Regretful Alpha 8

"Ingat, Alpha! Jangan sampai kau dan dirimu di masa lalu saling mengetahui. Bila itu terjadi maka keseimbangan waktu dan ruang akan terganggu. Hanya satu Alpha yang akan bertahan."

Suara Rowena menggema di dalam ingatan Usher. Peringatan itu membuat kepanikannya semakin menjadi-jadi. Keselamatan Vione dan Usher kecil terancam, tetapi dia tak bisa muncul dan menampakkan diri begitu saja. Dia tak bisa membiarkan dirinya pada masa itu mengetahui jati dirinya yang asli. Jadilah dia memutar otak dan berusaha mencari sesuatu yang bisa menutupi wajahnya sementara Vione dan Usher kecil semakin tak berdaya di dalam danau.

Kepanikan Usher terjeda oleh satu kenyataan. Pada masa itu, dia masih bocah, dia masih anak-anak berusia delapan tahun. Jadi, bukankah itu artinya tak apa-apa bila mereka bertemu? Usher kecil tentu saja tak akan bisa mengenali dirinya di masa depan.

Usher tak membuang-buang waktu lagi. Dia segera berlari dan menuju ke danau. Lalu tanpa berpikir dua kali maka dia pun melompat ke dalam danau.

Jantung berdegup kencang. Usher berpacu dengan waktu. Dia berenang dengan cepat sehingga tak membutuhkan waktu lama baginya untuk mencapai Vione dan Usher kecil tepat pada waktunya.

Kala itu Vione kecil sudah kehabisan tenaga. Tangannya yang semua teracung di udara pun sudah jatuh ke dalam air. Tubuhnya nyaris tenggelam seolah ada dasar danau mengeluarkan tali yang menarik dirinya.

Di lain pihak, Usher kecil berusaha untuk terus memegang pakaian Vione kecil. Dipertahankannya posisi Vione kecil agar tidak tenggelam sementara dirinya juga berjuang dengan tujuan serupa.

Usher kecil terus berjuang hingga pada akhirnya dia melihat Usher datang ke arah mereka. Padangannya terbatas karena air, tetapi dia tak akan salah menebak bahwa Usher datang untuk menyelamatkan mereka. Jadilah dia berusaha bicara dengan segala keterbatasan. "To-tolong. Vione."

Usher segera meraih pinggang Vione kecil. Ditariknya Vione kecil sementara otot-otot tubuhnya tegang menghadapi perlawanan air. Setelahnya dia pun meraih Usher kecil dengan tangan yang lain.

Berhasil mendapatkan Vione dan Usher kecil membuat kepanikan Usher sedikit teredam. Namun, sayangnya dia belum bisa bernapas lega. Dia harus segera membawa Vione dan Usher kecil kembali ke daratan.

Air bergejolak. Rasa berat mulai menggelayuti. Waktu berputar seolah dalam hitungan abad yang terasa amat lama hingga pada akhirnya Usher berhasil membawa Vione dan Usher kecil keluar dari danau.

Usher segera membaringkan Vione dan Usher kecil yang gemetar karena kedinginan dan juga kelelahan di atas rerumputan. Keduanya menggeliat refleks ketika paru-paru memberontak untuk mengeluarkan air yang terisap. Mereka terbatuk dan setelahnya bernapas dengan begitu menggebu, berusaha untuk mendapatkan udara sebanyak-banyaknya.

Sekarang barulah Usher bisa benar-benar merasa lega. Respons tubuh Vione dan Usher kecil menunjukkan bahwa mereka baik-baik saja.

"Syukurlah," ujar Usher pelan dengan suara penuh kasih sayang. Diusapnya Vione dan Usher kecil bergantian, sedikit merapikan rambut mereka yang berantakan. "Kalian berdua baik-baik saja."

Vione dan Usher kecil sama-sama tertegun. Mereka sempat saling melihat satu sama lain sebelum pada akhirnya kompak melihat pada Usher.

"Terima kasih untuk pertolonganmu. Kau telah menyelamatkan kami."

Usher menanggapi ucapan terima kasih Usher kecil dengan anggukan sekilas. "Bukan hal yang besar. Terpenting adalah kalian berdua selamat." Dia bangkit sembari melihat keadaan sekitar. "Sekarang sepertinya waktu bermain kalian telah selesai. Lebih baik kalian segera pulang ke Istana."

