Regretful Alpha 28

Disadari oleh Mireya bahwa intensitas komunikasi antara dirinya dan Torin melalui telepon mengalami peningkatan belakangan ini. Sebabnya, ada banyak hal di luar antisipasi yang memaksa mereka untuk kerap berdiskusi. Persis seperti yang terjadi pagi itu, Torin kembali menghubunginya dan topik yang diangkat membuatnya yakin bahwa pembicaraan itu tak akan berakhir dalam waktu cepat.

Mireya mengerjap dengan ekspresi tak percaya. "A-apa kau bilang, Torin? Ada kemungkinan kalau keluarga Munest tengah menyusun rencana balasan?" Dia menggeleng berulang kali. "Itu tidak mungkin."

"Mungkin saja karena skandal yang terjadi pada Vione," tandas Torin tanpa tedeng aling-aling. Lalu ditambahkannya satu kemungkinan yang paling masuk akal. "Aku yakin, peristiwa yang terjadi pada Vione adalah alasan yang cukup untuk bisa membuat runtuh kesetiaan keluarga Munest. Pastilah sekarang mereka tengah menyiapkan rencana untuk membalas dendam pada Usher dan kau."

Mata Mireya menyipit. Sorotnya menyiratkan keraguan. "Itu memang terdengar masuk akal, tetapi aku tidak mengira kalau mereka akan bertindak sejauh itu."

"Seperti yang kukatakan. Mereka pastilah sudah putus asa. Mereka malu dengan aib yang menimpa Vione. Nyatanya menjadi luna yang dilengserkan adalah aib yang amat memalukan. Jadi, kupikir memang sudah sepatutnya mereka menyusun rencana balas dendam."

"Mungkin. Ehm sepertinya kau memang benar."

Suara Mireya terdengar rendah, menyiratkan sedikit keraguan. Agaknya dia masih belum sepenuhnya sependapat dengan Torin. Alasannya sederhana, dia tahu betul seberapa besar cinta Vione kepada Usher. Selain itu dia pun menyadari bahwa Vione memiliki perasaan yang lembut, membalas dendam bukanlah sifatnya.

Namun, Mireya tersadarkan sesuatu bahwa apa pun bisa terjadi ketika seorang wanita telah tersakiti oleh cinta. Jadilah dia memutar bola mata dan ekspresinya berubah, seperti mencemooh layaknya ada Vione di sana.

"Jadi, apa saja hasil penyelidikanmu?" tanya Mireya sesaat kemudian. Sekarang, fokusnya telah kembali pada topik sesungguhnya. "Kau tentu sudah mengetahui detail rencana mereka bukan?"

Terdengar Torin mendeham sejenak. "Sejujurnya, aku belum mengetahui detail rencana yang telah disusun oleh keluarga Munest, tetapi berat dugaanku adalah mereka akan melakukan kudeta."

Bola mata Mireya membesar. "Kudeta?"

"Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa Addy bertemu dengan seorang pria misterius beberapa kali di pinggiran Hutan Amerotha. Aku memang tak mengetahui pembicaraan mereka, tetapi gelagat Addy menunjukkan bahwa pria itu adalah orang yang dihormatinya. Kau tahu? Addy benar-benar berlutut di hadapan pria itu."

"Berlutut?" Mireya melongo. "Kau tak mungkin bercanda bukan, Torin?"

Torin tergelak. "Tentu saja tidak dan itu menjadi bukti bahwa pria itu bukanlah orang biasa. Berat dugaanku, dia adalah seorang alpha."

Dugaan Torin membuat Mireya tak bisa berkata-kata. Terlebih karena selanjutnya Torin pun menjelaskan situasi secara rinci. Jadilah Mireya semakin tak bisa bicara sepatah kata pun.

Mireya syok. Sebabnya, dia tak pernah mengira bahwa Vione dan keluarganya akan bertindak sampai sejauh itu. Lantas satu pertanyaan pun mengisi benaknya. "Apakah kau tahu dari kawanan mana dia berasal?"

"Aku belum mengetahuinya. Menurut mata-mata yang kutugaskan, pria itu sangat mengetahui seluk beluk hutan Amerotha sehingga bisa lepas dari pengintaian dengan begitu mudah."

Kebingungan membuat dahi Mireya mengerut. "Aku tak yakin ada kawanan lain yang mengetahui seluk beluk hutan Amerotha. Itu adalah hutan suci untuk Kawanan Frostholm. Bahkan sempat kudengar kalau ada area-area tertentu di hutan Amerotha yang tak bisa dimasuki oleh sembarang orang. Seperti ada kekuatan magis yang menjaganya."

