MtW 15 - Haunt 1

Tap votesnya udah kan??? 🌟

Enjoy

.
.
.

♏️♏️♏️

Keinginanku untuk terlepas dari Dito nyatanya tidak terjadi. Kukira setelah ia menjelaskan keinginannya dan kujawab dengan sebenarnya ia tidak akan menemuiku lagi, namun ternyata salah.

Dito menungguku di lobi ketika jam pulang kantor. Suasana cukup ramai ketika satu persatu lift terbuka dengan membawa karyawan untuk meninggalkan kantor.

Aku pura pura tidak melihatnya dengan terus berjalan melewatinya. Namun lenganku tertahan oleh jemarinya yang mencekeram cukup kuat.

Jika saja tidak melihatnya sebagai orang yang mempunyai pengaruh pada perusahaan mungkin akan kuhempaskan kasar meskipun akan jadi perhatian oleh karyawan yang semakin ramai.

"ini masih di kantor Dito" ingatku dengan memberikan penekanan padanya dan menarik tanganku.

"ikut aku" titahnya yang membuat keningku mengernyit.

Apa lagi ini?

Langkahku berhenti ketika Dito menggiringku berhenti di area samping kantor dengan suasana yang cukup sepi.

"ada apa lagi?" tanyaku begitu Dito berdiri di depanku dengan pandangan yang sulit kuartikan.

"aku sudah memutuskan, akan tetap ke Jogja untuk melamar kamu" jelasnya yang membuatku terkejut hingga membulatkan mata.

"apa kamu bilang?" tanyaku memastikan.

"Ada atau tidak adanya anak kita, aku tetap akan menikahi kamu" jelasnya kembali.

"gila kamu" kataku sarkastik.

"kapan kamu ada waktu untuk ke Jogja sama aku" tanya Dito yang membuatku tidak habis pikir dengan pemikirannya.

"sebentar" kataku menjeda dengan menarik nafas dalam dalam untuk mengontrol emosi,

"tiga tahun ternyata banyak merubah kepribadian kamu ya... Selain arogan, kamu menjadi tipe pemaksa" jelasku padanya.

"waktu dapat merubah pribadi seseorang Nad" ujar Dito.

"betul, dan itu juga yang terjadi padaku saat ini" kataku membenarkan.

"please kali ini percaya sama aku Nad" katanya dengan mencengkeram lenganku kuat.

"lepas dit" pintaku namun diacuhkan olehnya.

"Nad, kamu sudah melewati hal sulit karena aku dan sekarang aku akan menebus semuanya" katanya memaksa.

"aku gak bisa" tolakku kasar.

"aku janji Nad. Kita menikah yaa" katanya kembali memaksa.

Jujur aku semakin takut setiap Dito menginginkan untuk kembali dengannya, apalagi kali ini dengan memaksa untuk menerima ajakannya untuk menikah.

"aku akan secepatnya melamar kamu, kita ke Jogja untuk menemui orang tua kamu Nad" jelasnya penuh penekanan.

Jujur, Dito terlihat sangat mantap dalam setiap ucapannya. Namun terlalu banyak alasan yang membuatku ragu untuk kembali berhubungan dengannya.

"aku gak mau, lepasin tanganku Dit" tolakku dengan nada meninggi.

Dito masih mencengkeram lenganku yang mulai kurasakan sedikit perih, aku yakin akan ada bekas kemerahan disana.

"lepaskan Nadia"

Sebuah suara bariton terdengar dari arah belakangku.

Pak Tama,

Dia mendekat dan berada diantara aku dan Dito. Perlahan Dito melepaskan cengkeraman tangannya pada lenganku.

"ada apa? Aku ada urusan dengan Nadia" tanya Dito pada Pak Tama dengan nada sinis.

"saya juga ada perlu dengan Nadia" jawabnya santai.

Aku memegang bekas cengkeraman Dito yang memerah,

"bukannya ini sudah selesai jam kantor" ingat Dito pada Pak Tama.

"ada sebuah alasan pribadi yang tidak harus anda ketahui Bapak Anandito" ujar Pak Tama dengan bahasa yang formal.

Seperti yang diketahui bahwa Pak Tama dan Dito cukup dekat sejak proyek yang ditangani bersama.

"sorry, kali ini Nadia sedang ada keperluan jadi lebih baik kamu pergi" tolak Dito,

"apa kamu masih ada urusan dengan Pak Dito Nad?" tanya Pak Tama kepadaku.

Aku menjawab dengan gelengan kepala.

"see? Nadia bilang gak ada urusan lagi sama anda" ujar Pak Tama jumawa saat melihat penolakanku pada Dito.

"Nad, kita belum selesai ngobrolin ini" kata Dito sambil melihatku penuh penekanan.

"maaf, dari awal sudah tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan Pak Dito. Permisi" kataku dengan menggunakan bahasa formal kemudian segera meninggalkan Dito dan Pak Tama.

***

Sebuah mobil berhenti tepat di depanku ketika akan memesan ojek online disalah satu aplikasi. Pak Tama keluar dari kursi kemudi berjalan kearahku.

"masuk Nad, saya antar kamu pulang" Pak Tama mempersilahkanku dengan membuka sisi kiri pintu depan mobilnya.