Agaknya ada sesuatu yang mengganjal dari ucapan Usher sehingga Vione kecil mengerutkan dahi. Lalu dia pun bertanya. "Apakah kau mengenal kami?" Tatapannya pada Usher berubah menjadi lekat seolah ingin meyakinkan diri. "Sepertinya aku tak pernah melihatmu di hutan selama ini."

Usher tak bisa menjawab. Dia hanya bisa tersenyum dengan ketenangan yang justru membuat Vione dan Usher kecil menjadi curiga. Jadilah Usher kecil bertanya kepadanya.

"Siapa namamu? Mungkin aku mengenal namamu?"

Usher kembali tak menjawab. "Kalian tak perlu mengetahui namaku. Itu sama sekali tak penting."

"Sebaliknya, itu sangat penting," ujar Usher kecil cepat karena dilihatnya Usher mulai menunjukkan tanda-tanda akan segera pergi dari sana. "Aku adalah Usher Thorne, putra dari Alpha Kendrick Thorne dan Luna Jemma Lumina Vale."

Usher mendeham agar senyumnya tak melebar. "Tentu saja aku mengenalmu."

"Oh," lirih Usher kecil dengan perasaan tak enak. Sejujurnya, dia tak pernah melakukan hal semacam ini. Menyombongkan identitas diri bukanlah sifatnya, tetapi dia tak ada pilihan lain. "Bagus jika kau mengenalku. Jadi, aku ingin mengundangmu ke Istana karena telah menyelamatkanku dan temanku, Vione." Dia memperkenalkan Vione sekilas sebelum lanjut bicara. "Kuharap kau menerima undanganku."

"Terima kasih banyak untuk undanganmu, Usher, tetapi sepertinya aku harus menolaknya."

Usher kecil tak menyerah. "Mengapa?"

"Sebabnya adalah aku masih ada urusan lain yang harus kulakukan. Jadi, kita berpisah sampai di sini," kata Usher sembari melihat bergantian pada Vione dan Usher kecil. "Aku akan pergi dan kalian segeralah kembali ke Istana. Kalian tentu tak ingin membuat Alpha dan Luna menjadi khawatir bukan?"

Keragu-raguan membuat Usher kecil tak lagi mendesak dan Usher tak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Dimanfaatkan sedikit jeda yang tercipta untuk segera beranjak dari sana.

"Tunggu!"

Langkah Usher terhenti seketika. Dia pun refleks berpaling dan dilihat olehnya Vione kecil menatap padanya.

"Hati-hati di jalan."

Usher tersenyum dan mengangguk untuk yang terakhir kali sebelum benar-benar pergi. Ditinggalkannya Vione dan Usher kecil yang juga tak berlama-lama di sana. Mereka memutuskan untuk mengikuti saran Usher, yaitu kembali ke Istana.

Perjalanan menuju ke Istana dilingkupi oleh perasaan ganjil. Agaknya Vione dan Usher kecil sama-sama merasa aneh dengan sikap Usher. Terlebih lagi rasanya tak masuk akal bila ada orang yang akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan ucapan terima kasih langsung dari pihak Istana karena telah menyelamatkan Usher kecil.

Kecurigaan itu membuat Usher kecil kerap melihat ke sekitar. Dia terus waspada, tak ingin diambilnya risiko bila Usher yang telah menolongnya ternyata bukanlah orang baik seperti yang mereka kira.

Walau demikian Usher kecil tak ingin membuat Vione kecil merasa khawatir. Terlebih karena disadari olehnya Vione kecil nyaris diam saja sepanjang perjalanan pulang. Jadilah dia mendeham dan berkata. "Sepertinya, dia adalah seseorang yang sempat kau lihat tadi, Vione. Seseorang yang kukira adalah rusa."

Vione kecil tergugu. Dia mengerjap dan berpaling. Dilihatnya Usher sesaat sebelum mengangguk. "Ah, y-ya. Kurasa memang dialah orangnya."

Pada kenyataannya, Vione kecil merasakan hal sebaliknya. Di dalam benak, ketika mereka terus melangkah, ada satu perasaan mengganjal yang terus mengiang. Sepertinya bukan dia yang kulihat tadi.

*

Perasaan khawatir tak mampu diredam oleh Vione ketika dilihat olehnya Usher tersedot ke dalam portal waktu. Warna biru keemasan menggulung Usher dan setelahnya semua hening, seperti tak terjadi apa-apa. Portal waktu menghilang sesaat setelah meredupnya warna biru keemasan itu.