"Kalau kekuatan magis itu memang ada maka itu adalah jawaban di balik kegagalan mata-mataku, alasan sehingga mata-mataku bisa dikelabui dengan begitu mudah. Namun, kita sama tahu bahwa tidak ada kekuatan magis apa pun di dunia ini."

Mireya diam. Bantahan Torin terdengar logis.

"Sebaliknya, itu justru membuatku yakin dengan satu kemungkinan lain, yaitu ada kawanan lain yang juga sedang mengintai Kawanan Frostholm. Maka dari itu dia kerap berada di sekitaran Hutan Amerotha, persis seperti yang pernah kawanan lakukan dulu, lebih dari dua puluh tujuh tahun yang lalu."

Sebagai orang penting yang memiliki peran vital dalam rencana penaklukan Kawanan Frostholm maka Mireya mengetahui dengan baik bahwa bukan hanya Kawanan Nimbria yang memiliki niat demikian. Nyatanya tak terhitung berapa banyak kawanan yang terus mengintai keadaan Kawanan Frostholm, menunggu sampai kesempatan emas datang dan mereka bisa mengambil keuntungan. Persis seperti dugaan Torin sekarang.

Mireya bisa menerka jalan pikiran Torin. Agaknya ada satu kawanan di luar sana yang tengah mengamati pergerakan Kawanan Nimbria. Dengan kata lain, kawanan itu tengah menunggu momen di mana Kawanan Frostholm dan Nimbria sama-sama tidak siap, menunggu momen di mana Kawanan Frostholm takluk sementara Kawanan Nimbria mengalami kelelahan karena peperangan, lalu mengambil keuntungan sendiri.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang?"

Torin diam sejenak sebelum menjawab. "Sepertinya rencana kita akan sedikit berubah. Pertama, kita harus membereskan Keluarga Munest. Aku tak akan membiarkan siapa pun mengambil keuntungan dari jerih payah yang telah kita lakukan selama ini. Maka dari itu kita harus menyingkirkan mereka semua secepat mungkin."

Mireye mendengarkan rencana dadakan Torin dengan saksama. Dicermatinya setiap perintah yang Torin berikan kepadanya. Lalu dia berkata. "Kau tak perlu khawatir, Torin. Kupastikan semuanya akan beres hari ini juga."

Setelah panggilan berakhir maka Mireye mendapati Torin mengiriminya beberapa foto dan video. Di sana, tampak jelas Addy yang tengah berbicara dengan seorang pria misterius, persis seperti yang dikatakan oleh Torin sebelumnya.

Mireya segera bertindak, persis seperti janjinya pada Torin. Dia bergegas pergi ke Istana Frostholm dan menemui Usher. Ditunjukkannya foto dan video tersebut sembari berkata. "Keluarga Munest benar-benar tak lagi memandangmu sebagai alpha mereka, Usher. Kau lihat ini? Bahkan Addy tak segan-segan untuk berlutut di hadapan orang lain."

Wajah Usher berubah. Rahangnya menjadi kaku total. Matanya tampak berkilat-kilat, menyorotkan kemarahan yang tak terbendung. "Berani-beraninya mereka," geramnya dengan nada dingin yang menyiratkan kemarahan. "Tindakan mereka tak termaafkan."

"Tentu saja, Usher. Mereka tak pantas mendapatkan maafmu," ujar Mireya tak menyia-nyiakan kesempatan untuk memprovokasi Usher. Terus saja dibakarnya emosi Usher. "Sekarang, satu-satunya hal yang harus kau lakukan adalah menunjukkan pada mereka siapa yang sebenarnya berkuasa di sini. Kau harus bertindak cepat sebelum kudeta ini menyebar semakin luas."

Usher mengepalkan jemari dengan kuat hingga buku-bukunya bewarna putih. "Kau benar, Mireya. Aku harus menghancurkan mereka semua tanpa terkecuali."

Senyum penuh arti tersungging di wajah Mireya. Seperti yang diduganya bahwa memprovokasi Usher bukanlah hal sulit untuk dilakukan. Respons Usher persis seperti yang dia harapkan.

Mireya beranjak. Didekatinya Usher yang tengah duduk di balik meja kerja dengan kemarahan yang menguar tak kira-kira. Jemarinya mengusap, membelai kedua pundak Usher dari belakang, dan lalu dia berkata. "Itu adalah keputusan yang bijak, Usher, dan seperti yang kau tahu, aku akan selalu membantumu kapan pun kau inginkan." Matanya melirik dengan sorot licik. "Aku bisa mengurus masalah ini hingga tuntas."

