MtW 14 - Fakta
Tap vote dulu yaaa 🌟
Enjoy
.
.
.
♏️♏️♏️
"apa kabar anak kita?" tanya Dito yang membuatku seketika membelalakkan mata.
Pertanyaan macam apa ini?
Gerakan tanganku terhenti dan masih bergeming di tempat, mencoba kembali menyimak perkataannya. Tubuhku serasa tersengat saat Dito menanyakan jenis pertanyaan yang sudah melemparkanku kembali pada masa itu.
Trauma itu masih ada dan masih membekas hingga detik ini. Satu satunya orang yang menjadi penyebab trauma itu kini berada tidak jauh dari tempatku berdiri.
Aku menengadah mencoba agar tidak ada butir air mata yang turun dengan membelakangi Dito. Mencoba tegar agar Dito tidak melihat betapa rapuhnya aku saat ini ketika kembali mengingat kejadian itu.
Melihat aku tidak menjawab pertanyaannya kini Dito kembali dengan pertanyaan lain.
"dia tidak ada disini berarti kamu titipkan untuk diasuh orang lain? Siapa? Kedua orang tua kamu di Jogja?" tanya Dito bertubi.
Mataku mulai terasa perih dan dada terasa sesak mendengarkan pertanyaan Dito yang seakan membuka luka lama dengan kembali menyayatnya.
"dia baik, dia sudah aman ditempat yang tepat" jawabku tanpa melihatnya, aku tidak sanggup.
"dimana Nad? Aku pengen ketemu anakku" kata Dito memaksa.
"jadi ini yang ingin kamu bicarakan?" tanyaku dan kali ini aku berbalik sambil menatap kearahnya.
Dito tercekat mungkin melihat perubahan emosiku dengan mata memerah, bahkan sudah siap menumpahkan air mata.
"Iya, aku ingin bertanggung jawab atas kesalahan tiga tahun yang lalu setelah meninggalkan kalian. Aku kembali untuk kamu dan anak kita Nad, aku sudah punya kekuasaan untuk berdiri diatas kakiku sendiri tanpa ada penghalang dari keluarga" jelasnya panjang lebar yang membuka satu persatu fakta yang tidak kuketahui.
"penghalang dari keluarga kamu? Maksudnya?" tanyaku tidak paham.
"dulu aku dipaksa kakek melanjutkan S2 diluar negeri untuk nantinya menjadi pewaris perusahaan" jelas Dito yang membuatku menggelengkan kepala.
"kamu ninggalin aku untuk warisan perusahaan itu?" tanyaku kembali memastikan.
"waktu itu keluargaku memaksa, dan hanya itu jalan satu satunya yaitu dengan menuruti kakek. Hingga aku berjanji pada diriku sendiri suatu saat akan kembali buat kamu dan anak kita" jelas Dito yang membuatku terkejut dengan pernyataannya.
"waktu aku di luar negeri kamu susah dihubungi Nad. Bukan cuma itu, kamu menghilang dan tidak ada satupun yang bisa kuminta informasi. Wildapun tidak merespon sama sekali" ujarnya kembali.
Ya, waktu itu memang sengaja memblok informasi tentang diriku setelah menjalani pengangkatan janin dan pemulihan dari depresi.
"jadi karena itu alasan kamu meninggalkanku? Egois sekali" kataku sambil menahan perih ketika air mata sudah menggenang.
"sekarang aku kembali Nad" katanya lirih.
"kembali untuk apa?" tanyaku sarkastik.
Dito memajukan langkah dan praktis membuatku melangkah mundur. Mengetahui aku menjaga jarak, Dito tidak lagi melanjutkan langkahnya.
"untuk kalian, kamu dan anak kita. Aku akan segera melamar kamu ke Jogja, kita menikah dan hidup bersama" jelasnya yang membuatku tidak habis fikir dengan pemikirannya.
"semudah itu yang kamu fikirkan ya? Klise sekali" kataku meremehkannya.
"katakan dimana anak kita Nad, aku mohon" Dito memohon dengan lirih, nada bicaranya sudah lebih merendah dibandingkan sejak awal berbicara dengan lebih memaksa.
"tujuan kamu sebenarnya untuk anak kan? Kamu gak perlu repot repot, dia sudah bahagia di surga. Dia akan menungguku nanti setelah aku tiada" jelasku padanya dengan cepat.
Satu butir air mata lolos dari ujung mataku.
"apa maksud kamu?" tanya Dito yang terlihat tidak percaya.
"aku keguguran ketika kondisi janin masih sangat rentan" jawabku jujur.
"apa?" tanya Dito tidak percaya.
"kenapa? Bukannya itu yang kamu inginkan waktu itu? Kamu lupa pernah mengatakan untuk menggugurkannya?" ingatku padanya.
Satu kata yang masih kuingat saat kejadian tiga tahun yang lalu ketika mengatakan pada Dito bahwa sedang mengandung janinnya. Ya, semudah itu ia memberikan opsi untuk menggugurkan dan pamit untuk pergi. Meninggalkanku dengan kondisi yang teramat menyedihkan.
Ketika itu dunia seakan tidak berpihak kepadaku hingga satu kesalahan fatal yang kulakukan dengan meminum obat penenang hingga kehilangan calon bayi yang kukandung.
Komposisi obat penenang hingga berakibat buruk yang tidak kuketahui untuk janin hingga kondisi jiwaku yang terguncang hebat waktu itu. Keadaan jauh dari orang tua yang tidak mungkin kuceritakan kejadian yang sebenarnya hingga Wilda datang untuk membantuku.
"waktu itu aku emosi sesaat Nad. Apa kamu menuruti permintaanku untuk menggugurkan janin itu?" tanya Dito yang membuat emosiku semakin memburu.
