Regretful Alpha 21

Hening menyelimuti, hanya terdengar deru napas yang pelan dan teratur. Asalnya dari Vione masa lalu yang tengah tertidur lelap dalam dekapan Usher. Wajahnya yang cantik tampak lelah, tetapi juga menyiratkan bahagia. Sayangnya itu justru membuat perasaan Usher menjadi tak karuan dalam hantaman rasa bersalah.

Usher menahan napas di dada. Dicobanya untuk membendung gelombang emosi yang semakin menguasai diri, tetapi teramat sulit. Sebabnya, setiap kali dia melihat wajah tenang Vione masa lalu maka rasa bersalah itu kian menekan. Jadilah hatinya bergemuruh dengan perasaan yang sulit untuk diungkapkan. Dia benar-benar merasa buruk ketika menyadari bahwa Vione, wanita yang paling dicintainya, berada di sisinya tanpa mengetahui apa pun yang tengah terjadi di antara mereka.

Kehangatan timbul di sudut mata Usher sesaat kemudian. Air mata mulai berontak dan dia berusaha keras untuk tak menangis kala itu. Namun, kenangan masa lalu membanjirinya dengan tak kira-kira. Jadilah dia teringat pada janji-janji yang pernah diucapkannya. Janji untuk selalu melindungi dan membuat Vione bahagia. Sayangnya kenyataan tak selalu berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Kenyataannya Usher bukan hanya tak bisa menepati janji di masa lalu, melainkan dirinyalah yang menjadi penyebab untuk semua penderitaan bertubi-tubi yang dialami Vione. Dia sungguh menyesal dan sekarang timbullah ketakutan lagi. Sebongkah keraguan hadir dan mempertanyakan kesanggupannya untuk menepati janji di masa depan.

Usher buru-buru mengusir keraguan itu dari benak. Diyakinkannya diri bahwa dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan kedua yang didapat. Tekadnya telah bulat, apa pun akan dilakukannya demi memperbaiki masa depan, demi memberikan kebahagiaan seutuhnya pada Vione.

"Jangan khawatir, Vione," ucap Usher dengan suara lirih sembari mengusap rambut Vione masa lalu dengan penuh kasih sayang. "Aku tak akan menyia-nyiakan kepercayaan dan pengorbananmu. Aku berjanji."

Usher menutup janjinya dengan satu kecupan lembut yang dilabuhkannya di dahi Vione masa lalu. Setelahnya dia pun memaksa diri untuk turun dari tempat tidur. Dia segera mengenakan pakaian dan merapikan selimut yang menutupi tubuh polos Vione masa lalu.

Tatapan Usher jatuh pada kalung berliontin separuh bulan yang dikenakan oleh Vione masa lalu untuk sejenak. Lalu barulah dia bergegas keluar dari sana dengan satu pemikiran ironis yang mengiringi langkahnya.

Usher tersenyum miris. Aku memang pria paling biadab. Bagaimana mungkin bisa aku menuduh Vione tak setia?

Kemungkinan yang dulu sempat terbersit di benak Usher mendapatkan pembuktian. Nyatanya, Vione memang tak pernah mengkhianatinya. Vione tak pernah berselingkuh dengan siapa pun. Pria yang dituduh menjadi selingkuhan Vione dan kerap mendatanginya di Istana adalah dirinya. Pria itu adalah dirinya sendiri.

Di titik itu, Usher yakin bahwa tak ada pria yang lebih buruk ketimbang dirinya. Jadilah itu tak ubah lecutan yang membuatnya semakin bertekad untuk memperbaiki keadaan sebelum semua terlambat.

Tiba kembali di ruang rahasia sekitar lima menit kemudian maka Usher pun segera merenungkan langkah selanjutnya. Dia duduk di hadapan layar monitor dan terus mengamati Vione masa lalu yang masih tidur dengan otak yang terus berputar. Disadari olehnya bahwa dia tak memiliki banyak waktu. Sebabnya, dia ingat betul bawah situasi menjadi tak terkendali setelah pertengkaran hebat semalam, semua menjadi kacau dalam waktu yang teramat singkat. Dia harus segera bertindak karena menyadari bahwa usahanya malam itu tak cukup mampu untuk meredam kekecewaan Vione masa lalu padanya. Setelahnya Vione masa lalu akan kembali bertengkar dengan Usher masa lalu dan dia harus mencegah itu terjadi.

"Usher?" Usher menggumamkan namanya sendiri dengan ekspresi tak terbaca. "Semua ini berawal dariku. Semua keadaan menjadi kacau karena aku dan itu disebabkan oleh ramuan sihir yang diberikan oleh Mireya."