Dari salah satu sudut terlihat mobil Dito yang berhenti tidak jauh dari mobil Pak Tama. Disana seakan Dito sedang memperhatikanku ketika mobil Pak Tama yang berhenti tepat di depanku.

"baik Pak" kataku tanpa ragu dengan segera memasuki mobil dan Pak Tama menutup pintu sebelum ia kembali ke kursi kemudi.

Aku bersyukur Pak Tama tidak membahas tentang kejadian saat Dito bersamaku. Pun tidak banyak yang kami obrolkan selama perjalanan selain beberapa kegiatan kantor dan proyek yang akan datang hingga mobil Pak Tama berhenti di depan kontrakanku.

"harusnya kita tadi mampir makan dulu ya Nad" kata Pak Tama setelah sekian kalinya kutolak ajakan sepanjang jalan untuk makan bersamanya.

"maaf Pak" tolakku sopan padanya mengingat ia adalah Bos ku di kantor.

"kata kamu kita bisa bebas diluar jam kantor, anggap saja seorang teman sedang ngajak untuk makan bersama" ingatnya padaku.

Aku tersenyum mendengar penuturannya,

"mungkin lain kali Pak, saya pengen cepat sampai biar bisa istirahat" jelasku masih dengan penolakan.

Jujur aku butuh membaringkan tubuh.

"kamu lagi nggak enak badan?" tanya Pak Tama.

Entah kenapa kali ini Pak Tama memberikan pertanyaan demi pertanyaan kearahku.

"bukan, cuma sedikit capek" jawabku.

"ohya, lengan kamu sedikit memerah. Mungkin cengkraman Dito terlalu keras tadi" katanya sambil menunjuk lenganku yg masih berbekas kemerahan.

"nanti juga kembali seperti semula Pak" kataku sambil menyembunyikan lengan sebelah kiri.

Pak Tama masih melihatku yang membuatku merasa tidak nyaman.

"Dito masih gangguin kamu Nad?"

Aku hanya tersenyum,

"saya sudah memberikan peringatan padanya namun sepertinya kurang ditegaskan lagi" imbuhnya.

"peringatan?" tanyaku tidak paham.

"bulan depan Dito akan tunangan dengan Sherin, dan dia masih gangguin kamu" ujar Pak Tama yang membuatku kaget tidak percaya.

"mbak Sherin sepupunya Pak Tama?" tanyaku.

Ia mengangguk,

"kamu belum tau? Awalnya antara orang tua tapi keduanya sudah dekat, tanggal dan persiapannya sudah 80%" jelasnya kembali yang membuatku speachless.

Aku terdiam tanpa menanggapinya. Entah ini sebuah peringatan kepadaku untuk menjauh dari Dito mengingat mbak Sherin adalah sepupu dari Pak Tama.

Disisi lain masih tidak habis pikir dengan sikap Dito kepadaku beberapa hari terakhir yang selalu menggangguku sedangkan ia akan melakukan tunangan bulan depan.

"sekali lagi terimakasih atas tumpangannya Pak. Bapak hati hati di jalan, saya permisi" pungkasku sebelum membuka pintu mobil disampingku.

"kamu juga hati hati, selamat istirahat" ucapnya.

Tidak lama mobil Pak Tama meninggalkan area kontrakanku setelah ia membunyikan klakson mobil sekali.

"ngobrolnya lama yaa" sebuah suara berasal dari belakangku ketika baru saja akan membuka pintu.

Menghembuskan nafas kasar setelah dengan mudah mengetahui pemilik suara.

Dito, lagi.

Membalikkan badan ketika ia berjalan mendekatiku. Entah sejak kapan Dito berada disekitar kontrakanku

"hubungan jenis apa yang kamu jalani dengan Mas Tama?" tanya Dito sambil bersidekap melipat kedua tangannya seakan ingin menginterogasiku.

Aku tersenyum sekilas,

Pertanyaannya terlihat seperti menemukan kekasihnya selingkuh dengan lelaki lain, tck.

"tidak semua pertanyaan kamu harus aku jawab" kataku kasar.

"kamu dekat dengan Bos kamu?" tanya Dito tidak suka.

"maksud kamu?" tanyaku tidak paham.

"dari awal aku sudah curiga, kalian terlaku dekat untuk ukuran Bos dan karyawan. Hingga kejadian tadi Mas Tama yang narik kamu dari ajakanku" tuduhnya.

"lalu apa urusannya dengan kamu?" tanyaku menantang.

"luar biasa jika memang hal itu benar terjadi. Mas Tama lumayan pemilih untuk menjadikan kamu wanitanya" katanya meremehkan.

Penekanan diakhir kalimatnya terdengar  tidak menyenangkan. Walaupun tidak memungkiri Dito pernah memilikiku saat itu, mengingatnya kembali membuat emosiku berada dipuncaknya.

"lebih baik kamu pulang, aku males ngomong sama kamu" pungkasku kemudian memasuki rumah kontrakan dan segera menutup kasar kemudian menguncinya.

Meletakkan tas kerja sembarangan kemudian menuju dapur. Sore ini rasanya membutuhkan sesuatu yang dingin untuk menetralkan emosi yang sudah pada ujungnya.

.
.
.

To be continued.

♏️♏️♏️

Ayaya 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top