11: All Mixed Up
Keesokan harinya, Reina mendapati Carine keluar dari mobilnya di lobby sekolah. Ia rasa, Carine diantar orang tuanya ke sekolah. Carine tersenyum, saat melihat Reina berjalan ke arahnya.
"Hi, Reina!" sapa Carine seraya mengarahkan gendongan tasnya ke bahunya.
"Hi," balas Reina. "Yaudah ayo, sesuai janji gue kan,"
Carine mengikuti langkah Reina. Ia melihat ke sekelilingnya, "Btw, sebenernya gue tuh harus ke ruang TU buat ngasih kelengkapan data diri,"
Reina melirik ke arah map yang dibawa Carine, "Oh yaudah, gue tunjukin,"
Tak butuh waktu lama, mereka sampai di ruangan yang dicari. "Nah, disini. Lo masuk aja,"
"Eh, beneran langsung masuk aja?" tanya Carine.
"Kaku bener, Rin," balas Reina terkekeh. "Ya, kalo lo mau sungkem dulu juga gapapa,"
"Bodo amat anjir," balas Carine ikut terkekeh.
Reina bergeser menuju jendela ruang TU, berniat untuk mengintip ke dalam. "Iya, masuk aja. Paling nanti lo juga dianterin ke kelas,"
Carine mengangguk-anggukan kepalanya, "Okay, thank you, Rei!"
Setelah Carine masuk ke ruang TU, Reina melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju lantai 3, dimana kelasnya berada.
Sesampainya di kelas, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kelas. Ia memutuskan untuk duduk di kursi nomor 3 dekat jendela.
"Reina!"
Merasa terpanggil, Reina mendongakkan kepalanya. George disana, melambaikan tangannya pada Reina. George berjalan mendekati Reina, dan menduduki kursi di belakang Reina.
George menghela napasnya pelan, lalu mencolek bahu Reina. "Soal kemaren...-"
"Sans. Harusnya gue tau diri kalo itu nggak akan pernah terjadi," potong Reina. Ia tetap di posisinya, tanpa membalikkan tubuhnya.
Balasan Reina cukup membuat George terkejut. Ia tak berpikir bahwa Reina akan serapuh itu. "Gue cuma mau bilang minta maaf. Tapi beneran, waktu itu Blake emang bilang-"
Belum sempat George menyelesaikan kata-katanya lagi, Reina memotongnya.
"Bilang apa? Kalo dia suka sama gue?" Reina menghela napasnya pelan. "I don't want to be rude, tapi harusnya lo juga tau, kalo cewe kayak gue, nggak pantes buat cowo kayak dia,"
"Lo ngomong apa sih, Rei?" George bangkit dari kursinya, berpindah duduk ke kursi di depan Reina dan menghadapnya. "Maksudnya 'cewe kaya lo' itu apa?"
"Lo tau kan? Gue itu cewe yang selalu invisible, yang nggak akan pernah dapet perhatian dari siapapun," ujar Reina, mengepalkan tangannya untuk menguatkan diri. "Nggak penting seberapa keras gue berusaha buat belajar, dapet nilai setinggi yang gue mau, tapi nggak ada seorang pun yang mau deket sama gue,"
George meraih pundak Reina, "Woi, apaan sih, Rei! Lo nggak kaya gitu,"
"Iya, gue kaya gitu," Reina mendengus. "Because I'm such a freak to everyone,"
***
George berada di studio band, memetik gitar yang ada dipangkuannya dengan asal. Ia butuh waktu untuk mencerna apa yang terjadi. Semuanya kacau. Walau sebenarnya ia masih bingung, apa semua ini salahnya atau bukan.
"Ini gitar gua baru, anjing!" pekik Reece yang tiba-tiba ada di studio band dan langsung menyambar gitar yang ada dipangkuan George.
George mendongak, "Alay lo,"
"Pala lo meletus! Bokap gue baru banget beliin kemaren," ujar Reece seraya mengelus gitar barunya. "Mahal nih, beli langsung di LA,"
George melempar botol air mineral yang ada tak jauh darinya, hampir mengenai kepala Reece. "Riya lo, goblok,"
Reece terkekeh, lalu meletakkan gitarnya di case yang berada di sudut studio. "Tumben lo sendirian disini. Biasanya juga takut ada kolong wewe,"
George memutar kedua bola matanya malas. "Suka-suka gue,"
"Sewot bener, gan," kata Reece. "Situ lagi gegana?"
George memasang tampang nyolot. "Ya, menurut ngana?"
"Muka lo minta ditampol, asli," ujar Reece. "Kenape, bray?"
"Hm," gumam George.
Reece mendengus, "Oh, paham banget dah gua yang begini nih. Pasti masalahnya nggak jauh-jauh dari Reina sama Blake. Soal kejadian di rooftop bukan, sih?"
"Kok lo tau, nyet?" tanya George cepat.
"Kemaren kan Blake nginep di rokum gua, ya terus dia cerita," balas Reece.
George menepukkan tangannya beberapa kali. "Oh, pantesan gaada ajakannya. Ternyata gibahin gua di belakang lo ye,"
Reece tertawa, "Makin drama aje dah idup lo. Gue join dramanya dah, sabi ga?"
"Lo nggak akan kuat, biar gue aja," ceplos George.
Reece mendengus, "Iye bang, George 2018,"
Belum sempat George membalas perkataan Reece, pintu studio terbuka. Menampilkan seseorang yang menjadi bagian dari band mereka.
"Wassup, brother?" sapa Blake rusuh.
"Sok asik lo, goblok," kata George.
"Buset buset," Reece menggelengkan kepalanya. "Ngegas mulu kaya supir bajaj,"
"Ya kalo nggak ngegas, bajajnya nggak jalan lah, bego," balas George.
Reece memasang wajah memikir, "Oiya,"
"Astaga, kenapa gua mau temenan sama orang macem lo sih," lirih George diikuti muka memelas Reece.
Blake tertawa. "Gaada ajakannya lo berdua anjir kalo disini,"
"Biar impas," balas George cepat. "Gue juga nggak diajak kemaren, taunya ngomongin gue,"
Tanpa menunggu balasan dari siapapun, George bangkit dari duduknya, berjalan menuju pintu studio dan keluar dari sana. Blake terdiam di tempatnya, mengamati punggung George yang mulai menghilang dari pandangannya.
Reece mendengus, "Au, ah. Puyeng pala pangeran,"
*****
ihiy, alooo! btw, happy fasting to everyone who celebrate it! yaaa, lebih baik telat kan daripada tidak sama sekali WKWKWK
oiya, hari senin gue bakal ukk jadi mohon doa dan dukungannya ya teman teman q:( mana besok tuh satu ruangan pengawasnya 2 orang dan gue duduknya paling depan:')
YAALLAH COBAANNYA BANYAK BANGET YA AING TEH, udah puasa, ujian, pengawasnya 2 orang, duduk paling depan, memang nice syekali
kira-kira besok gue bisa nyontek ga?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top