MtW 17 - Speachless

Tap vote dulu yaaa 🌟

Enjoy

.
.
.

♏️♏️♏️

Sejak pagi hingga menjelang siang masih  disibukkan dengan kegiatan yang sama. Mengotak atik ponsel pintarku untuk melihat gambar yang masuk dengan meneliti satu persatu.

Ya, kembali disibukkan dengan beberapa pilihan tempat kosan yang akan menjadi tempat tinggalku nantinya. Aku membutuhkan tempat tinggal yang baru karena kontrakanku sekarang sudah jauh dari kata nyaman sejak Dito semakin sering datang mengunjungiku.

Dari beberapa opsi yang dipilihkan mbak Laras ada satu tempat yang menjadi targetku, jaraknya pun lebih dekat dengan kantor meskipun aksesnya hanya terbatas gang kecil. Semua itu untuk meminimalisir kedatangan Dito untuk menemukan tempat ini.

Jatuh tempo kontrakanku masih sampai bulan depan namun aku ingin segera pindah. Bukan masalah tempatnya yang tidak nyaman, namun kedatangan Dito yang seenaknya membuatku kerap dihantui ketika ia tiba tiba muncul di depan kontrakanku.

"Lo serius mau pindah?" tanya mbak Laras disela meneguk habis minuman setelah ia menghabiskan menu makan siangnya.

Aku mengangguk dengan fokus pada ponsel yang memunculkan gambar beberapa pilihan kamar kos yang dikirimkan mbak Laras.

"tempat Lo udah enak banget padahal" katanya dan kubenarkan.

"Dito yang buat gak nyaman mbak" ingatku pada mbak Laras.

"kalau kosan tempatnya lebih sempit Nad" ujar mbak Laras.

"setidaknya akan menyulitkan Dito untuk datang menemuiku" kataku dengan masih terfokus pada benda pipih persegi empat di tanganku.

"nyari ibuk kos yang galaknya ngalahin mak tiri Nad" kata mbak Laras.

Aku tergelak hingga menyemburkan tawa. Tapi benar juga, dengan begitu Dito gak akan bisa seenaknya datang jika ia mengetahui keberadaanku nantinya.

"kos buat mahasiswi biasanya ada ibu kos nya, tapi rada susah nyari kalau pertengahan tahun ajaran kuliah gini" kataku sedikit kecewa.

"pada full ya" tambah mbak Laras dan kujawab dengan anggukan malas.

Kebetulan daerah yang kutuju kebanyakan diisi oleh mahasiswa karena letaknya juga berdekatan dengan salah satu kampus negeri di Surabaya. Mengingat sekarang berada dalam pertengahan tahun ajaran dalam perkuliahan, rasanya akan sedikit sulit untuk menemukan kosan yang kosong untuk dihuni.

***

Jam menunjukkan pukul empat sore, karyawan kantor sudah meninggalkan tempat kerja masing masing. Berbeda denganku kali ini yang masih menyibukkan diri untuk menentukan pilihan tempat tinggalku yang akan kudatangi.

Beberapa menit yang lalu mendapatkan informasi dari tetangga kontrakanku dengan menyertakan sebuah foto yang tidak lain adalah mobil Dito terparkir tidak jauh dari kontrakanku.

Hal seperti ini juga yang menjadi pertimbanganku, karena kedatangan Dito yang terlalu intens menjadikan tetangga kontrakanku juga ikut merasa tidak nyaman.

"belum pulang?" tanya seseorang dari arah depan kubikelku yang tidak lain adalah Bosku, Pak Tama.

"Bapak baru mau pulang?" tanpa menjawab pertanyaan Pak Tama dan bertanya balik kepadanya.

Sudah jam enam sore dan hari sudah mulai petang.

"iya, tumben jam segini kamu belum pulang? Tidak ada laporan yang deadline kan?" tanya Pak Tama.

"enggak ada Pak. Ohya, saya boleh menginap disini Pak?" tanyaku tiba tiba.

Pria di depanku mengernyitkan dahi,

"kamu gak lagi bercanda kan Nad?" Pak Tama dengan menunjukkan ekspresi kaget dengan pertanyaanku.

"memangnya saya kelihatan lagi bercanda Pak?" tanyaku dengan memasang wajah lebih serius.

"mau ngapain kamu nginep disini?" tanya Pak Tama tidak setuju.

"lagi browsing hotel?" Pak Tama melihat layar monitorku yang menampilkan beberapa pilihan hotel.

"kalau Bapak tidak mengizinkan terpaksa saya booking hotel" jelasku padanya, "cari yang murah buat tempat tidur, hehe" lanjutku sambil terkekeh.

"kontrakan kamu kenapa?" tanya Pak Tama penasaran.

"males pulang Pak." jawabku singkat.

"Dito masih ganggu kamu" Pak Tama menyimpulkan.

