06. Gadis Misterius
Seharusnya suasana dini hari itu cukup menyeramkan. Namun anehnya, Felis tidak takut.
.
.
.
I been running from it
Tired of running from it
Scared of feeling something
Ada sebagian orang yang membutuhkan keheningan untuk bisa menghapalkan materi pelajaran. Namun ada juga sebagian orang—aneh, mungkin—yang harus ditemani oleh suara-suara seperti televisi menyala, podcast di radio, serta lagu-lagu dan instrumen-instrumen musik yang membuat kepala pusing.
Seperti Felis. Ia sudah membiasakan telinganya mendengar lagu, matanya membaca deretan kata, dan otaknya menghapal berbagai materi. Semuanya mampu ia lakukan di waktu yang bersamaan. Multitasking, memang. Bonus, udara dingin dan suara jangkrik di luar rumah juga ikut berbaur menjadi satu. Sudah seperti konser kecil-kecilan saja.
I can't wait for you
To come my way
I've been far away
But I'll keep runnin'
Just to find a way to you til' then
Tiba-tiba Felis terdiam, merasa ada sesuatu yang aneh. Seiring dengan perasaan aneh itu semakin mengganggunya, kerutan di dahinya pun semakin tercipta jelas.
Nuansa seperti ini sudah biasa ia rasakan selama bertahun-tahun. Semuanya masih sama. Duduk di depan meja belajar ditemani musik bervolume keras. Hanya perbedaan tempat dan suara lagu melalui earphone yang menancap pada MP3—tidak ada speaker besar—tapi Felis merasa semuanya janggal.
Ia lantas mematikan lagu dan melepas earphone. Seketika suasana di sekitarnya menjadi hening. Bulu kuduk Felis meremang ketika hawa dingin menyapu kulit tubuhnya. Lebih baik ia segera menghapal sisa materi dan segera tidur. Lagi pula sepertinya sekarang sudah sangat larut. Ia tidak mau dibangunkan paksa oleh Mama lagi nanti. Terlalu lemah lembut.
"Ciri-ciri umum biom—"
Sret!
Felis mendongakkan kepala tepat setelah bunyi itu tertangkap oleh indera pendengarannya. Meja belajar yang memiliki posisi menghadap ke jendela besar yang terbuka mampu membuat mata Felis mengeksplor pemandangan malam yang ada di hadapannya.
Halaman rumah neneknya yang luas, beberapa pohon bambu yang terlihat cukup menyeramkan, dan jangan lupakan hewan-hewan kecil yang melompat ke sana ke mari itu.
Bukan. Bukan itu yang menjadi fokus utama Felis.
Melainkan seorang gadis yang berjalan pelan—nyaris mengendap-endap—melewat halaman depan rumahnya. Gadis berbaju merah itu membawa sebuah tongkat dan sebuah jaring di masing-masing tangannya, sama sekali tidak tahu bahwa dirinya tengah diperhatikan.
"Dia ngapain?" Felis melongokkan kepala saat gadis itu hampir menghilang dalam panandangannya.
Dan sebelum gadis itu benar-benar menghilang dari pandangannya, Felis lekas menyambar ponsel dan menghidupan senter.
Menyusul gadis itu.
***
Orang normal seharusnya takut berjalan sendirian di desa yang sepi begini. Dan orang normal seharusnya semakin takut jika ada seorang gadis tengah bersenandung sembari sesekali tertawa cekikikan di depan sana. Felis memang bukan normal, ia sendiri yakin. Sebab ia terus mengendap-endap, berhati-hati menyorotkan senter di ponsel sembari mengikuti si gadis misterius, tanpa ada rasa takut sedikit pun.
Sialan, ngapain sih gue? Berbanding terbalik dengan protes dalam batinnya, tungkai Felis seolah terhipnotis untuk terus mengikuti ke mana arah langkah gadis itu pergi. Semoga bukan kuntilanak beneran. Bajunya 'kan merah, bukan putih.
Baru saat kaki kanannya memijak dataran yang mulai menanjak, Felis seketika sadar bahwa ia sudah terlalu jauh berjalan dari rumah. Laki-laki itu menoleh ke belakang. Keadaan di belakangnya terlihat jauh lebih menyeramkan. Setidaknya di hadapannya ada seorang gadis—entah manusia atau makhluk halus. Intinya, jika terus berjalan ke depan, Felis tidak akan sendirian.
Felis menelan ludah, berusaha menyemangati dirinya sendiri agar kuat naik ke atas bukit dengan kaki setengah berjinjit—Felis baru tahu ada bukit seperti ini di desanya, sungguh. Bodoh memang, tapi ya sudahlah, sudah terlanjur jauh juga perjalanannya.
Gerak-gerik gadis itu mulai mencurigai keberadaan Felis. Felis panik saat si gadis menunjukkan gelagat ingin berbalik. Buru-buru ia mematikan senter ponsel. Dan tepat sebelum gadis itu melihat dirinya, Felis segera bersembunyi di balik batu besar.
Di balik batu, Felis mengembuskan napas panjang perlahan, sembari tangannya menekan dada kuat-kuat. Jantungnya berdegup dengan irama tidak menentu.
Beberapa menit berlalu dalam hening. Felis mulai curiga, jangan-jangan gadis yang diikutinya itu bukan manusia betulan. Lagi pula sudah jam berapa ini?
