Bab Tiga-b
Friska
Seseorang! Tolong jelasin kenapa aku ada di sini sekarang? Duduk manis di sebuah cafe bersama Om duda yang cengar-cengir nggak jelas. Ya ampun, kayaknya dia udah hipnotis aku sampe aku nggak inget apa-apa dan tiba-tiba ada di sini.
Iya deh. Pasti dihipnotis. Bahaya, nggak boleh tatap matanya nanti ke sirep lagi.
"Kenapa malah bengong? Dimakan dong," kata si Om duda menyuruhku makan. Aku jadi ragu untuk menyuapkan makanan di depanku. Makanannya kelihatan enak dan cacing dalam perutku pun sudah berontak ingin asupan nutrisi. Tapi, apa makanan ini aman? Nggak diracunin atau dijampe-jampe dulu, kan?
"Kenapa? Nggak suka makanannya? Kan kamu sendiri yang pengen itu," katanya lagi yang melihatku hanya mengocek spagetti bolognes dengan tidak selera. Aku memaksakan sesuap pasta itu masuk mulutku. Masa bodoh lah kalaupun di dalamnya ada racun atau mantra aneh, yang penting aku bisa meredakan demonstrasi cacingku.
Dia makan dengan tenang. Menyuapkan sendok demi sendok rice volcano dengan anggun tanpa meninggalkan kesan berwibawa. Rahangnya bergerak naik turun mengunyah makanan memperlihatkan otot rahang yang kokoh. Wajahnya mulus tanpa jambang dan kumis. Alisnya tebal menaungi matanya yang dalam. Bibirnya penuh berisi terlihat agak kecokelatan, mungkin dia perokok dan terlihat ada belahan di dagunya.
"Udah puas ngeliatinnya?" Dia menatapku seketika dan membuat tubuhku tidak bisa bergerak dengan mata yang terkunci.
God damn! Dia tahu kalo aku lagi liatin dia? My god! Malu malu malu. Oohh...malu. Mukaku pasti udah sama kayak kepiting rebus. Malu banget.
"Besok pulang kerja, kita fitting baju," ucap si Om duda dengan santai.
"Fitting?"
"Hmm ... gaun pernikahan kita." Hatiku langsung mencelos mendengar kata pernikahan. Apa apaan ini? Ini benar-benar pemaksaan tingkat nasional.
"Apa aku setampan itu sampe kamu nggak kedip ngeliatin aku?"
Shit!! Aku pengennya juga kedip atau malah nggak ngeliat kamu sama sekali. Tapi kayaknya mata ini punya kemauannya sendiri, dia berkhianat sama otak dan aku sebagai pemiliknya.
"Kamu lucu." Dia tertawa kecil sambil mengulurkan tangannya mengelus pipiku yang masih merona dan semakin merah akibat sentuhannya.
Mata! Please, berpalinglah dari pemandangan di depan sana. Jangan bikin aku malu setengah gila karena kamu yang nggak tahu diri. Please, jangan tatap dia.
***
Dan di sinilah aku sekarang. Di sebuah butik ternama di pusat kota mencoba satu demi satu gaun pengantin dengan design yang indah. Sama seperti tadi pagi, aku tidak berkutik sedikit pun saat Om duda menarik tanganku dengan lembut, menyuruhku masuk mobil dan mengantarku kerja. Sepulang kerja dia sudah berdiri bersandar di mobil mewahnya menungguku pulang.
Sudah lima gaun yang aku coba tapi tak satupun yang berhasil menarik perhatianku. Bukan karena gaunnya jelek, semua gaun pengantin di butik ini sangat indah, semua bagus. Hanya saja aku masih tidak percaya kalau dalam hitungan hari aku akan menjadi seorang pengantin dari lelaki yang sama sekali tidak aku kenal.