"No..." ucapku menjeda,
"aku kehilangan janinku ketika dalam kondisi yang kalut, aku hampir depresi dan kamu seenaknya pergi meninggalkanku yang ternyata demi ambisi untuk mendapatkan kekuasaan yang kamu inginkan. Luar biasa!" kataku sambil mencoba tersenyum sinis pada tujuannya.
"Nad," panggilnya lirih.
"sekarang kamu pergi!" usirku padanya.
"Nad," panggilnya kembali.
"sudah tidak ada alasan lagi untuk kembali denganku. Anak yang kamu cari sudah bahagia di surga, biarkan aku mencari ketenangan dalam hidupku sendiri"
Mengusap kasar air mata yang semakin mengalir deras kemudian berjalan melewati Dito untuk memasuki kamar setelah membanting pintu kamar cukup keras. Tubuhku merosot dibalik pintu, tangisku semakin menjadi.
Tidak lama terdengar suara pintu tertutup kemudian suara mobil meninggalkan area kontrakan. Satu fakta terungkap selama ini tentang Dito, dia yang kuinginkan menjadi orang yang paling kuhindari saat ini.
Tiga tahun sudah aku melewati hidup yang cukup rumit, dan sekarang dengan tanpa permisi ia datang untuk kembali.
Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama, cukup sebagai pembelajaran berharga untuk hidupku setelah mengetahui fakta yang sebenarnya.
***
Dua hari setelah kejadian Dito ke tempat tinggalku hingga satu persatu fakta yang baru kuketahui cukup berdampak buruk dengan kehidupanku. Mbak Laras sering melihatku melamun mulai menegurku karena kurang fokus dalam bekerja.
Dito memberikan pengaruh buruk sejak kedatangannya.
"makin kesini Lo makin sering melamun Nad, ada apaan sih? Mau cerita?" tanya mbak Laras menyelidik.
"ada sedikit problem tapi udah baik baik aja mbak, sorry" jelasku padanya.
"jangan sampai Bos tau kalau kamu kerjanya sering melamun ya... Bahaya" jelas mbak Laras yang jawab dengan anggukan.
"Nad, kamu dipanggil Pak Tama ke ruangannya" kata mbak Intan ketika mendekat ke meja kerjaku.
"panjang umur" lirih mbak Laras.
"iya sebentar mbak, habis ini langsung kesana" ujarku pada mbak Intan dan ia mengangguk kemudian kembali menuju meja kerjanya.
"ada apa ya mbak?" tanyaku pada mbak Laras yang dijawab dengan mengendikkan bahu tidak mengerti.
Tanpa berlama lama segera menuju ruangan Pak Tama setelah mbak Intan memintaku langsung masuk saja ke ruangan dengan pintu kaca.
"permisi, Bapak memanggil saya?" tanyaku begitu memasuki ruangan.
"duduk Nad" titahnya.
Suasana hening dengan Pak Tama masih membaca beberapa file yang tersusun rapi diatas meja kerjanya.
"tolong bantu analisis laporan ini ya?" titahnya sambil memberikan tiga bendel map kepadaku.
"saya yang menganalisis Pak?" tanyaku memastikan.
Pak Tama mengangguk sekali.
"analisis kamu dilaporan proyek kemarin cukup bagus dan saya suka hasil kerja kamu. Tidak banyak yang perlu saya revisi" ujarnya.
Ini pujian atau modusnya Pak Tama untuk membantu proyeknya yang lain?
"bonus kamu yang kemarin sudah masuk kan?" tanya Pak Tama yang duduk di kursinya sambil menatap kearahku.
Dan bener, tidak jauh jauh dari imingan bonus.
"sudah Pak, terimakasih" ucapku.
"saya memberikan sesuai dengan kinerja, jadi tidak perlu sungkan" lanjutnya.
Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Ya, bagaimana tidak seneng kalau akhirnya bonus cair setelah kerja rodi hampir sebulan.
"jadi gimana? Kamu bisa analisis laporan ini kan?" tanya Pak Tama sambil menunjuk map yang berada didepanku.
Aku menatap laporan itu sambil menimbang ajakan Pak Tama untuk kembali terlibat proyek dengannya.
"saya terima Pak, asal pekerjaan saya yang utama tidak terlalu mepet deadline" kataku dengan mengajukan syarat.
"deal... Kamu bisa membawa map ini dan untuk datanya saya kirim lewat email" jelas Pak Tama.
"baik Pak, saya permisi" pamitku sambil membawa tumpukan map yang diberikan Pak Tama.
"bawa apaan Nad?" tanya mbak Laras ketika baru saja meletakkan map diatas meja kerjaku.
"tugas untuk analisis mbak" jawabku.
"enggak ditegur kan?" tanya mbak Laras penasaran.
Kujawab dengan gelengan kepala.
"bagus deh, kali aja tugas analisis bisa buat Lo makin sibuk biar gak ngelamun lagi" ujar mbak Laras sambil terkekeh.
Aku tersenyum menanggapinya.
Benar juga, mungkin dengan cara menyibukkan diri dapat membuatku melupakan sejenak kejadian yang mengganggu beberapa hari ini.
Tentu saja aku berharap setelah kejadian kemarin Dito tidak akan menggangguku lagi setelah ia mengetahui bahwa anak yang ia inginkan sudah tidak ada lagi didunia ini.
Nyeri rasanya saat membuka kembali luka lama dengan ditambah fakta baru yang semakin membuatku sakit. Saatnya kembali menata kehidupan tanpa ada bayang Dito yang akan mengganggu lagi.
Semoga saja...
.
.
.
To be continued
♏️♏️♏️
Ayaya 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top