Aku mengangguk pelan,

"yaudah, ikut saya aja" ajak Pak Tama yang membuatku mendongak untuk melihatnya.

"kemana Pak?" tanyaku.

"tempat yang bisa dibuat istirahat dengan aman dan nyaman" jawabnya dengan tersenyum.

***

"Bapak gak lagi bercanda kan?" tanyaku sambil pandanganku berputar mengelilingi tempat yang baru saja kudatangi.

Pak Tama menggeleng pelan.

"kamu bisa istirahat disini" jelas Pak Tama.

Berada disebuah apartemen kelas menengah keatas membuatku speachless. Dengan fasilitas modern minimalis yang sudah tidak diragukan lagi di salah satu kompleks apartemen elit di kawasan Surabaya bagian barat ini.

"saya gak sanggup bayar Pak" kataku memelas.

Yang benar saja harus tinggal disini berarti harus siap tabunganku menjerit untuk kebutuhan tempat tinggal saja. Gajiku bisa habis untuk biaya sewa apartemen ini dalam satu bulan.

"saya tidak membebankan biaya. Dalam keadaan urgen seperti ini kamu butuh tempat tinggal bukan? kebetulan apartemen saya kosong, disini baru beberapa kali saya tempati" jelasnya panjang lebar sambil tersenyum.

Sekian kali Pak Tama kembali membuatku kehilangan kata. Dia menjadi sosok yang berbeda ketika berada di luar jam kantor. Kebaikannya selalu memberikan ketenangan tersendiri hingga aku merasa takut jika salah mengartikannya.

"saya akan segera mencari kosan untuk tempat tinggal saya Pak" kataku tidak enak jika terlalu lama tinggal disini nantinya.

"pelan pelan saja Nad, kamu bisa tinggal disini selama kamu merasa nyaman" ujarnya.

Tentu disini akan terasa lebih aman dan nyaman, duh.

"terimakasih, Bapak sudah baik sama saya" ungkapku padanya.

"sama sama, saya pulang dulu sudah larut malam. Ohya sebentar lagi ada pengantar makanan untuk kamu" ujar Pak Tama.

"Bapak yang pesan buat saya?" tanyaku.

Pak Tama mengangguk,

"saya tadi lupa gak beli makanan ketika dalam perjalanan kesini. Sedangkan disini tidak ada bahan makanan sama sekali, jadi saya ambil menu delievery order buat kamu" jelasnya.

"Bapak gak pesan makan sekalian? Atau mau saya pesankan?" tawarku padanya.

"lain kali saja. Sekarang saya ada sedikit urusan di rumah" pungkasnya kemudian berjalan menuju pintu keluar dan aku membuntuti dibelakangnya.

"selamat istirahat ya, semoga kamu nyaman tinggal disini" pamit Pak Tama.

"terimakasih Pak, Bapak hati hati di jalan"

Tanpa diduga Pak Tama menaikkan tangan kanannya dan mengelus pelan kepalaku dengan senyum hangat yang jarang kutemui ketika berada di kantor.

Menit berikutnya aku masih terdiam sedangkan Pak Tama sudah berada di depan lift dan melambaikan tangannya sekilas.

Ya ampun, tiba tiba pipiku terasa memanas.

Sepertinya aku membutuhkan asupan oksigen setelah merasakan degub yang tiba tiba bergemuruh saat mendapatkan perlakuan yang tidak biasa.

***

Jam menunjukkan pukul sepuluh malam dan baru saja menyelesikan makan malam dengan menu dimsum yang dipesankan Pak Tama.

Kembali mengedarkan pandangan dipenjuru apartemen kelas menengah keatas yang kini kutempati. Mimpi apa semalam bisa berada disini?

Kegiatan bersih bersih selesai dengan memakai salah satu pouch berisi peralatan pribadi yang tersedia didalam kamar mandi. Apartemen dengan fasilitas hotel bintang lima benar benar memanjakanku setelah seharian bekerja.

"sayang sekali apartemen ini jarang ditinggali" kataku menyayangkan.

Menempati di kamar tidur utama karena ruang kamar lainnya digunakan Pak Tama sebagai ruang kerja.

Menarik selimut yang terasa ringan dan hangat sebatas dada kemudian melihat jam pada layar ponsel yang menunjukkan hampir pukul sebelas malam seiring dengan rasa kantuk yang mulai datang.

Semoga malam ini dapat beristirahat dengan nyaman karena sekarang berada ditempat yang jauh dari rasa was was atas kedatangan Dito. Dengan harapan esok dapat bangun lebih segar karena akan disibukkan kembali dengan tumpukan pekerjaan dan juga mendatangi beberapa lokasi untuk melihat tempat tinggal baru nantinya.

.
.
.

To be continued

♏️♏️♏️

Ayaya 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top