10: Hurts So Good
Blake dan Reina menaikki tangga dan Blake membuka pintunya. Layaknya menyambut kehadiran mereka, angin berhembus kencang menabrak wajah mereka.
Blake mengisyaratkan gadis di depannya untuk berjalan duluan, sementara ia menutup pintunya.
"Kenapa lo bawa gue kesini?" tanya Reina seraya duduk di bangku yang ada disana.
Blake mengikutinya duduk, "George ngasih tau gue sesuatu tentang lo,"
"Apa?" tanya Reina datar.
"Gue gatau harus mulai ini darimana..."
"Mulai apa?"
Blake menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Rei,"
Reina menatap laki-laki di sampingnya bingung. "Lo kenapa sih? Lo kaya gini bikin gue panik, tau nggak? I've never seen you gone so deep in a coversation before,"
"Serius? Padahal gue harap lo nggak akan panik sama apa yang bakal gue bilang selanjutnya," ujar Blake terkekeh.
Reina mengernyitkan dahinya, "Apa?"
"G-gue..." Blake berdeham. Ia terus-menerus terlihat ragu dan itu sedikit mengganggu Reina.
"Coba tarik napas dulu yang dalem," kata Reina. "Tapi jangan dalem-dalem ntar tenggelem,"
Blake tertawa, "Soalnya aneh banget buat gue ngomong soal ini,"
"Apa yang daritadi Blake mau bilang; dia juga suka sama lo,"
Seketika, Blake dan Reina menoleh ke belakang dan mendapati George berdiri disana, seraya tersenyum. Entah bagaimana caranya ia bisa sampai disana tanpa ada yang menyadarinya.
"Bacot," kata Blake seraya meninju lengan George.
"Kenapa sih?" tanya Reina tak mengerti.
"Gini ya, Rei. Intinya adalah, lo suka sama dia dan dia juga suka sama lo. So, congrats!" jelas George seraya tersenyum penuh arti, membuat pipi Reina memerah layaknya tomat.
"Jangan dengerin dia," ujar Blake seraya melipat kedua lengannya di depan dada. "It's bullshit,"
"Kok bullshit sih, tolol?! Kan lo emang bilang gitu kemaren, tot," umpat George.
"Suka yang gue maksud itu bukan soal perasaan," desah Blake. "Lagian pembicaraan kemarin itu berkaitan tentang masalah diantara lo sama Zenya. Gue cuma mau tau,"
Rasanya, hati Reina sekarang hancur berkeping-keping. Tadinya, ia memiliki harapan yang tinggi, dan sekarang layaknya jatuh ke dasar jurang. Rasanya sakit, seperti dilempar jauh-jauh.
"What's it to you? It's not like you care, anyways," Reina bangkit dari duduknya dan berjalan pergi meninggalkan kedua sahabat itu.
"Rei!" seru Blake dan George, berharap Reina mau berbalik dan kembali untuk mendengar penjelasan lagi.
Reina mengabaikan keduanya dan tetap memilih untuk pergi. Ia menutup paksa pintunya. Ia bersandar disana dengan terengah-engah seraya menangis.
Ia tak tahu mengapa dirinya menanggapi hal ini terlalu jauh. Seharusnya ia sadar, sangat mustahil untuk seorang most wanted bad boy sekolah benar-benar jatuh cinta kepadanya. Seharusnya, ia sudah sadar diri dari awal. Ia tidak bisa berharap dan terpaku pada masalah ini lagi.
Reina mulai berjalan menuruni tangga. Ia merasa bahwa sekarang, ia seperti tidak punya kesempatan lagi.
***
Sesampainya di rumah, Reina memutuskan untuk mandi dengan air hangat. Yang dibutuhkannya saat ini adalah waktu untuk sendiri, menenangkan pikirannya. Ia tidak ingin siapapun menganggunya saat ini.
Setelah selesai, Reina duduk di sofa ruang tengahnya dan mulai membaca buku ketika bel rumahnya berbunyi. Sejujurnya, ia malas untuk membuka pintu, namun ia tetap berjalan kesana, seraya berharap itu bukan George, Blake, atau Reece sekalipun.
Ketika membuka pintunya, Reina mendapati seorang gadis seusianya tersenyum ke arahnya. Gadis itu berambut hitam, memakai ripped jeans, crop top, sepatu vans berwarna hitam, seraya membawa box hitam di tangannya.
"Hey!" sapa gadis itu.
"Um,.. kita saling kenal?" tanya Reina menatap lawan bicaranya bingung.
"Belum, tapi akan!" balas gadis itu terkekeh. "Oiya, gue Carine, dan gue baru aja pindah ke daerah sini,"
Reina yang masih bingung, hanya menganggukkan kepalanya saja.
Carine memberikan box hitam yang dibawanya kepada Reina. "Nyokap gue bikin kue buat beberapa warga di sekitar sini, dengan harapan kita bisa kenal satu sama lain lebih baik,"
Reina menerima box itu dan melihat isinya. Disana terdapat kue yang benar-benar terlihat fresh, dengan rasa yang berbeda. Ia tersenyum.
"Eh, makasih banyak! Oiya, gue Reina," balas Reina seraya mengulurkan tangannya.
Carine tersenyum lalu membalas uluran tangan Reina. "Nice to know you, Rei,"
Reina tersenyum ramah lalu mempersilahkan Carine untuk duduk di kursi yang ada di halaman rumahnya. "By the way, lo udah pindah berapa lama?"
"Sekitar semingguan, sih. Belom sempet kemana-mana karena ngurusin sekolah gue gitu deh, ribet,"
"Emangnya, lo rencananya mau sekolah dimana?"
"SMA Shines High," balas Carine. "Dan, gue juga baru mulai masuk besok,"
"No way. Itu sekolah gue!" seru Reina seraya tertawa.
Carine menaikkan alisnya, "Serius?"
"Mungkin, besok gue bisa ajakin lo muter-muter buat liat sekeliling sekolah," kata Reina.
"Eh? Gausah deh, nanti gue ngerepotin lo lagi," tolak Carine lembut.
"Sans aja kali, Rine," balas Reina terkekeh.
Carine tersenyum, "Lo baik banget, Rei! Gue gatau gimana caranya berterima kasih,"
"Astaga, Rine!" potong Reina. "Itu gaada apa-apanya,"
Carine tertawa, "Yaudah, gue minta kontak lo deh kalo gitu. Line? Atau apapun,"
"Bentar," balas Reina lalu berlari ke dalam rumahnya untuk mengambil ponselnya.
"Ok, thanks. Kalo gitu, gue balik dulu ya. I'll see you tomorrow then," ucap Carine.
Reina mengangguk, "See you! Sampein juga salam dari gue buat nyokap lo ya,"
"Sip!" Carine melambaikan tangannya ke arah Reina dan berjalan pulang.
*****
EHEHEHEHEHEH ampunn:(
abis ini gue dihujat dan ditimpukin massa karena menjadi pembual WKWKWKWK lov yu gais
iya padahal gue bilangnya kl bakalan update hari sabtu tapi beneran gabisaa karena kemaren sekolah gue ngadain pensi dan gue fokus kesana banget jd ga sempet buat update
maafin dong beb
ya ya ya? ya donk
salam cinta dari aq mwa
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top