MtW 19 - Speak Up

Tap vote yaaa 🌟

Enjoy

.
.
.

♏️♏️♏️

Badanku mulai merasa lebih baik, pun dengan nyeri dipergelangan kaki juga mulai mereda. Perlahan membuka mata saat cahaya matahari menyilaukan mata, dan saat kuraba sekelilingku kini berada diatas ranjang king size yang sangat nyaman.

Sebentar, dimana ini?

Ingatanku kembali pada saat terakhir ketika berada di dalam mobil bersama Pak Tama saat menyelesaikan sarapan dan dilanjut dengan minum obat. Aku tidak dapat mengingat apapun setelah pengaruh obat yang memberikan efek kantuk cukup kuat.

Dan sekarang berada di kamar apartemen yang sejak semalam kutempati. Tapi dimana Pak Tama?

Hari memasuki siang hari terlihat dari sinar matahari yang terlihat menyengat hingga memasuki celah gorden yang tersibak. Mencoba untuk berdiri dan mencari keberadaan Pak Tama ketika sayup sayup terdengar suara televisi yang berasal dari ruang tamu.

Pak Tama disana,

"kamu sudah bangun?" tanya Pak Tama yang sedang berjalan kearahku.

"masih sakit?" tanya Pak Tama kembali dan ia mencoba untuk membantuku berjalan.

"nyerinya sudah lumayan Pak, saya bisa berjalan sendiri" jawabku berusaha menolak dengan halus.

"baik, kamu makan dulu. Sudah saya siapkan dulu dan kamu bisa tunggu di meja makan" pintanya sambil berjalan menuju dapur, kemudian menyiapkan sesuatu untuk dibawa ke meja makan.

Kenapa dia baik sekali kepadaku akhir akhir ini?

"Nad? Kamu baik baik saja?" tanya Pak Tama membuyarkan lamunanku yang kini sudah berada didepanku.

Jujur aku kali ini sangat lapar, tapi entah mengapa saat ini aku ingin segera pergi dari laki laki yang kini berada didepanku. Bukan apa apa, tapi kebaikannya semakin lama membuatku luluh. Perhatian yang tidak biasa membuatku takut untuk mengartikannya.

"saya makan nanti saja Pak, maaf" tolakku kemudian melepaskan tangannya yang masih memegang lenganku.

Berjalan menuju kulkas untuk mengambil satu botol air mineral. Ketika kubuka didalam kulkas sudah terisi lengkap berbagai bahan makanan yang tertata rapi. Setelahnya kembali menuju mini bar dan duduk disalah satu stole sedangkan Pak Tama masih berdiri terdiam dengan tatapannya yang terarah kepadaku.

"harusnya kamu makan dan minum obat Nad" katanya.

"nanti akan saya minum obatnya Pak," ujarku sambil tersenyum,

"saya kembali ke kamar dulu" pungkasku kemudian berbalik menuju kamar.

"kamu menghindari saya Nad?" tanya Pak Tama yang membuat langkahku tertahan.

"benar begitu kan?" Pak Tama menekankan kembali.

Mataku menutup sekilas sebelum membuka suara untuk memberinya penjelasan. Menghembuskan nafas perlahan kemudian berbalik untuk menatapnya.

"sebelumnya maaf kalau saya sudah terlalu banyak merepotkan Bapak, tapi rasanya tidak nyaman kalau Bapak bersikap terlalu baik kepada saya" jelasku jujur.

"kenapa kalau saya baik sama kamu?" Tanya Pak Tama.

"Bapak perhatian seperti ini takutnya malah membuat saya jadi salah paham" jawabku kembali jujur.

"apa yang harus dibuat salah faham sama kamu?" tanya Pak Tama sambil melangkah mendekatiku, otomatis kakiku mundur satu langkah mengindari jarak agar kami tidak terlalu dekat.

Aku masih diam tanpa menanggapi perkataan Pak Tama. Jujur sikap baiknya beberapa hari terakhir cukup memberikan kenyamanan.

Perhatiannya mampu membuatku merasa terjaga apalagi ketika melindungiku saat Dito datang mengganggu. Bukan hanya sekali Pak Tama menyelamatkanku dari Dito, itu bukan sebuah kebetulan yang berulang.

Namun dari semua itu aku malah semakin takut ketika mengartikannya. Lancang rasanya jika aku terlalu nyaman dan berharap lebih, dan kemudian menemukan kenyataan bahwa semua tidak berati apa apa.

Cukup sekali saja merasakan jatuh terhempas dimasa lalu. Bagaimana sakitnya ketika dibuang oleh orang yang kuharapkan menjadi masa depanku. Kini rasanya harus membuang jauh jauh perasaan yang tidak wajar ini sebelum menjadi boomerang dikemudian hari.

"maaf Pak, sepertinya besok saya harus pindah dai sini" kepuyusan tiba tiba yang muncul difikiranku.

"pindah kemana?" Tanya Pak Tama yang terlihat kaget dengan apa yang kukatakan.

"sementara saya akan kembali tinggal di kontrakan sambil mencari tempat tinggal baru" jawabku.

"dan Dito akan ganggu kamu lagi?"

Benar juga, tapi tidak ada opsi yang lain lagi.

"saya bisa mengatasinya" jawabku mantap.

"tapi saya tidak bisa membiarkan itu terjadi" ujar Pak Tama yang membuatku harus menatapnya.

