18: Breakdown

Reina tidak benar-benar menggunakan make up, bahkan ia belum menggunakannya sama sekali. Sejujurnya, ia sedikit bingung dengan hal seperti ini. Menurutnya, pergi ke pesta berarti menggunakan berlapis-lapis make up dengan gaun ketat di tubuh. Ya, memang itu yang sedari dulu tertanam di pikirannya.

Pada dasarnya, Reina tidak suka menggunakan make up karena beberapa alasan. Salah satunya adalah, ia berfikir bahwa semua orang cantik dengan dirinya sendiri, bahkan tanpa make up sekalipun. Natural beauty is the best.

Berbeda dengan Carine yang saat ini duduk di meja riasnya. Ia memberi beberapa polesan make up di wajahnya seraya membaca majalah yang ia punya.

"Gimana menurut lo?" tanya Carine setelah selesai dengan make up-nya.

Reina dibuat agak terkejut karena ia terlalu memperhatikan televisi. "Bagus bagus aja,"

"Oke, rambutnya belakangan aja lah ya," kata Carine seraya meletakkan gaunnya di kasur. "Sekarang giliran lo,"

"Gamau ah," tolak Reina. "Nanti gue kaya mayat idup,"

Seketika, Carine melotot. "Maksud lo, gue sekarang kayak mayat idup?!?"

"Eee, ampun ndoro," balas Reina seraya tertawa. "Abisnya kan pasti foundation lo putih, kan gue item,"

"Eh, kuah baso. Banyak banget alesan lo ya!" ujar Carine seraya menarik lengan Reina paksa agar mau duduk di meja riasnya.

Tenaga Carine yang lebih kuat darinya, membuat Reina duduk di meja rias itu dengan berat hati.  "Gausah lah anjir, gue kaya gini juga udah cakep. Tuh liat aja di kaca,"

Namun, tiba-tiba cermin yang ada di meja rias milik Carine yang sebelumnya sudah retak, akhirnya jatuh, pecah.

"Eee anjir anjir!" pekik Reina.

"Tuh, lo yang mesti liat. Kaca gue aja sampe menolak, Rei," ucap Carine. "Udah lo diem aja,"

"Sialan," gumam Reina pasrah.

Carine mulai memberi polesan make up di wajah Reina. Ia terlihat sangat terampil dalam melakukannya, sedikit membuat Reina terkejut. Ditambah dengan peralatan dan perlengkapan make up yang sangat banyak.

"Lo suka pake pake make up ya?" tanya Reina.

"Ngga, kalo ke acara penting doang," balas Carine seraya meletakkan concealer di meja riasnya.

"Tapi, ini banyak banget gila," ujar Reina, memperhatikan semua benda yang ada di meja rias itu.

Carine tertawa, "iya juga ya,"

Setelah sentuhan terakhir, Carine melihat hasil kerjanya di wajah Reina dan menepuki dirinya sendiri. Seperti, Reina adalah penemuan yang Carine ciptakan dan ia sangat bangga dengan hal itu.

"Tuh kan, cantik," puji Carine. "Jarang-jarang nih gue muji lo gini kan,"

Reina terkekeh, lalu memperhatikan wajahnya di cermin. Benar saja, ia merasa berbeda dari biasanya. Dalam hatinya, ia mengakui bahwa polesan di wajahnya memang sedikit membuatnya terlihat lebih baik. Tetapi, ia juga merasa bahwa ia berubah, seperti bukan dirinya.

"Waktunya ganti baju, terus baru atur rambut," ujar Carine.

Setelah sekitar satu setengah jam kemudian, mereka sudah siap. Reina sedikit menyesali ini, ia merasa dengan mendatangi pesta ini, ia sudah memilih untuk mulai masuk dan merasakan lingkup pergaulan remaja, daripada berdiam di rumah untuk belajar.

'party-party-annya sekali ini aja ya rei. sekali ini aja dan jangan pernah lagi,' batin Reina untuk dirinya sendiri.

Reina selalu berfikir bahwa orang-orang yang mendatangi pesta bersama teman-teman sekolah itu keren, dan ia juga berfikir bahwa orang tua yang mengizinkan anaknya untuk datang ke pesta juga sangat keren. Jadi, ketika ayah Carine memberitahu kami bahwa ia akan mengantarkan kami ke rumah Blake, ia merasa bahwa ayahnya Carine adalah salah satunya yang sangat keren.

