MtW 11 - Datang Kembali
Vote dulu yuk 🌟
Enjoy
.
.
.
♏️♏️♏️
Keeseokan harinya memulai kembali aktifitas seperti biasa. Bedanya pagi sekali sudah bersiap untuk mengantarkan Nabila ke stasiun terlabih dahulu kemudian melanjutkan perjalanan menuju kantor.
Suasana kantor dipadati pegawai yang mulai berdatangan, dari jauh mbak Laras melambaikan tangan pertanda ia memintaku untuk menunggunya kemudian berbarengan naik ke lantai di tempat kami bekerja.
Netraku menatap horor ketika melihat Pak Tama sudah hadir sebelum karyawan tiba. Aku masih pura pura tidak melihatnya hingga satu kata terucap darinya yang dengan jelas memanggil namaku.
"dipanggil Pak Bos tuh" kata mbak Laras yang menghentikan langkahku.
"pura pura gak denger aja mbak" jawabku cuek.
"orang nama Lo dipanggil dengan jelas gitu Nad. Jangan cari masalah sama Pak Bos deh" ingatnya sambil menepuk pundakku dan berjalan melewatiku.
Menghembuskan nafas guna mengontrol emosi kemudian berjalan menuju sosok yang sudah berdiri didepan ruangan kebesarannya.
"selamat pagi Pak, Bapak memanggil saya" basa basiku yang cukup dipaksa.
"kosongkan jadwal kamu nanti siang Nad" katanya tegas.
Aku mengernyit tidak memahami permintaan Pak Tama. Kerjaanku diawal minggu lumayan padat dan diminta untuk mengosongkan waktu siang ini? Yang benar saja.
"meeting kemarin kalau kamu lupa. Tidak ada alasan buat kamu untuk menghindar kan?" ingatnya.
"datanya sudah saya siapkan Pak, lengkap" jelasku kembali mengingatkan pada Pak Tama. Toh dia juga sudah punya salinan file data yang kukerjakan kemarin.
"last meeting" katanya kemudian yang membuatku sedikit kaget.
"Bapak serius?" tanyaku memastikan.
"setelah jam makan siang" katanya sambil berlalu tanpa menjawab pertanyaanku.
Menghembuskan nafas panjang setelah mengetahui bahwa jam makan siangku akan terganggu. Meskipun ia mengatakan meeting setelah makan siang tapi aku yakin ia akan memanggilku sebelum jam istirahat selesai.
"kenapa Lo?" tanya mbak Laras ketika baru saja memasuki kubikel tempatku bekerja.
"last meeting nanti siang" kataku malas malasan.
"proyek itu memang gak main main Nad, kalau deal sama perusahaan yang dituju Gue yakin bonus Lo tiga kali lipat dari gaji bulanan" kata mbak Laras penuh keyakinan.
"iya sih mbak, tapi capek" keluhku.
"ada hasil, ada usaha dong" mbak Laraz meyemangati.
"padahal mbak Intan udah paham semua yang aku jelaskan lho" kataku pada mbak Laras.
"kadang Lo oon gak terkira ya... Seharusnya Lo bersyukur Pak Tama masih nerusin proyek sama Lo, kalau aja sekretaris barunya yang diajak andil dan proyek goal? Elo gigit jari" jelasnya yang tidak kupahami.
"kok gigit jari?" tanyaku tidak paham.
"Iyalah, bonusnya buat Intan. Kalaupun Lo dapet paling 50:50 bagi hasil. Mau?" tanya mbak Laras.
Benar juga,
Aku hanya diam berusaha mencermati perpenjelasan mbak Laras. Tidak munafik jika aku menginginkan bonus dari kerja kerasku.
Bodoh, bisa bisanya tidak terfikirkan sampai kearah sana. Gak lucu jika sejak awak ikut dalam proyek namun usahaku diklaim orang lain.
***
Tepat jam satu siang aku dan Pak Tama menuju sebuah hotel untuk dealing proyek dengan salah satu klien perusahaan yang kami tuju. Pak Tama tidak hentinya menanyakan kembali materi meeting yang akan kami bahas nantinya.
Sebenarnya dataku cukup detail untuk dipelajari namun entah mengapa ia lebih memilih untuk menanyakan langsung kepadaku.
"sudah makan siang?" tanya Pak Tama ketika kami sampai di Lobby hotel.
"sudah Pak. Sementara Bapak diruang tunggu dan saya cek reservasi dulu" kataku kemudian meninggalkan Pak Tama di ruang tunggu.
Setelah memastikan kelengkapan tempat reservasi kami menuju ruangan privat room untuk menunggu kedatangan klien.
Sepuluh menit kemudian pintu ruangan terbuka menampilkan seorang laki laki yang cukup muda. Senyumku tersungging sekedar menyapa dengan ramah.
Namun tidak lama seorang laki laki lain muncul dengan setelan jas armani yang membuat senyumku perlahan memudar.
Dia datang,
Netraku menangkap sosoknya memasuki ruangan yang sudah kami pesan sebelumnya. Kulihat langkahnya terhenti sebentar saat mata kami bertemu, seperti sudah ahli ia dapat menetralisir rasa kaget yang sama dengan yang kualami.