*

Usher membeku ketika mendengar setiap detail percakapan antara Usher masa lalu dan Mireya. Semua kata yang mereka ucapkan, setiap rinci rencana yang akan mereka lakukan, menerbitkan ketakutan yang dengan cepat menjalari sekujur tubuhnya. Parahnya, ingatan kelam yang sempat dipendam dalam-dalam olehnya turut mencuat kembali ke permukaan, menambah rasa ngeri yang membuatnya terdorong ke ujung titik putus asa.

Keringat dingin memercik di dahi, lalu mengalir di sepanjang pelipis. Bibir Usher memucat, tampak bergetar. Tidak mungkin, ini tidak mungkin kembali terjadi. Bukankah seharusnya bukan sekarang? Bukankah masih lama dari hari itu?

Usher ingat betul, hari di mana Addy dan Hilary ditangkap pihak Istana masih lama, bukan hari itu, tetapi perbincangan Usher masa lalu dan Mireya tadi memberikan indikasi bahwa peristiwa itu akan terjadi lagi dalam waktu dekat. Persis seperti yang terjadi pada dirinya dan Vione masa lalu, dia memutuskan hubungan berpasangannya dengan Vione masa lalu lebih cepat dari sebelumnya.

Geraman menggetarkan dada Usher. Rasa takut dan marah pada diri sendiri menghantamnya dengan begitu telak. Sebabnya, dia menyadari bahwa masa lalu kembali berubah, tetapi nahasnya perubahan itu terjadi ke arah yang tidak menguntungkannya sama sekali.

Bola mata Usher membesar dengan tiba-tiba. Semua belum terlambat. Aku masih mempunyai waktu untuk mencegah semua kembali terjadi.

Usher kesampingkan dulu semua emosi yang memenuhi benak. Sekarang fokusnya tertuju pada langkah penyelamatan keluarga Munest. Demi apa pun, dia tak akan membiarkan pihak Istana menangkap keluarga Munest. Dia tak akan membiarkan Addy dan Hilary meregang nyawa karena fitnah Mireya. Dia tak akan membiarkan Vione masa lalu kehilangan kedua orang tuanya. Dia tak akan membiarkan semua itu terulang kembali.

Satu jalan keluar terlintas di benak Usher. Kemungkinan untuk menyelamatkan keluarga Munest masih terbuka, tetapi dia membutuhkan bantuan orang lain.

Usher menggertakkan rahang. Segera saja dia beranjak, keluar dari ruang rahasia dengan sebuah keyakinan pasti, yaitu Hutan Amerotha adalah tempat teraman untuk keluarga Munest. Maka dari itu dia pun yakin bahwa bantuan Rowena akan sangat dibutuhkannya.

*

Tak ada yang bisa dilakukan oleh Addy selain menghentikan laju mobil. Dia tak mungkin menerobos kepungan berigade Istana. Risikonya terlalu besar. Pihak Istana bisa mencurigainya. Jadi—

Bola mata Addy membesar. Napasnya terkumpul di dada. Perasaan tak enak hadir dan dengan cepat membuat tubuhnya meremang. Sebabnya, beragam tanya tengah menggema di dalam benaknya. Mengapa? Mengapa pihak Istana menyiagakan pasukan di sini? Apa yang sebenarnya terjadi?

Addy mencoba menenangkan diri. Dikatakannya pada diri sendiri di dalam hati bahwa tak ada alasan untuk pihak Istana mencegat perjalanannya. Mungkin saja pihak Istana sedang melakukan patroli keamanan biasa dan kebetulan mereka tengah melintas.

"Addy, apa yang terjadi?"

Suara Hilary membuat Addy mengerjap. Dia menoleh sembari melepas sabuk pengaman. "Tenanglah. Sepertinya ini hanya patroli keamanan biasa."

Hilary diam. Agaknya dia tak sependapat dengan Addy. Namun, tak ada yang bisa dikatakannya.

"Aku akan menemui mereka. Kalian tetap di dalam mobil. Aku tak akan lama."

Addy keluar dari mobil. Ditenangkannya diri, lalu dihampirinya Storm yang memperlihatkan gelagat jelas yang membantah pemikirannya tadi, yaitu tak mungkin itu adalah patroli keamanan biasa.

Perasaan tak enak Addy semakin menjadi-jadi. Alhasil menenangkan diri menjadi hal sulit untuk dilakukannya, terlebih ketika Storm langsung bertanya tanpa tedeng aling-aling.

"Ke mana kau akan pergi semalam ini, Addy?"

Addy tersenyum tipis. "Kami berencana untuk pergi berlibur."

"Berlibur?" tanya Storm dengan mimik sangsi. Ditatapnya Addy dengan mata menyipit. "Apakah kalian benar-benar akan pergi berlibur sementara aku sempat mengecek bahwa kau dan Hilary tidak mengajukan cuti apa pun?"