"Usher!"

Kaki Vione refleks melangkah. Tangannya pun spontan terangkat. Dirinya ingin meraih Usher, tetapi portal waktu telah memisahkan mereka berdua.

Vione tertegun dengan beragam emosi yang berkecamuk di dada. Sekarang, tak ada apa-apa di hadapannya selain air terjun yang terus tercurah dengan derasnya.

"Luna."

Vione mengerjap. Agaknya dia masih butuh waktu untuk mencerna semua itu. "Usher pergi."

Ayla meremas pundak Vione, berusaha menenangkannya. "Alpha akan baik-baik saja. Kita akan mendoakan untuk keselamatannya."

Vione tahu bahwa tak ada yang bisa dilakukan olehnya. Jadilah dia hanya bisa mengangguk. Walau begitu ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Dia pun berpaling pada Rowena yang tengah menenangkan diri. Sebabnya, membuka portal waktu membutuhkan energi yang besar dan stabil.

Mata terpejam dan Rowena menghirup udara dalam-dalam berulang kali. Dia bergeming ketika dirasakan jelas olehnya kekacauan yang tengah melanda dirinya kala itu. Denyut nadinya berantakan, begitu pula dengan detak jantungnya. Selain itu, laju peredaran darahnya terganggu.

Rowena membutuhkan waktu setidaknya sepuluh menit untuk benar-benar bisa kembali tenang. Setelahnya dia membuka mata perlahan dan membuang napas panjang.

"Rowena, bagaimana keadaanmu?"

Rowena mendapati Vione menghampirinya dengan wajah yang menyiratkan kecemasan. Jadilah dia tersenyum seolah ingin meyakinkan Vione bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan. "Aku baik-baik saja, Luna."

"Oh, syukurlah," lirih Vione merasa lega. Lalu dia melihat sekilas pada air terjun. "Kuharap begitu juga dengan Usher."

Rowena bisa meraba kegelisahan Vione, tetapi sayangnya dia tak bisa mengatakan apa-apa untuk menenangkannya sekarang. "Maafkan aku, Luna, tetapi aku tak memiliki kemampuan untuk mengetahui apa yang terjadi di lorong waktu. Semua berada di luar jangkauanku."

Sedikit harapan Vione pupus sudah. Sempat dikiranya Rowena bisa melihat yang terjadi di lorong waktu, tetapi ternyata tidak. Jadilah sekarang dia hanya bisa merasakan kegelisahan itu bergemuruh di dadanya dengan semakin menjadi-jadi.

"Namun, Usher pasti akan kembali bukan?" tanya Vione sesaat kemudian dengan tatapan yang terus tertuju pada air terjun. "Benar begitu bukan, Rowena?"

Rowena tampak dilema hingga diputuskannya untuk tak menyembunyikan apa pun dari Vione. "Melewati portal waktu memiliki risiko besar, Luna. Seperti yang kukatakan tadi, Alpha bisa saja terjebak di masa lalu. Jadi, sekarang yang bisa kita lakukan memang hanya berdoa."

Mata Vione terpejam dramatis. Ucapan Rowena tak berguna sama sekali untuk kekhawatirannya yang semakin membludak. "Lalu, kapan Usher akan kembali?"

"Tidak ada yang tahu, Luna. Kita hanya bisa menunggu."

Kesekian kalinya Vione harus merasakan gejolak emosi yang tak nyaman di dalam dada. Rasa resah dan gelisah semakin tak terbendung sehingga disadari olehnya bahwa satu hal yang bisa dilakukannya sekarang memang hanya berdoa.

Jadilah Vione memejamkan mata. Dengan segenap perasaan, dibisikkannya semua pengharapan untuk keselamatan Usher.

Di lain pihak, Rowena yang mendapati Vione tengah berdoa justru menatapnya dengan lekat. Dia diam dengan sekilas ingatan segar yang kembali berputar di dalam kepala, yaitu ketika Vione mengatakan bahwa kalung bulan itu adalah miliknya. Jadilah dia bertanya pada diri sendiri. Bagaimana bisa?

Sebabnya adalah bila yang dikatakan Vione memang benar, bahwa kalung itu adalah miliknya, bahwa Usher pernah memberikan itu kepadanya, maka kebingungan Rowena pun mendapatkan jawaban. Kalung berliontin separuh bulan yang ditemukannya di hutan selama ini berada pada Vione sementara pasangannya ada pada Usher.

