MtW 12 - Dia Datang
Tap vote dulu yukkkk 🌟
Enjoy
.
.
.
♏️♏️♏️
Jika dapat memilih, aku ingin menikmati kehidupanku tanpa dihantui trauma masa lalu.
Jika dapat memilih, aku tidak ingin melihatnya lagi. Seseorang yang meninggalkan luka hingga meninggalkan bekas yang masih terasa dan membuatku tersiksa.
Pagi ini dia berada didepan kontrakanku, entah ia mendapatkan informasi dari mana dan siapa namun aku benci melihatnya muncul dipagi seperti sekarang ini.
Dito berada di depanku.
"ada apa?" tanyaku sarkastik.
"apa kabar Nad?" tanya Dito tanpa menjawab pertanyaanku.
Aku mendengus hingga memalingkan wajah yang secara terang terangan tidak menyukai kehadirannya pagi ini.
"Kamu selalu cantik Nad, dan semakin cantik dengan berpakaian kantoran seperti ini" lanjutnya kembali yang membuatku memberikan senyum kecut kepadanya.
Mungkin jika wanita lain yang dikatakan demikian maka akan merasa melayang hingga langit ketujuh, namun sayang rasanya hatiku sudah beku untuk menerimanya.
Pagi ini aku memang sudah bersiap untuk barangkat ke kantor namun tertahan oleh tamu yang tidak pernah diundang.
"aku mau kerja, mending kamu pergi" usirku padanya.
"tujuanku kesini untuk mengantar kamu ke kantor, sekaligus menyapa setelah lama kita tidak berjumpa" jelasnya.
Apa apaan ini?
Menghembuskan nafas kasar dihadapannya dan memutar bola mata dihadapannya. Masa bodo dengan sopan santun yang diajarkan Ibuku selama ini.
"maaf, aku gak ada minat sama sekali untuk bertemu dengan kamu apalagi sampai diantarkan" tolakku.
"Nad, banyak yang perlu kita bicarakan" katanya kekeh.
"gak ada, semuanya sudah selesai tanpa perlu dijelaskan lagi" tolakku hampir menutup pintu namun terhalang oleh kakinya yang menahan disela daun pintu.
"kamu salah kalau bilang gak ada, tiga tahun lalu banyak kesalahpahaman yang kutinggalkan begitu saja" jelasnya.
"apa kamu bilang? Kesalahpahaman? Lucu sekali" tanyaku menjeda,
"lebih baik kamu pergi" usirku kembali.
"aku tau kamu marah saat ini, aku akan menunggu sampai kamu ngasih waktu untuk kita mengobrol berdua" Dito masih kekeh dengan keinginannya.
"sayangnya aku gak berminat sama sekali untuk mengobrol sama kamu. Dan satu lagi kuperjelas, kalau kita sudah selesai sejak tiga tahun lalu ketika kamu memilih untuk pergi. Anggap saja kita dua orang yang tidak saling mengenal" ujarku penuh penekanan.
Emosiku mulai tidak stabil. Aku belum siap untuk bertemu apalagi sampai berbicara dengannya.
"oke, aku pergi. Kamu terlalu emosi saat ini, tapi nanti aku akan kembali untuk menjelaskan semuanya" jelasnya sambil menarik diri,
"kamu hati hati berangkatnya" ucapnya sambil berlalu menuju mobil sport yang terparkir tidak jauh di depan kontrakanku.
Menutup kasar pintu dan pertahananku luruh, tubuhku beringsut ke lantai dan mulai terisak. Tiga tahun lamanya berusaha menata kembali hidupku namun kini berantakan dengan kedatangannya.
***
"Lo baik baik aja Nad?" tanya mbak Laras ketika kami sedang menikmati istirahat makan siang.
Entah sudah berapa kali sejak tadi pagi menanyakan pertanyaan yang sama.
"aku baik mbak, berhenti tanya gitu lagi deh" kataku mencoba untuk tidak mencurigakan.
"gak kayak biasanya. Apa sesusah itu nanganin proyek sama Pak Tama?" tanya mbak Laras.
Mungkin kali ini mbak Laras mengira peribahan sikapku karena faktor dari kerjaan kantor. Mungkin lebih baik mengira demikian, gak ada salahnya juga.
"katanya mbak kemarin dipikir bonusnya aja biar semangat" ingatku pada kata kata mbak Laras tempo hari.
"ya kalau Lo sampai kayak linglung gini kan horor!" ujarnya sambil begidik ngeri.
"enak aja bilang linglung. Gak sedrama itu juga mbak" kataku sambil menyenggol lengannya.
"iya namanya juga menebak" katanya sambil terkekeh.
"sayangnya tebakan anda salah nona Dwi Larasati" kataku sambil menyebut lengkap namanya.
Kami menikmati menu makanan masing masing dan mengobrol ringan. Sepertinya kentara sekali jika hari ini aku kurang fokus untuk bekerja.
Ketika kembali menuju lantai tempat kami bekerja tiba tiba mataku membulat saat melihat seorang sedang berdiri tidak jauh dari kubikelku. Pak Tama mengobrol dengan Dito tepat di depan pintu ruangan.
Dito sudah rapi mengenakan setelan jas berbeda dengan kedatangannya tadi pagi dengan pakaian yang lebih kasual.
"itu siapa Nad? Cakep bener?" tanya mbak Laras.
"utusan dari klien perusahaan" jawabku jujur.