Felis memeriksa ponsel. Pukul 01.59. Ia hampir mengeluarkan bola matanya. Baiklah, ia harus segera kembali, sepertinya.
Tapi...
Laki-laki itu mulai mengintip pelan dari balik batu besar. Dan ia mengembuskan napas panjang untuk yang kedua kali begitu sosok si gadis masih terlihat begitu jelas di depan sana. Oke, manusia.
Gadis itu terlihat melompat-lompat sembari mengayunkan jaring panjangnya ke atas udara. Pandangan Felis beralih pada cahaya kuning kecil yang menari-nari di sekitaran gadis itu. Saking takjubnya, rahang Felis sampai hampir jatuh ke tanah. Seketika ia lupa harus segera kembali pulang.
Seumur hidup ia tidak pernah melihat yang namanya kunang-kunang kecuali di film—film fantasy pula. Binatang kecil itu benar-benar menakjubkan jika dilihat secara nyata. Untuk sesaat, Felis bersyukur memiliki keputusan untuk mengikuti jejak si gadis misterius. Kalau tidak, mungkin sampai matipun ia tak akan pernah melihat yang namanya kunang-kunang.
Suara senandung kecil itu terdengar lagi. Pandangan Felis kembali teralihkan kepada si gadis misterius. Gadis itu terlihat begitu bahagia hanya dengan menari-nari bersama ratusan kunang-kunang. Pemandangan yang aneh, menyeramkan, sekaligus indah di mata Felis. Tanpa sadar, sudut-sudut bibirnya mulai tertarik mengukir senyum manis.
Ada sesuatu yang menggelitiki perutnya. Ada sesuatu yang membuat dadanya berdesir. Katakan pada Felis, apakah kunang-kunang tak kasat mata yang melakukan itu semua di dalam tubuhnya?
Line!
Terdengar suara tarikan napas keras. Gadis itu berbalik. Netranya seketika bertemu dengan milik Felis. Felis membeku di tempat. Uh-oh.
Line!
Line!
Line!
Line!
Line!
Si gadis misterius menyambar jaring dan tongkatnya secepat kilat, lantas berlari pergi.
"Hei, tunggu!"
Terlambat, gadis itu sudah jauh di sana. Felis terdiam. Otaknya mulai mencerna apa yang barusan terjadi.
Line!
Line!
Line!
Line!
Line!
Line!
Line!
Laki-laki itu mengangkat tangan perlahan, menatap ke arah layar ponselnya yang menyala heboh. Ribuan notifikasi datang menghampiri ponselnya setelah beberapa hari. Sinyal di pojok kiri yang selama ini bersembunyi seketika terlihat penuh.
"Apa-apaan ini?"
Laki-laki itu naik dan duduk di atas batu besar yang sebelumnya menjadi tempat persembunyiannya. Ia nyaris tak berkedip melihat layar ponsel. Jempolnya menggeser pelan layar untuk membaca pesan-pesan itu.
[MANISa Banget] 999+
Yesterday
23.12
Kamu pindah sekolah nggak kabar2???
Bisa jawab?
[Ephypany] 999+
Yesterday
22.00
Aleron Gard: woilah serius ini si Felis ngilang?!
22.01
Benedikta Agustinus: taiklah bales woy! Si Felis pindah sekolah ke antartika apa gimana sih?????
22.15
Alexander Thomson: bjir main ngilang aja ini anak kaga cari pengganti. Parah bet!
[XII IPS 7]
Yesterday
20.09
Bunga Mawar: Felis dapet salam dari teman2 sekelas dan guru2 semangat yaaa!
20.10
Cantik Jelita: semangat Felissss!
20.16
Samson: semangat bro!
20.30
Esa Mahardika: semangat oppa wkwkwwk
20.45
Andini Suprapto: semangat yeeeyyyy!
Semua isi pesan itu berisi protes, pertanyaan, serta semangat dari orang-orang yang ia tinggalkan begitu saja. Mayoritas dari mereka tidak tahu bahwa Felis sudah pindah sekolah—bahkan pindah alam, mungkin. Jangankan mereka semua, Felis sendiri juga tidak percaya pada apa yang tengah ia alami. Semuanya terlalu tiba-tiba bagi Felis.
Kebanyakan isi chat Manisa adalah pertanyaan dan protes, bahkan voice note yang dikirim oleh kekasihnya itu juga sebagian besar berisi tangisan. Pun dengan Ephypany. Kawan-kawannya itu protes tak terima dengan Felis yang menghilang tiba-tiba. Dari teks yang Felis baca, mereka terlihat begitu kesal.
Asal mereka tahu, Felis juga kesal, terhadap semuanya, terhadap dirinya sendiri.
Namun satu hal yang Felis tahu. Di tempat ini ada sumber sinyal. Di tempat ini, ia bisa menceritakan pada teman-temannya apa yang sebenarnya terjadi. Di tempat ini, ia bisa melepas rindunya pada kawan-kawannya yang ada di kota. Terima kasih kepada tempat ini. Terima kasih kepada gadis itu.
Gadis misterius itu.
Felis menolehkan kepala, ke tempat di mana gadis itu menari bersama kunang-kunang.
Senyuman Felis merekah.
.
.
.
Hari ini update lebih cepet dari jadwal (padahal biasanya moloran juga wakakakakak). Mau ada janji sama dokter!
Jangan lupa jejak ges~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top