Sayangnya itu tak ubah lingkaran setan. Satu kebingungan yang terjawab justru menimbulkan kebingungan lainnya. Rowena pun kembali bertanya. Lalu bagaimana bisa mereka memiliki kalung tersebut?

Gejolak air terjun menyentak Rowena dari pemikirannya. Dia mengerjap dan sempat merasakan getaran tak biasa dari air terjun. Jadilah dia menahan napas dengan satu pemikiran yang melintas di dalam benak. Semua sudah ditakdirkan. Mereka yang diikat oleh bulan tak akan bisa dipisahkan oleh apa pun.

*

Usher buru-buru bertahan pada satu pohon tua ketika mendadak saja ada rasa nyeri tak tertahankan yang menyergap sekujur tubuhnya. Tak ubah seperti ada sakit yang entah datang dari mana dan langsung memeluknya dengan amat erat. Jadilah dia mengerang kesakitan dan tanpa sadar meremas batang pohon itu sehingga kulit kayunya terkelupas, lalu berjatuhan di tanah.

Kepala berdenyut tak karuan. Jantung berdegup tak beraturan, seolah-olah ingin melompat keluar dari dada. Napas tersengal, seperti udara yang dihirup sedari tadi tak mencukupi kebutuhannya.

Usher gelagapan dalam hantaman rasa ngilu tak berkesudahan. Lututnya mulai goyah, mulai menunjukkan tanda-tanda ketidakberdayaan. Lantas semua menjadi semakin parah ketika pikiran-pikiran gelap perlahan merayap dan memasuki alam bawah sadarnya, menggiring dirinya ke dalam pusaran kecemasan tak terkendali.

Detik berganti serupa sebuah perjuangan, usaha besar untuk melawan ketakutan yang menghimpit dari segala arah. Usher terus melawan semua rasa sakit itu tanpa peduli bahwa tubuhnya mulai menjerit dalam ketidak berdayaan.

Telinga menjadi kedap, tak lagi bisa mendengar suara di sekitar, hanya degup jantung sendiri yang terdengar makin keras, mengisi ruang hampa dengan ketidakpastian yang mengganggu. Mata mengerjap berulang kali, fokusnya mulai menghilang sehingga Usher pun tak bisa menerka ke mana kakinya melangkah kala itu.

Udara bergerak. Angin berembus dan membelai. Usher sontak tertegun ketika dirasakan olehnya aura familier tersebut.

Usher berhenti dan kembali berpegangan pada satu pohon. Dikuatkannya diri untuk mengangkat wajah. Dia membuka mata dengan susah payah, lalu melihat ke depan dan bersamaan dengan itu maka angin yang berembus pun berubah semakin kencang.

Gemuruh pecah di mana-mana. Seisi hutan menjadi riuh. Dedaunan beterbangan dan Usher berjuang untuk tidak terhempas karenanya.

Usher terus bertahan hingga angin ribut itu mereda dan berganti dengan munculnya cahaya bewarna biru keemasan yang amat menyilaukan. Jadilah degup jantungnya menjadi terpacu dengan satu kemungkinan paling masuk akal yang melintas di benak.

Cahaya biru keemasan itu semakin terang benderang. Dibentuknya lingkaran berputar-putar yang lantas mengisap semua benda di sekitar. Debu, dedaunan kering, dan bahkan ranting pun turut tersedot ke dalamnya, tak terkecuali pula dengan Usher.

Persis seperti tadi, kali ini pun Usher merasakan arus tak terbendung tengah menggulung-gulung dirinya. Jadilah dia terombang-ambing dalam lorong panjang tanpa ada pembatas nyata pada ruang dan waktu.

Usher mengatupkan mulut dan memejamkan mata rapat-rapat. Wajahnya mengeras. Dia terus bertahan dalam terpaan energi tak terkira hingga hempasan membuatnya terlempar dan mendarat dengan keadaan yang menyedihkan.

Dada Usher serasa ingin pecah ketika dia mendarat di atas tumpukan batu-batu. Dia mengerang panjang sembari berusaha untuk bangkit dan di waktu bersamaan, terdengar suara tawa para remaja.

"Kita akan membuktikannya nanti, Vione. Karena kalau kulihat dari lemahnya tubuhmu selama ini maka sepertinya tebakanku tak akan keliru. Kau adalah omega."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top