MtW 13 - Enggan
Udah vote kan??? 🌟
Enjoy
.
.
.
♏️♏️♏️
Tidak pernah terbesit sedikitpun bertemu kembali dengan Dito dalam waktu beberapa hari terakhir. Ia datang dengan memaksaku untuk menjelaskan kejadian tiga tahun lalu yang membuat duniaku berantakan.
Untuk apa? Akupun sudah menutup rapat rapat luka yang pernah ada, kenapa harus kubuka kembali?
Kejadian hari ini cukup membuatku shock. Pertama, sejak pagi ia sudah berada di depan kontrakanku dengan meminta waktu agar dapat memberikan penjelasan kejadian tiga tahun yang lalu. Kedua, siang ini ia hadir di kantorku entah pertemuan yang disengajakan ia memanfaatkan kekuasaannya untuk mengatakan alasan yang sama.
Setelah mengantarkan Dito menuju ruang direksi yang membuatku hampir naik darah sepanjang waktu menuju lantai yang dituju kini kembali menuju lantai tempatku bekerja.
"punya senior model begitu kenapa dianggurin Nad?" ujar mbak Laras begitu sampai di meja kubikelku.
"apaan sih mbak?" tanyaku tidak nyaman.
"kalau Gue jadi Elo, waktu kuliah udah Gue pepetin terus itu senior. Hidup tajir melintir, jauh dari jiwa missqueen Nad" katanya sambil mengkhayal.
"gak semudah yang dilihat mbak" ujarku.
"kenapa emang?" tanya mbak Laras penasaran.
"Karena waktu itu saingan buat dapetin dia gak mudah, banyak mahasiswa cantik dari keluarga terpandang dan jurusan favorit udah pada antri buat dapetin dia" jelasku padanya.
"segitunya ya... Tapi kalau usaha sampai dapet bisa makmur Nad, lulusan S2 luar negeri dan jadi pewaris perusahaan. Kurang apa coba?" kata mbak Laras yang masih membahas Dito.
Aku tersenyum datar tanpa menanggapi mbak Laras lebih jauh hingga memutuskan untuk melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda.
***
Sore hari ketika pulang kerja bertolak menuju salah satu restoran ramen di salah satu mall di daerah tunjungan. Disana sudah ada Wilda yang menungguku disalah satu sudut meja, ia melambaikan tangan begitu melihatku memasuki area restoran.
Aku sengaja menceritakan sedikit tentang kemunculan Dito padanya, tanpa menunggu lama Wilda mengajakku bertemu sore ini.
"apa kabar?" tanya Wilda begitu kami berhadapan setelah melepas pelukan.
"seperti yang kamu lihat" kataku kemudian kami duduk berhadapan.
"aku pesenin ramen waktu kamu bilang udah sampai lobby" katanya.
Ia sangat mengerti seleraku.
"thanks, ohya kamu kesini gak sama Pak Satya?" tanyaku saat tidak menemukan beradaan suaminya.
"cuma nganterin aja sampai lobby, nanti minta jemputnya di kontrakan kamu aja" jelasnya.
"gak ada rencana nginep kan ya?" tanyaku menebak.
"kenapa emang? Kangen tau" ujarnya.
"ada suami kok bisanya nginep ditempatku yang jauh fasilitasnya dibanding dengan rumahmu" kataku yang mendapat delikan tajam darinya.
"eh, gini gini alumni kosan ya" cibirnya.
Kami tertawa berbarengan karena mukai bernostalgia saat dimana berstatus sebagai mahasiswa, obrolan kami terjeda ketika pesanan datang.
"gimana setelah ketemu Dito?" tanya Wilda hati hati.
"maunya pengen kabur aja" jawabku jujur.
"kenapa?" tanya Wilda.
"sekarang dia terlalu pemaksa Wil, aku gak suka" ujarku.
"memaksa untuk?" tanya Wilda kembali.
"dia selalu bilang pengen ngobrol berdua sama aku, mau jelasin kejadian tiga tahun lalu," kataku menjeda,
"maksudnya apa? Toh semuanya sudah selesai waktu itu, buat apa lagi dijelasin?" kataku menahan kesal.
Wilda terdiam belum merespon, kusesap kuah ramen yang masih penuh.
"gak pengen mendengarkan penjelasan Dito Nad?" tanya Wilda.
Aku melihat Wilda sekilas kemudian menggeleng.
"buat apa? Itu malah membuka luka lama. Kamu tau jelas bagaimana frustasi dan depresinya aku waktu itu?" jelasku padanya.
"aku tau dan paham banget. Tapi gak ada salahnya kan? Siapa tau ada hal yang belum kamu ketahui" kata Wilda yang membuatku tidak nyaman.
"kamu ngasih opsi buat menerima ajakan dia gitu?" tanyaku dengan raut wajah tidak suka.
"opsi mana yang dipilih semua terserah sama kamu Nad, aku gak bisa maksa. Cuma kalau boleh sedikit ngasih pendapat coba kamu terima ajakan Dito, siapa tau memang ada hal yang belum kamu ketahui dan Dito butuh ngejelasin sama kamu biar clear. Dipikirkan baik baik ya?" jelas Wilda panjang lebar.
Setelah itu tidak ada lagi obrolan tentang Dito. Wilda cukup memahami keadaanku sejak dulu hingga sekarang, ia sahabat terbaik yang Tuhan pertemukan untukku.
"ohya, tadi bilang ada good news buat disampaikan" kataku mengingatkan ketika Wilda sedang menyeruput matcha hingga tandas.