"No alcohol," ujar ayah Carine, David, ketika mereka sampai di tujuan.

"Astaga, Pah!" seru Carine. "Minum teh botol sama fanta aja aku udah kaya mo mati, apalagi alkohol,"

David terkekeh, "Oiya, lidah kamu kan ndeso. Minum fanta aja bengek,"

Dengan cepat, Carine memukul lengan ayahnya itu. "Ish!"

Reina yang sedari tadi memperhatikan dan mendengarkan percakapan itu hanya terkekeh melihat kelakuan ayah dan anak itu. Di hatinya, terbesit rasa iri dan harapan, semoga ia bisa merasakan hangatnya candaan dengan keluarganya suatu saat nanti.

Carine menarik tangan Reina untuk keluar dari mobil dan memasuki rumah Blake. Carine menuntun jalan, melewati orang-orang yang menghalangi jalan mereka.

"Misi! Aer panas, aer panas!" seru Carine.

Orang-orang pun mulai menghindar dan memberikan jalan untuk mereka. Carine memang sudah benar-benar berpengalaman. Mereka berjalan sampai ke ruang tengah.

Musik mengalun dengan keras, orang-orang terlihat menari, mengobrol, serta makan dan minum. Reina sudah merasa bahwa ini benar-benar bukan tempat untuknya.

"Yoi, beneran dateng coy!" teriak George dari sudut ruangan saat melihat orang yang ia tunggu akhirnya datang.

"Bangga kan lo?" tanya Carine setelah George menghampiri mereka. "Gue udah berhasil bujuk Reina buat dateng,"

"Iya dong," balas George lalu melingkarkan lengannya di pinggang Carine.

Reina mulai menatap mereka sinis. "Gausah mesra-mesraan depan gue anying. Musnah kek lo berdua,"

George dan Carine pun tertawa. "Iya kasian ini temen gue abis disakitin temen lo sih,"

"Bacot banget aseli," ucap Reina seraya memutarkan kedua bola matanya.

"Eh, minuman ada di meja sebelah situ ya kalo lo pada mau minum," jelas George seraya menunjuk salah satu meja yang dipenuhi minuman dan orang-orang yang mengisi kembali minumannya.

"Gaada alkohol kan?" tanya Reina sedikit kaku.

"Seriously, Rei? Oh well, we're not THAT rebellious," balas George tertawa dan diikuti tawa dari Carine.

Reina tahu, itu merupakan ledekkan untuknya. Ia hanya mengernyitkan dahinya, lalu mereka berhenti tertawa.

"Sorry, sorry. Tadi becanda hehe," ujar George.

Reina memalingkan pandangannya, "Bodo amat, gelap,"

"Udahan, deh. Kita ambil minum dulu yuk," ajak Carine lalu menarik Reina menuju meja yang dipenuhi minuman.

Disisi lain, Blake memperhatikan kedatangan Reina. Diakuinya, Reina terlihat cantik dengan dress merah yang melekat di tubuhnya ditambah dengan rambutnya yang juga ditata rapih.

Reina terlihat sempurna malam ini, sampai-sampai Blake merasa penampilan orang lain di ruangan ini tak terlihat dan ia hanya bisa merasakan kehadiran Reina.

Blake pun mencoba mengalihkan perhatiannya ke hal lain, namun pandangannya tak bisa lepas dari penampilan Reina malam ini. Ia mulai mengingat dan menyesali apa yang sudah ia lakukan pada Reina. Ia tahu, kejadian itu menyakiti hatinya dan ia benar-benar tidak pantas mendapatkannya.

Blake mulai mengambil nafas panjang, lalu berjalan menghampirinya.

*****

hi! WKWKWKWK

setelah bulan november kemarin gue update chapter 17, trs di bulan februari ini gue update deh chapter 18. EHEHEHEH maafin ya gaiz ini jaraknya 3 bulan, lebih malah:(

i'm currently in senior year so i have so much school things to do. in less than 3 months, i'll face national exam and i almost get stressed lol so yeah

gue jg berterimakasih banyak buat semuanya yg udah vote comments, dan masih excited nungguin kelanjutan cerita ini. it really means a lot! i love y'all x

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top