"maksud Bapak?"

Aku melihat laki laki didepanku terdiam, sesekali menghembuskan nafasnya kasar kemudian menatapku intens seakan tenggelam dalam tatapannya.

"mungkin sudah saatnya saya harus terus terang sama kamu, agar tidak perlu menduga duga tentang arti sikap saya kepada kamu" Kata Pak Tama yang terdengar ambigu.

"tapi," kataku tertahan,

"sebentar, berikan saya kesempatan untuk menjelaskan" potongnya sebelum melanjutkan kata.

Aku mengangguk sekali dan bersiap mendengarkan penjelasan berikutnya dari Pak Tama.

"tapi sebelumya saya rasa kamu akan kecapekan jika terus berdiri seperti ini" katanya kemudian menuntunku menuju pantri dan mengajakku duduk di bar stole sedangkan ia berdiri berhadapan tepat di depanku.

Kenapa tiba tiba menjadi gugup seperti ini? Duh!

"kali ini saya akan mengatakan sesuatu sama kamu, sebagai seorang laki laki yang menyatakan kepada seorang wanita. Bukan antara Bos dan karyawan lagi, hm?" Jelasnya meminta persetujuan.

Aku mengangguk sekali untuk menyetujuinya.

"Sebenarnya, sudah lama saya memperhatikan kamu," katanya menjeda,

"Sejak pertama kali kamu datang dan bergabung dengan divisi yang berada dibawah naungan saya. Awalnya saya kira itu sebatas ketertarikan pertama dan akan hilang setelah lama kamu akan bekerja satu kantor dengan saya. Tapi saya salah," jelas Pak Tama kembali terjeda.

Akupun menghembuskan nafas yang sedikit tertahan saat ia mulai berkata.

"ada sesuatu berbeda yang ada pada diri kamu dan saya tidak menemukan jawabannya. Kamu tertutup dan berbicara seadanya, berbeda dengan wanita lain yang kebanyakan ada maksud untuk mendekati saya. Dari situ baru mulai menyadari jika kamu sudah memasuki hati dan pikiran saya,"

Mataku membulat dan tiba tiba saja wajahku mulai memanas.

"sejak saat itu saya ingin mendekati kamu diam diam agar tidak terlalu kentara, terkadang kamu menerima dengan senang hati namun tidak jarang kamu seperti menjaga jarak dan itu semakin membuat saya lebih menginginkan kamu" jelasnya kembali yang membuatku semakin tidak nyaman.

"kali ini, saya tidak mau kehilangan kesempatan itu lagi. Saya harap perasaan saya berbalas dengan perasaan kamu yang menginginkan hal yang sama," kata Pak Tama kembali menjeda.

"Nad, be my mine. Saya sayang sama kamu" ungkapnya yang membuatku lemas, beruntung kali ini dengan posisi duduk namun berhadapan dengannya seakan membuat tatapanku terkunci tanpa dapat mengalihkannya.

"Pak," panggilku lirih.

"Iya"

Jujur merasa senang dan nyaman setiap bersamanya, namun bayangan masa lalu kembali terlintas dan harus kupangkas.

"Bapak belum tau saya yang sebenarnya" kataku tanpa basa basi.

Ya, lebih baik jujur diawal sebelum berharap terlalu lebih.

"its okay, semua akan berjalan setelah kita melewati prosesnya. Kita akan lebih mengenal satu sama lain" katanya sambil tersenyum hangat.

"tidak sesederhana itu. Bapak mungkin akan kecewa kemudian meninggalkan saya suatu saat nanti dan saya tidak mau itu, jadi lebih baik persaan ini dipangkas sebelum semakin tumbuh" ungkapku untuk memutuskan jenis perasaan ini.

"tentang apa? Hal apa yang begitu mengganggu hingga kamu sudah menyerah?" Tanya Pak Tama yang terlihat kecewa dengan jawabanku.

"masa lalu saya" jawabku singkat.

"biarkan semua itu berlalu, kita akan bersama untuk sekarang dan di masa depan" katanya sambil memegang tangan kananku.

Aku melihatnya lekat, tidak ada sedikitpun keraguan diraut wajahnya.

"tidak semudah itu Pak" tolakku kembali.

"karena Dito?"

Mataku membulat sempurna begitu mendengar Pak Tama menyebutkan nama Dito.

"saya sudah tau" katanya berhati hati sambil tersenyum seakan ia mengetahuinya dan ia baik baik saja.

"dari mana Bapak mengetahuinya?" tanyaku sedikit bergetar dan penasaran seberapa jauh Pak Tama mengetahuinya.

"sedikit banyak saya sudah mengetahui Dito pernah menjadi bagian dimasa lalu kamu" jelasnya dengan menggenggam tanganku ketika aku berusaha melepaskannya.

Aku masih terdiam,

"sebenarnya saya beberapa kali-emmm mungkin bisa dikatakan sering datang ke kontrakan kamu, dan beberapa kali menemukan Dito berada disana" jelasnya kembali.

"apa saja yang Bapak ketahui?" Tanyaku semakin penasaran.

"secara garis besar saya sudah mengetahuinya" katanya.

Bibirku kembali mengatup terdiam, masih terasa ambigu sejauh mana Pak Tama mengetahui kejadian yang sebenarnya. Ingin kutanyakan kembali namun enggan untuk memulainya.

.
.
.

To be continued

♏️♏️♏️

Ayaya 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top