Dito, lelaki masa lalu yang memberikan kenangan pahit kepadaku.
"kamu tidak apa apa?" tanya Pak Tama ketika melihat raut wajahku yang tidak wajar.
Aku menggeleng tanpa menjawab pertanyaannya.
"berikan ekspektasi sebaik mungkin" titahnya meyakinkanku.
Aku hanya mengangguk untuk menanggapinya.
Dari sekian banyak manusia kenapa harus Dito yang kembali hadir dihadapanku. Ia menjadi utusan dari perusahaan yang kami tuju untuk dealing proyek yang sedang aku tangani.
***
"kita cari makan dulu Nad, sepertinya kamu kurang sehat" ajak Pak Tama saat kami baru saja memasuki mobil diparkiran basement hotel.
Aku menurutinya tanpa ada kata yang terucap.
Beberapa menit yang lalu meeting baru saja selesai. Hampir 90 menit satu ruangan dengan Dito untuk membahas proyek kami, 90 menit yang cukup menyiksa meskipun obrolan terlihat jauh dari kata tegang.
90 menit itu pula aku menghabiskan waktu untuk berdiam diri untuk mengikuti intruksi yang diminta Pak Tama untuk menyajikan data pada klien kami. Sesekali menangkap tatapan Dito mengarah kepadaku, ia tersenyum sekilas ketika pandangan kami bertemu.
Tuhan, seakan mempermainkan kembali takdirku sekali lagi.
Sesampainya di salah satu restoran yang kami tuju tidak memerlukan waktu yang lama untuk menunggu pesanan kami datang. Memasuki jam sore seperti ini memang lebih lengang daripada jam makan siang yang sudah lewat.
"Anandito Darmawan, S2 jurusan ekonomi bisnis lulusan luar negeri" kata Pak Tama yang hampir membuatku tersedak kalau saja tidak segera diberikan air mineral olehnya.
"kamu lagi sakit beneran Nad?" tanya Pak Tama kemudian.
"saya baik baik saja Pak, mungkin kurang istirahat" jawabku setelah menghabiskan air dalam gelas.
"tunggu bonusnya nanti" katanya menggodaku.
"ini yang pertama dan terakhir ya Pak, sistem kerja rodi kayak gini" ingatku padanya.
"tapi kerjaan utama kamu kan gak pernah saya deadline" ujar Pak Tama.
"tapi tetap saja harus dikerjakan sebelum jatuh tempo" kataku.
"iya, nanti saya alihkan semua sama Intan begitu proyek ini goal dan selesai" jelas Pak Tama yang membuatku sedikit lebih lega.
"ini juga yang terakhir saya ikut meeting" ingatkanku kembali.
"no problem, pertemuan berikutnya tinggal tanda tangan kontrak dan kamu gak perlu ikut gak apa" katanya santai.
Benar saja, divisi kamu sudah mendapatkan sinyal positif dari proyek itu.
"ohya kenapa tadi yang datang beda sama yang kemarin Pak?" tanyaku penasaran.
Pak Tama memperlihatkan ipadnya yang berisi tentang cv seseorang. Saat aku mendekatkan kepala agar dapat membaca lebih jelas ternyata terdapat data diri Dito secara lengkap.
"cv Pak Dito?" tanyaku senormal mungkin.
"saya baru tau kalau dia cucunya Pak Rahmat Dharmawan, sekaligus menjadi calon pewaris perusahaan. Sekilas pendidikannya oke untuk menggantikan beliau, publik speaking dan penanganan proyeknya juga tidak buruk. Pantas ia disekolahkan di luar negeri untuk mengelolah perusahaan kakeknya" jelas Pak Tama panjang lebar.
Aku menjawab berohria.
Selama ini yang aku ketahui Dito adalah anak tunggal dari keluarga terpandang, tidak sampai mendetai bahwa ia adalah pewaris sebuah perusahaan terkemuka. Mungkin itu yang menjadi salah satu faktor hingga ia lebih memilih meninggalkanku waktu itu.
Tck, kenapa ingatan itu kembali lagi.
"ohya, kuliah Strata satunya sama kayak kamu Nad. Dia senior kamu" ujar Pak Tama kembali.
Aku mengangguk, tidak mungkin menyangkalnya.
"saling kenal?" tanya Pak Tama yang mulai menunjukkan raut penasaran.
"sekedar kenal saja Pak, dia kan senior saya. Banyak mahasiswa lain yang mengenalnya, gak cuma saya" jelasku penuh alibi.
Selanjutnya Pak Tama meletakkan tabletnya dan kembali menikmati makannnya tanpa ada pertanyaan atau obrolan lain.
Sore ini pulang lebih cepat dari biasanya. Pak Tama mengantarkanku pulang begitu selesai makan di restoran. Sepertinya hari ini ia terlalu baik untuk ukuran seorang Bos.
Hari ini ia datang kembali, semoga cukup dengan pertemuan tadi siang tanpa ada keberlanjutan. Aku belum siap dan rasanya tidak akan siap untuk membuka luka lama yang masih terasa perih.
.
.
.
To be continued
♏️♏️♏️
Ayaya 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top