Siang tadi Ia sempat mengatakan bahwa ada kabar baik yang akan ia sampaikan.
"ekhm... Oke, jadi gini..." Wilda menjeda cukup lama hingga membuatku mengernyit penasaran.
"aku hamil" lanjutnya kemudian dan berhasil membuatku terkejut.
"Syukurlah... Beneran?" tanyaku memastikan.
Wilda mengangguk sambil tersenyum,
"selamat Wildakuuu, selamat atas kehamilannya dan selamat menjadi calon Ibu" ucapku bertubi memberikan selamat kepadanya dengan berdiri memeluknya cukup lama.
"terimakasih Nad, aku bersyukur banget" katanya ketika kami melepaskan pelukan.
Terlihat ia sangat bahagia dengan kehamilannya.
"akhirnya... Ohya, udah berapa bulan?" tanyaku.
"masuk minggu ke empat belas" jelasnya.
"udah lewat trisemester pertama yaaa... Kok gak bilang bilang" kataku menyelidik karena ia baru memberikan kabar saat kehamilannya memasuki bulan keempat.
"sengaja gak ekspos dulu, orang tua sama mertua aja baru dikasih tau kemarin" jelasnya sambil terkekeh.
"ihhh, parah... Kenapa emang?"
Wilda mulai bercerita tentang kondisi awal kehamilannya hingga kami mengobrol ketika hari mulai malam. Awalnya ia kekeh ingin ikut pulang ke kontrakanku namun kutolak karena tempatku berlawanan dengan rumah Wilda dan Pak Satya, jadi dengan berat hati kami berpisah di pintu utama mall karena sudah ada Pak Satya yang menunggu Wilda disana.
***
Keesokan harinya, weekend bangun lebih pagi untuk agenda bersih bersih kontarakan dan belanja bulanan. Bukan kali ini hidup mandiri di kota orang, sebelumnya hampir lima tahun berstatus mahasiswa di Surabaya lebih dari cukup untuk belajar mandiri karena jauh dari orang tua.
Bedanya dulu serba berkecukupan saat Ayah masih bekerja full time untuk memenuhi kebutuhanku disini, sedangkan sekarang aku harus berdiri diatas kaki sensiri untuk memenuhi kebutuhan selama hidup di Surabaya.
Kabar baiknya, bonus dari proyek bersama Pak Tama sudah dipastikan masuk melalui rekeningku kemarin sore. Setidaknya ada hal baik yang patut disyukuri setelah beberapa hari ini terganggu oleh seseorang yang datang dari masa lalu.
Tepat jam sepuluh sudah bersiap menuju salah satu tempat belanja kebutuhan bulanan. Lokasinya cukup dekat hanya dengan satu kali pindah angkot, lebih efektif naik kendaraan tersebut untuk pulangnya dapat memesan grab dengan membawa barang belanjaan.
Hari memasuki siang, cuaca yang cukup terik ketika sampai di kontrakan. Setelah membayar sejumlah uang dan memastikan barang belanja sudah lengkap kemudian segera memasuki kontrakan untuk segera merapikan barang belanjaan.
"dari mana kamu?"
Sebuah pertanyaan dari arah belakang saat sedang merapikan barang belanjaan di dapur.
Dito, lelaki ini sudah memasuki kontrakanku tanpa permisi.
"ngapain kamu masuk?" tanyaku padanya.
Ini benar benar gak sopan dan aku sedikit panik saat ia masih memberanikan diri mendekatiku.
"pintu kamu terbuka, sudah dua kali aku kesini dan kamunya gak ada" jelasnya sambil memperlihatkan pintu yang masih terbuka.
Aku melengos tanpa menjawab pertanyaannya.
"Nad, aku lagi ngomong sama kamu" katanya dengan nada tinggi.
"kamu gak lihat aku baru datang membawa kantung belanjaan?" kataku dengan nada yang lebih tinggi darinya.
Dito bergeming di tempatnya dengan menunjukkan ekspresi yang sulit diartikan.
"emang apa hak kamu untuk ngatur aku?" lanjutku kembali.
Kali ini aku memberanikan diri untuk menatap kearahnya.
Dito terdiam, dari matanya tersirat ia sedang dalam keadaan marah akan sikapku beberapa hari ini padanya. Aku melewatinya begitu saja saat memilah belanjaan yang harus segera dimasukkan kedalam freezer.
"kamu mending pergi deh, aku lagi repot. Males banget berdebat sama kamu" kataku sambil berjalan melewatinya kembali untuk meletakkan sling bag di kamar dan berganti baju santai setelah sebelumya mengunci pintu kamarku.
Gak lucu kalau tiba tiba Dito masuk dan membuat masalah mengingat beberapa hari ini dia cukup nekat.
Ketika keluar kamar masih melihat Dito di ruang tamu seakan menungguku untuk menemuinya. Tanpa memperdulikannya aku kembali merapikan belanjaan yang masih beberapa kantung lagi.
"Nad, aku minta waktu kamu please" katanya memohon.
"kalau kamu mau ngomong, ngomong aja gak usah berbelit atau aku usir kamu lagi" ujarku seduktif.
"oke, kalau itu mau kamu," katanya menjeda.
"kalau kamu cuma sekedar tanya tentang kabar dan bagiamana keadaanku selama ini akan kujawab baik baik saja dan kamu bisa per-" kataku tertahan sebelum satu kalimat pertanyaan dari Dito yang membuatku kembali terlempar ke masa lalu.
"apa kabar anak kita?"
.
.
.
To be continued
♏️♏️♏️
Ayaya 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top