Addy terhenyak. Dia tak bisa mengelak dari tudingan Storm.

"Jadi, katakan padaku, Addy. Apakah perjalanan kalian malam ini ada kaitannya dengan rencana kudeta yang akan kau lakukan?"

"Kudeta?!" Kali ini Addy membelalak kaget. "Apa maksudmu, Storm? Kudeta apa? Aku tak merencanakan kudeta apa pun."

Storm mendekat sebanyak dua langkah sembari mengangkat tangan kanannya yang sedari tadi memegang selembar foto. Ditunjukkannya foto itu pada Addy. "Lalu bisakah kau menjelaskan maksud dari foto ini?"

Addy bungkam ketika melihat foto yang memotret dirinya tengah berlutut di hadapan Usher. Dia tak bisa menjawab pertanyaan itu. Akibatnya, Storm pun semakin mendesak.

"Kau tak bisa menjawabnya bukan?" Storm menyimpan kembali foto tersebut di saku. "Kalau begitu aku menganggapnya sebagai pengakuan tak langsung."

Addy menggeleng. "Storm, dengarkan penjelasanku," ujarnya mencoba untuk menenangkan keadaan. "Aku tak tahu kau mendapatkan laporan dari siapa dan mengenai apa, tetapi aku berani bersumpah. Aku tak merencanakan kudeta apa pun."

"Berlutut di hadapan orang lain selain alpha adalah sebuah dosa tak terampunkan, Addy. Aku yakin, pastilah kau mengetahuinya dengan baik. Bukankah begitu?"

Mata Addy terpejam dramatis. "Aku tahu itu, Storm."

"Jadi, kupikir sekarang kita telah mencapai kesepakatan," ujar Storm sembari merogoh saku belakang celana. Dikeluarkannya sebuah borgol. "Kau dan keluargamu ditangkap dengan tuduhan merencanakan kudeta."

Refleks saja Addy mundur selangkah. Dia memang tak mungkin melarikan diri dari sana. Sekalipun dia berniat, tetapi risikonya terlalu besar dengan kemungkinan lolos yang sebaliknya. Walau demikian dia tak mungkin tinggal diam. Dia tak mungkin membiarkan Storm menangkap mereka sekeluarga. Namun, nahasnya dia tak bisa membela diri sama sekali. Dia tak mungkin menjelaskan semua yang terjadi karena semua itu berhubungan dengan situasi Istana yang sempat disinggung oleh Usher.

Addy mengangkat kedua tangan. "Storm, aku yakin ada kesalahpahaman di sini. Kumohon. Aku tak merencanakan kudeta apa pun. Kalau kau tak percaya maka berikan aku kesempatan untuk menghubungi Alpha. Biarkan Alpha yang akan menjelaskan semua padamu. Aku—"

"Ada apa ini, Storm? Mengapa kau lama sekali?"

Mireya datang, menyeruak dari lingkaran berigade para warrior. Dilihatnya Storm dengan sorot kesal. Jadilah Storm mengatupkan mulut rapat-rapat, persis seperti tengah menahan kekesalannya sendiri.

"Kau tak perlu khawatir."

Mireya tersenyum dengan kesan merendahkan. "Baiklah. Jadi, bawa mereka sekarang juga."

Storm mengepalkan kedua tangan di sisi tubuh. Ditahannya gejolak tak enak yang membuat dadanya panas. "Baik," ujarnya singkat. Lalu dia berpaling pada wakilnya yang bernama Alvin Roberto. "Amankan Hilary dan Vione."

Alvin mengangguk. "Siap."

Kali ini benar-benar tak ada yang bisa dilakukan oleh Addy. Dia tak bisa berbuat apa-apa ketika Storm meraih tangannya sementara Alvin menuju ke mobil. Sekilas terlihat olehnya, ada seorang warrior membuka pintu mobil, lalu mengisyaratkan pada Hilary dan Vione masa lalu untuk keluar.

Addy frustrasi. Rasa putus asa hadir. Dirutukinya diri sendiri karena tak bisa melindungi keluarganya. Dia panik, mencoba untuk menemukan jalan keluar dari situasi tersebut, dan tiba-tiba saja terdengar gelegar geraman yang memecah keheningan malam.

Semua orang tertegun. Semua pergerakan terhenti. Semua melihat sekitar ketika merasakan perubahaan suhu pada udara. Atmosfer terasa memanas seiring dengan semakin mendekatnya suara geraman itu.

Ketegangan tercipta. Semua waspada, masing-masing memasang antisipasi ketika insting memberikan peringatan akan hadirnya sesuatu yang menakutkan. Tepatnya, berupa sesosok serigala besar berambut emas yang tampak sangat marah.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top