19: Promise

Dari jauh, terlihat Reina sedang mengobrol dan tertawa dengan Carine seraya memegang gelas minuman yang sudah habis isinya. Ia terlihat tidak memerhatikan suasana dan orang-orang lain di sekitarnya.

Blake berdiri beberapa meter di belakang, seraya menarik nafasnya pelan untuk bersiap diri. Tiba-tiba, Reina membalikkan tubuhnya dan pandangan mereka pun bertemu.

Reina tidak berbicara apapun, dia tampak bingung, bahkan malah terlihat sedikit takut. Blake menyadari bahwa sikapnya sedikit sudah membuat Reina takut padanya.

"Hi," sapa Blake dengan suara serak seraya memasukkan tangannya ke dalam saku celana.

Reina memalingkan pandangannya, menatap ke arah Carine, berharap temannya itu membalas sapaan laki-laki di depannya. Jujur saja, Reina tidak ingin membalasnya, bahkan ia ingin pergi saja dari tempatnya sekarang.

"Ya," balas Reina dingin.

Blake menyadari, balasan Reina seolah memintanya untuk pergi, namun ia seperti menanamkan telapak kakinya di tempatnya berdiri. Blake mulai mengingat bagaimana dulu Reina diam-diam menyukainya dan mengaguminya dari jauh.

Namun, sekarang Reina mulai bersikap dingin padanya bahkan mulai tidak peduli dengannya sedikit pun. Blake tahu, ini karena ia yang sudah bersikap terlalu kasar pada gadis itu.

"G-gue.. boleh ngobrol sama lo.. berdua aja ga?" tanya Blake.

Reina sedikit terkejut dibuatnya. "E-eh? Um, kayanya gue sama Carine-"

"Nggak, nggak. Lo berdua harus ngobrol!" ujar Carine memotong perkataan Reina seraya mendorong Reina untuk lebih maju menghadap Blake.

Reina membelalakkan matanya tak percaya. Ia menyenggol lengan Carine dengan sedikit keras. "What the heck, Carine?!"

Carine terkekeh. "Eh, sorry nih. Gue kayanya harus nyari George,"

Dengan cepat, Carine pergi dari sana, meninggalkan kedua temannya yang dirasa perlu menyelesaikan masalah mereka.

Reina menghembuskan nafasnya berat dan meletakkan gelas minumannya di meja. Ia mencoba mengalihkan perhatiannya ke hal lain.

"Gapapa kan?" tanya Blake.

"Lo mau ngomong apa?" tanya Reina balik, to the point. Rasanya ingin sekali pergi dari tempatnya sekarang juga.

Blake tersenyum tipis. "Kita bisa pergi ke tempat lain dulu ga? Jangan disini,"

"Yaudah, lo tujukkin jalannya," balas Reina.

Blake pun mulai melangkahkan kakinya diikuti Reina di belakangnya. Suara heels milik Reina yang menyentuh lantai pun mengiringi perjalanan mereka.

Ingin sekali rasanya Blake memuji Reina, memberi tahu gadis itu betapa cantiknya dia malam ini. Namun, suasana diantara keduanya sedang tidak baik-baik saja.

Langkah mereka mulai mendekati balkon di samping kamar Blake, dimana tidak ada siapapun disana. Blake memilihnya karena ia tahu tidak ada seorang pun yang berani mendekati kamarnya saat ini, atau pukulan akan melayang ke wajah siapapun yang mendekati kamarnya.

Dinginnya angin malam terasa seperti menghantam wajah mereka seketika Blake mulai membuka pintu yang mengarah ke balkon. Ia menyadari Reina yang sedikit mengigil dan membuat Blake segera melepaskan jasnya dan meletakkannya di sekitar bahu gadis itu, seperti apa yang pernah ia lakukan dulu.

Reina hanya tersenyum tipis.

"I'm sorry... for being so mean to you," ujar Blake akhirnya. Kalian tahu, butuh keberanian dan kemauan yang besar baginya untuk minta maaf.

Reina menghela nafasnya seraya menatap langit. "It's okay, i guess,"

Blake menoleh ke arah Reina. Gadis itu seperti masih tidak ingin melihatnya. "I really mean it. Gue tau betapa bodohnya gue memperlakukan lo dengan buruk. But look, setidaknya lo masih bersikap baik sama gue,"

"You used to be like that. Tapi, gue ga nyangka aja ternyata lo sebegitu kerasnya," balas Reina.

"I know. I don't deserve all the nice things in this world," ujar Blake.

"No, no. It's not like that," kata Reina seraya memalingkan pandangannya dari langit. "Maybe I'm the one who don't deserve it,"

Blake menggeleng cepat. "Gue tuh bajingan banget kan, Rei? Malah suka gatau diri,"

"Nggak, please. Lo jangan ngomong kaya gitu," balas Reina tidak suka. "Udah ya, Blake. Lupain aja hal nggak menyenangkan yang terjadi sama kita. Anggep itu gapernah terjadi,"

"I'm so sorry for what I've done," ujar Blake dengan penuh penyesalan.

Reina tersenyum kecil. "Apology accepted,"

Blake ikut tersenyum, namun lebih besar. "You're the bestest! Lo doang yang top, yang lain beng beng!"

Reina hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Oiya, tapi apa yang gue omongin waktu itu..." kata Blake menggantung. "It's true though,"

Reina mengernyitkan dahinya bingung. "Yang mana tuh? Kan banyak,"

"That I like you," ujar Blake tersenyum.

"Hah? Sakit ya lo," balas Reina tak peduli. "Apa mau ngerjain gue lagi?"

"It's serious tho!" balas Blake tegas. "I like you... so much,"

Reina menatap lawan bicaranya bingung. "O-okay, yaudah,"

"Yaudah? Udah gitu doang responnya?" protes Blake tak terima.

"You already know that I like you," balas Reina.

"So, can we... start over?" tanya Blake tak terlalu yakin.

Reina menatap Blake dengan penuh pengharapan. "Shall we?"

Blake menganggukkan kepalanya. "Kasih aku kesempatan, at least, sekali lagi,"

"Go on," balas Reina.

Blake kembali tersenyum lebar. "Then, can I kiss you?"

"Nanti lo malah nampar gue lagi," ledek Reina.

Blake memanyunkan bibirnya. "I regret it. I promise, I won't ever again,"

"Then sure," tukas Reina yang membuat Blake tersenyum dan mulai mendekatkan tubuhnya dengan gadis itu.

*****

done.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top