatkan pengumuman SBMPTN ketika kuliah dulu.

Walaupun dengan berat hati Ibu mengizinkanku untuk berangkat ke Surabaya pada saat itu dan juga terjadi pada kali ini. Aku akan bersiap untuk keberangkatan besok setelah melakukan pemesanan tiket kereta secara online.

"Di, kalau ada apa apa langsung hubungi rumah" ingat Ibu ketika aku berpamitan menuju stasiun.

"mbak Dia enak banget, kuliah di Surabaya dan sekarang kerja di Surabaya juga. Aku dipingit gak dibolehin kemana mana" Nabila menginterupsi saat memboncengku dengan sepeda motor untuk mengantarku menuju stasiun.

"gak boleh gitu Bil, kalau bisa milih enakan di rumah bisa ketemu Ayah sama Ibu. Lagi pula ini baru tes wawancara" jelasku.

"Iya tapi feelingku mbak bakalan kerja disana" kata adik semata wayangku mantap.

"amiiiin, nanti kalau mbak udah berpenghasilan kamu bisa kapan kapan main ke Surabaya" ajakku.

"eh, serius?"

"beneran..." jawabku dengan anggukan.

Benar saja sepanjang perjalanan tidak ada lagi gerutuan dari Nabila hingga kami berpisah setelah panggilan bahwa kerata yang akan mengantarkanku menuju Surabaya akan segera jalan.

***

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih delapan jam kini tiba di stasiun Gubeng yang yang menjadi tempatku kembali menuju Surabaya. Sama sekali tidak terbesit secepat ini akan kembali di kota ini, kota penuh cerita dan penuh kenangan.

Menghembuskan nafas panjang dan kembali mengingat tujuan utamaku disini, aku akan memulai karirku disini tanpa ada masa lalu yang menghalangi.

Satu notifikasi masuk memunculkan nama Wilda disana.

Wilda : sorry Nad, sampai sekarang rapat belum selesai. Lo udah sampai?

Me : iya gpp, Gue jalan dulu nanti ketemu saat jam pulang kantor ya...

Melangkahkan kaki menuju satu tempat yang selalu kurindukan di kota ini. Sebuah taman yang terletak di daerah Darmo, taman bungkul.

Langit tertutup mendung membuat taman ini didatangi banyak orang ketika hari memasuki sore, disana terdapat tempat duduk melingkar dengan beberapa orang berjualan secara berkeliling. Aku duduk disalah satu sisi dengan sebotol minuman isotonik sambil menikmati suasana sore hari.

"Nadiaaaa..." panggil seseorang dengan suara khasnya dari arah belakang.

Sudah jelas siapa pemilik suara tersebut.

Wilda memelukku begitu aku berdiri menyambutnya, dari arah belakang ada Pak Satya yang kini sudah beratatus sebagai suaminya. Aku hanya tersenyum menyapanya karena Wilda masih memelukku erar.

"Gue kangen banget... Udah lama nunggu?" tanya Wilda begitu ia melepaskan pelukannya.

"lumayan sambil menikmati suasana taman" jawabku sambil berusaha menikmati suasana sore hari.

"cari makan yuk," ajaknya

Wilda menggandengku dan memberikan isyarat pada suaminya yang tidak kumengerti.

"jadi selama di Surabaya Lo nginep di tempat Gue aja" Wilda membuka suara setelah kami bertiga memesan menu makan masing masing.

Aku menggeleng pelan karena merasa tidak enak pada Pak satya, suami Wilda. Tanpa kujelaskan Wilda menangkap maksud yang tidak kujelaskan.

"Mas Satya ada seminar, habis ini mau berangkat. Iya kan?" Wilda mencari pembelaan dari suaminya.

"Iya Nad, nginep diapartemen kami saja. Sekalian bisa reuni nanti, saya ada seminar diluar kota sampai dua hari kedepan" jelas Pak Satya diplomatis.

"tuh kan, benar aku bilang dari kemarin" ujar Wilda sambil memberikan kedipan kearahku.

Awalnya kukira ini hanya akal akalan Wilda untuk memaksaku untuk menginap ditempatnya, namun begitu kami sampai di kampus tadi sudah berjejer beberapa bis sudah bersiap mengantar jajaran dosen dan dekanat ke tempat seminar yang akan dilaksanakan selama dua hari kedepan.

Setelah Wilda berpamitan dengan suaminya dan akupun mengikutinya menuju tujuan kami selanjutnya, apartemen tempat tinggal Wilda dan Pak dosen.

"gak apa apa Wil?" tanyaku berulang kali sejak kami mengantarkan Pak Satya ke kampus kami dulu.

"ya ampun, berapa kali harus Gue bilang kalau gak ada masalah" jawabnya kembali sambil mendengus pelan seraya menekan digit tombol untuk membuka pintu apartemennya.

"welcome home, Nad" katanya sambil mempersilakanku masuk.

Sebuah apartemen dengan nuansa hommy, tiap sudut ruangannya memberikan ciri khas Wilda yang perfeksionis dengan kerapian.

"mau mandi dulu atau istirahat?" tanya Wilda sambil membawaku menuju pantry kemudian menuangkan jus buah kedalam dua gelas kaca.

"mandi dulu kayaknya. Lumayan gerah habis naik kereta" jawabku sambil menerima sebuah gelas darinya.

"Gue mau ke Jogja main ke rumah Lo sampai sekarang masih belum kesampaian ya" katanya kemudian meneguk jus hingga setengah.

"Diagendakan segera, sebelum nanti perut membesar" kataku.

"kayak Gue udah hamil aja" katanya sambil terkekeh.

"namanya juga doa" kataku kemudian meminum hingga tandas.

"yaudah, Lo mandi dulu gih... Gue tinggal nonton netflix" katanya sambil mengambilkan sebuah handuk dan melemparkan kearahku.

"yes madam"

***

Pagi harinya...

Kami sampai beberapa menit yang lalu di lobby kantor. Rasanya sedikit berat ketika Wilda ingin mengantarku menuju ruang HRD.

"Gue degdegan gini ya Wil?" tanyaku sedikit gugup.

"ya wajar kali. Udah santai aja, HRD nya ramah kok" jelas Wilda tidak kalah santainya.

"itu buat elo yang notabenya pegawai disini" cibirku.

Wilda terkekeh sambil menggandengku menuju lift.

Kami berpisah dilantai yang berbeda karena ruangan HRD terletak tepat satu lantai dibawah dari ruang kerjanya Wilda. Disana sudah berjejer beberapa orang perempuan dengan dress code yang sama yaitu memakai kemeja putih dengan rok hitam dan sepatu dengan warna senada.

Beberapa menit yang lalu baru saja selesai menelepon Ibu untuk meminta doa beliau, ini adalah kali pertama melakukan tes wawancara. Jadi jangan tanyakan bagaimana suasana hati dan fikiranku saat ini, semoga saja rasa gugupku dapat teratasi hingga dapat menjawab pertanyaan pada sesi wawancara yang akan kulakukan beberapa menit lagi.

Degubku semakin rapat ketika namaku dipanggil oleh salah satu petugas untuk memasuki ruang HRD. Menghela nafas panjang sebelum berdiri merapikan penampilanku dan berjalan menuju satu ruangan yang tertutup sebuah pintu kaca.

Memegang handle pintu dan mendorongnya kemudian menampilkan senyum seramah mungkin kepada seorang Ibu berambut pendek yang menatapku penuh selidik.

Tuhan, bantu aku...

.
.
.

To be continued...

♏️♏️♏️

Bagian dua aja nih,

Vote commentnya jangan lupa yaaa...

With Love
Ayaya 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top