"waduh, selama ini elo berurusan sama orang cakep gitu ya... Menang banyak Nad" ujar mbak Laras.
Belum tahu saja kalau Dito sudah menjadi mimpi burukku sejak kedatangannya.
"biasa aja deh mbak, yuk lanjut kerja" ajakku sambil berjalan melewati mbak Laras yang memandangi Dito penuh puja.
"itu Nadia sudah datang" ujar Pak Tama ketika melihatku menempati kubikel.
Pak Tama mendekati tempatku bekerja disusul dengan Dito.
Dan aku mempunyai firasat tidak baik kali ini...
"Pak Dito ini senior kamu di kampus dulu ya Nad" kata Pak Tama berbasa basi.
Mengangguk sekilas tanpa menjawab.
"apa boleh saya meminta izin untuk diantarkan Nadia saja untuk ke ruang direksi" pinta Dito pada Pak Tama.
Mataku membulat saat mendengar ucapan Dito. Aku melihtat Pak Tama yang sedikit tidak percaya dengan permintaan Dito yang terlalu to the point.
"padahal tadinya saya sendiri yang akan mengantarkan" kata Pak Tama yang menyetujui.
"biar Nadia saja, barangkali kami bisa mengobrol setelah lama tidak bertemu" ujar Dito kembali.
Pak Tama mengangguk sekali dan memberikan kode kepadaku.
"bisa kamu antar Pak Dito ke ruang direksi Nad?" tanya Pak Tama kepadaku.
Aku yakin kini wajahku memperlihatkan raut muka yang tidak bersahabat hingga Pak Tama memberikan kode krmbali1 untuk menuruti perintahnya. Dasar dua laki laki yang sangat menyebalkan.
Aku berdiri,
"mari ikuti saya Pak" ajakku sesopan mungkin meskipun enggan.
***
Berjalan di depan Dito serasa diperhatikan dari belakang. Ia masih diam hingga kami tiba di depan pintu lift untuk naik ke ruangan direksi berada.
"cerdas kamu memanfaatkan kekuasaan yang kamu punya" sindirku padanya yang mensejajarkan diri disampingku.
Kulihat ia tersenyum sekilas,
"apa boleh buat, hanya dengan cara ini kamu bisa menurutiku" katanya sambil tersenyum melihatku.
"baik, kita profesional saja selama dalam lingkup urusan kerjaan" kataku tanpa melihatnya.
Denting lift terdengar sekali dan pintu terbuka dan menghembuskan nafas kesal.
Harapanku akan ada seseorang di dalam lift tidak terjadi. Akan hanya ada aku dan Dito disana.
Aku masuk lebih dulu dan segera memencet tombol lantai yang dituju sebelum Dito masuk dengan senyum penuh kemenangan.
Ketika pintu tertutup segera menarik diri untuk memberikan jarak dari Dito. Pandangannya kentara masih fokus kepadaku, entah apa yang ia fikirkan namun aku ingin lift yang membawa kami segera sampai di lantai yang dituju dan aku dapat meninggalkannya disana.
"Nad? Kapan kita bisa ngomong?" Dito membuka suara.
"gak perlu" tolakku kasar.
"ini sangat penting untuk kita bicarakan Nad" katanya kembali.
"ngomong aja" ujarku.
"gak disini tempatnya, obrolan kita butuh privasi" katanya tidak setuju.
"yaudah simpan aja pembicaraan kamu karena aku gak minat untuk sekedar ngobrol sama kamu" jelasku.
"kalau gitu tiap hari aku akan datang buat nemuin kamu" ujarnya.
Sontak melihat kearahnya dan melihat ia tersenyum penuh kemenangan, tanganku bersidekap sambil menatap tidak suka kearahnya.
Apa apaan ini?
"seniat itu ya?" tanyaku sambil menatap penuh selidik kepadanya.
"aku cuma pengen ngobrol Nad" katanya penuh penekanan.
Aku masih memandanginya kesal hingga denting lift terdengar untuk menandai kami sudah sampai di lantai yang dituju.
Tanpa mempersilahkannya aku berjalan mendahului menuju ruang direksi berada. Suara ketukan sepatu begitu nyaring dengan tergesa sedangkan Dito mengikutiku dari arah belakang.
Aku berhenti tepat didepan ruangan yang kami tuju kamudian memberitahukan kepada sekretaris yang bertugas untuk menyampaikan kepada direktur atas kedatangan Dito melalui sambungan interkom.
"baik, Bapak sudah ditunggu dewan direksi. Mari saya antar untuk masuk" kata petugas disana yang ditujukan pada Dito yang masih berdiri dibelakangku.
Aku berbalik menatap Dito sambil mempersilahkannya secara sopan, ini masih dalam area kantor dan aku menahan sikap agar tidak arogan kepada laki laki yang masih memperlihatkan tersenyum remehnya.
"dua hari lagi aku akan kembali menemui kamu, bagimanapun caranya" katanya sebelum melewatiku untuk memasuki ruangan direksi.
Meraup nafas sebanyak banyaknya guna menetralisir rasa emosi yang semakin diujung dengan perkataan Dito yang akan kembali menggangguku.
Jelas Ia menggunakan kekuasaannya untuk kembali datang dikehidupanku. Sejak kemarin rasanya hari hariku akan jauh dari kata tenang.
.
.
.
To be continued
♏️♏️♏️
Ayaya 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top