9: On My Own
Ketika Reina dan Zenya masih bersahabat, mereka memiliki gebetan yang berbeda. Zenya menyukai George dan Reina menyukai Blake. Mereka saling mengetahui itu, tapi mereka juga memilih untuk saling merahasiakannya.
Setelah surat Reina diterima oleh pihak Melbourne University, Zenya berhenti membicarakan George dan malah seperti mulai menggoda Blake. Betapa liciknya dia.
Ya, begitulah kira-kira awal ini semua terjadi.
Reina berjalan pulang dari sekolah. Ia tak percaya apa yang terjadi padanya hari ini, tapi ia tahu bahwa hal itu akan menghilang begitu saja besok. Ia tak peduli, mencegahnya pun tak ada artinya.
Baru saja Reina memasukkan kunci rumahnya ke lubang pintu, ia mendengar seseorang seperti berlari ke arahnya. Ia berbalik, dan menemukan George disana. George sama sekali tidak terlihat diperselisihan hari ini.
"Rei! Lo gapapa?" tanya George.
"Hah, kenapa?"
"Eh, ketek kudanil! Gue tau tadi ada perang kan," kata George. "Ya lo tau lah, schedule gue padet, makanya maaf ya daritadi nggak keliatan,"
Reina menempeleng kepala George, "okein aje bray,"
"Eiya, Rei," George menggantungkan kalimatnya. "Sorry,"
Reina mengernyitkan dahinya, "Maaf apaan lagi sih? Lo abis kejedot dimana sih daritadi gadanta abis,"
"Kok lo ngegas sih, anjing?!" umpat George. "Gue kira lo sukanya sama Blake, walaupun gue tau gue emang ganteng sampe 7 turunan. Tapi, lo tau kan kalo gue juga udah punya gebetan,"
"Iya, gantengnya 7 turunan. Tapi lo turunan ke 8 kan ya hehe," balas Reina.
George memelas, "Sialan,"
Reina tertawa keras, "Jadi, lo kira gue beneran suka sama kodok koncret kayak lo?
"Hina aje terus," ujar George pasrah. "Tapi kata yang lain tadi lo..."
Reina menarik dan membuang napasnya cepat, "jadi lo lebih percaya sama mereka dibanding gue? f i n e,"
"Percaya tuh sama Tuhan, kalo sama lo itu musyrik," balas George terkekeh. "Dasar berita hoax,"
Reina bergumam, "Udah ah, gue gamau bahas ini lagi. Mending lo pulang,"
"Rei-" Reina langsung menutup pintu rumahnya keras sebelum George sempat menahannya. Reina benar-benar tidak mau mendengar pembahasan apapun lagi tentang hal tadi.
Reina tahu, ia salah. Tapi dengan apa yang terjadi hari ini, ia tidak ingin membicarakan hal itu lagi. Memang, awalnya ia selalu berharap mempunyai seseorang yang bisa diajak mengobrol dan mendengarkan semua keluh kesahnya.
Ketika ia kecil, orang itu adalah ibunya. Tapi sekarang, ibunya benar-benar hampir tidak ada waktu untuknya, bahkan untuk sekedar bertemu. Dan sekarang, ia tak memiliki siapapun. Rasanya, ia akan sulit untuk kembali mempercayai orang lain.
***
Reina sudah tidak peduli. Sekalipun ia peduli, tidak ada yang dapat dilakukannya untuk mencegah hal ini. Ia bahkan menyuruh satu-satunya temannya, George, untuk tak mencampurinya. Dan Blake, yang sepertinya kehilangan apapun harapannya yang ia miliki pada Reina. Seluruh warga sekolah juga akan tahu tentang kebohongan yang dibuat Zenya.
Awalnya, Reina ingin tetap di rumah dan berpura-pura sakit. Namun, Reina tetaplah menjadi dirinya, bahwa sekolah tetaplah yang utama. Dan hari ini, Reina tetap pergi ke sekolah, siap menghadapi ejekan yang akan dilemparkan padanya.
Reina melangkahkan kakinya di koridor dan beberapa siswa lainnya juga terlihat berkerumun disana. Tak selang beberapa lama, pengumuman itu terdengar melalui speaker membuat para siswa beringsut masuk dan keluar kelas.
Reina memang menginginkan perhatian, tapi tidak seperti ini. Perhatian yang hanya didapat karena berita bodoh dan bohong. Rumor yang akan membuat semua orang membenci dan merendahkannya.
Reina berusaha menutup telinganya, mengabaikan semua bisikan dan gossip yang sekarang mulai mengarah kepadanya. Ia seakan membuat dirinya terlihat bodoh karena ulah dirinya sendiri. Ditambah dengan pertemanannya dengan Zenya sebelumnya.
"Sttt," terdengar bisikan dan langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Tanpa menoleh, Reina tetap memilih untuk menatap lantai koridornya. Ia tak peduli siapapun itu, walaupun itu seorang guru sekalipun, intinya mood-nya sedang tidak baik sekarang.
"Lo bener-bener mau nyerah gitu?"
Orang itu kembali bersuara, membuat Reina merasa mengingat betul dengan suaranya. Ia mendongak dan mendapati Blake di depannya.
"Terus gue harus ngapain?" lirih Reina.
"Ikut gue," kata Blake seraya menarik pergelangan tangan Reina untuk mengikutinya berjalan. Reina sendiri pun tidak tahu kemana Blake akan membawanya pergi, tapi ia tak peduli.
Langkah kaki mereka berhenti. Reina mengintip dari balik bahu Blake, dan melihat tangga yang mengarah ke rooftop.
*****
AHAHAHAHAHAHA hi?
iya iya gue tau, gue udah hampir ngilang hampir sebulan ga sih? maaf yaaa gue sibuk nih, ya biasa lah schedule gue padet soalnya WKWKWKWK
tapi sebagai permintaan maaf gue, buat part selanjutnya gue bener-bener bakal update besok jd gaperlu lagi kan nunggu yang ngga pasti yeeyyy
seneng ga? ngga ya
yaudah w out ajah
bye
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top