Sedangkan Om duda duduk manis di depan ruang ganti menilai penampilanku dengan berbagai model gaun. Dia tersenyum setiap melihatku keluar dari ruang ganti, menilaiku dari atas sampai bawah dan menyuruhku berputar. Dia berlagak seolah dia adalah juri dalam kontes Miss Universe. Mengomentari ini itu sambil mengusap dagu seakan berpikir. Kemudian menggeleng saat dirasa kurang puas.
Aku kembali lagi ke ruang ganti dengan enggan. Aku lelah, aku ingin segera pulang dan merebahkan tubuhku, menghapus semua make up yang sudah terasa berat di wajahku. Tapi sepertinya sebelum dia merasa puas dengan gaun yang aku pakai, acara fitting paksaan ini tidak akan selesai begitu saja.
Pemilik butik membawakan beberapa gaun lagi dan menyodorkan padaku menyuruhku memakainya. Aku menghela napas lelah, malam ini masih sangat panjang. Kembali aku menukar gaun yang kupakai dengan gaun baru dengan enggan sangat malas untuk mengenakan kembali gaun-gaun yang indah itu.
Tapi setelah aku memakai gaun ke tujuh. Mataku mengamati pantulan diriku sesaat. Gaun itu nampak sederhana dengan kain brokat yang mendominasi, menempel pas di tubuh langsingku memperlihatkan setiap lekuknya dengan indah. Berkerah lebar memperlihatkan bahu mulusku dengan lengan panjang transparan dihiasi motif ukiran bunga yang cantik. Berbeda dengan model gaun sebelumnya yang mengembang di bagian bawah, gaun ini seperti melekat pas di tubuhku.
Aku keluar dari bilik kamar ganti, menanti penilaian juri botak di luar sana. Terlihat dari tatapannya kalau dia menyukai gaun ini. Senyum simpul nampak jelas terpampang di wajahnya. Dia berdiri berjalan mendekatiku. Mengamatiku dari dekat dan entah kenapa jantungku berontak ingin lari menjauh, debarannya kacau balau.
Dia merangkul pinggangku, membalikkan badanku menghadap cermin besar di belakang. Kedua tangannya, dia simpan di kedua sisi pinggulku dengan posesif.
"Cantik. Aku suka," bisiknya tepat di telingaku yang membuat bulu kudukku berdiri seketika.
Dia tersenyum menggoda melihat wajahku yang memerah. Damn!! Lagi-lagi mataku tidak bisa berpaling darinya. Tubuhku membeku menatap matanya lewat cermin. Napasku memburu mengimbangi detak jantung yang berlarian ke sana ke mari.
"Gaun ini belum sempurna, masih ada beberapa bagian yang perlu perbaikan," ucap Mitha, pemilik butik ini membuyarkan tatapan kami yang terpaku. Aku menghela napas lega berkat kedatangan Mitha aku bisa mengalihkan pandanganku dari matanya yang bersinar tajam.
"Belum sempurna pun udah keliatan bagus banget. Apa karena perempuan yang makenya kelewat cantik, jadi nampak sempurna," ucap Si Om duda yang sukses membuat jantungku bergulingan dengan wajah memerah semerah merahnya. Sedang Mitha tergelak puas mendengar godaannya.
Tak mau berlama-lama dengan Om duda, aku kembali ke dalam dan berganti dengan setelan kerjaku. Om duda sudah bilang suka jadi bisa dipastikan kalau gaun itu yang dipilihnya. Dan aku pun menyukainya.
Ya, aku sangat menyukainya. Menyukai gaun yang baru saja aku pakai. Tapi kenapa wajah yang tersenyum puas itu berkelebat berkali-kali. Suara bariton di luar sana memenuhi indera pendengaranku. Om duda botak itu bener-bener udah jadi virus di otakku.
O0
sedikit demi sedikit om duda udah jadi virus buat Icha.
apa dia juga udah jadi virus buat kalian, guys?
hehe...makasih udah baca
jangan lupa vote, ya!
sankyu!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top