Kenyataan itu menyadarkan Usher bahwa mungkin semua tragedi bisa dihindari bila dia bisa menyadarkan Usher masa lalu untuk situasi yang tengah terjadi. Dia harus bisa menyadarkan Usher masa lalu bahwa Mireya tengah menjalankan rencana keji untuk menghancurkan semua.

Usher mungkin bisa saja meminta Vione masa lalu untuk meyakinkan Usher masa lalu, tetapi dia yakin itu adalah tindakan percuma. Usher masa lalu tidak percaya pada siapa pun, sekalipun itu Vione masa lalu, Garth, atau bahkan Jemma.

Satu-satunya cara yang tersisa adalah Usher harus menyembuhkan Usher masa lalu terlebih dahulu. Dia harus membebaskan Usher masa lalu dari pengaruh ramuan Mireya. Dengan begitu maka harapan untuk menghindari tragedi itu akan tetap ada.

Untuk itu maka hanya ada satu nama yang terbersit di pikiran Usher. Hanya ada satu orang yang bisa membantunya. Terlebih karena dia pun mengetahui bahwa dirinya dulu sempat sembuh karena bantuan orang itu. "Rowena."

Usher putuskan untuk segera menemui Rowena dengan tetap mengingatkan diri agar tak bertindak gegabah. Dia memang harus bergegas, tetapi bukan berarti bisa bertindak sembrono dan tanpa perhitungan. Terlebih karena disadari olehnya pintu keluar dari ruangan rahasia itu berada di titik yang cukup membahayakan.

Hal itu berhubungan dengan peruntukannya yang ditujukan demi keselamatan keluarga alpha. Jadilah tak aneh bila pintu keluar ruangan rahasia itu justru mengarah pada salah satu pos keamanan Istana.

Usher harus bersabar. Dia tak bisa keluar begitu saja dan bertemu dengan para guard yang berjaga. Itu pastilah akan mengacaukan semua rencana. Terparah, dia mungkin akan memberikan dampak yang tak inginkan untuk takdir masa depan. Untuk itu tak ada hal yang bisa dilakukannya selain memanfaatkan jadwal pertukaran sif para guard. Lebih spesifiknya adalah pertukaran sif malam hari karena terlalu banyak risiko yang harus dihadapinya di siang hari.

Malam tiba setelah penantian panjang. Usher bergegas dan berhasil keluar dari ruangan rahasia di waktu yang tepat. Para guard sedang sibuk dengan peralihan laporan sehingga memberikannya kesempatan untuk menyelinap di balik pos, lalu terus pergi dari sana.

Langkah Usher terhenti seketika tatkala dirinya menginjak ranting. Jadilah dia membeku sejenak dan bersamaan dengan itu, didengarnya suara Usher masa lalu berkata.

"Perketat penjagaan di Istana."

Usher memejamkan mata dengan dramatis. Tentunya, dia tak akan lupa kejadian itu. Walau begitu dia tak pernah mengira bahwa dia telah memerintahkan Garth untuk memperketat penjagaan di Istana untuk mengantisipasi tindakan diri sendiri.

Sesaat berlalu dan setelah memastikan bahwa keadaan baik-baik saja maka Usher pun kembali melangkah. Dia bergegas meninggalkan Istana dengan tujuan Hutan Amerotha.

*

Entah sejak kapan, tetapi sekarang Rowena menyadari bahwa mengelilingi hutan adalah hal menyenangkan untuknya. Dalam kesendirian, tanpa ada seorang pun yang menemani, dirasakan olehnya kehangatan hutan mendekap dengan penuh kasih. Jiwanya yang kosong menjadi terisi, dunianya yang sunyi menjadi riuh oleh bisikan angin lembut dan gemerisik dedaunan. Jadilah tiap langkah yang dipijaknya membawa kedamaian yang menenangkan.

Langkah Rowena berhenti tepat setelah dia keluar dari kungkungan pepohonan tinggi yang rimbun. Sekarang tak ada lagi pepohonan yang akan menghalangi pandangan matanya. Untuk itu diangkatnya wajah dan tatapannya tertuju pada bulan purnama.

Rowena tersenyum manis dengan binar-binar cinta yang memenuhi sepasang matanya. Perasaannya menghangat dan di luar kesadaran, tangannya terangkat seolah ingin menggapai bulan purnama. Lalu bibirnya berucap lirih. "Kita akan bertemu lagi, Ivan."

Tangan turun kembali dan Rowena berikan senyum terakhir sebelum melanjutkan perjalanan. Dimasukinya kembali Hutan Amerotha dan tak lama kemudian, terdengarlah suara gemuruh yang amat riuh.

Rowena mempercepat langkah. Hatinya terdesak oleh antusiasme yang tak mampu dibendung. Dia nyaris berlari hingga satu seruan membuat langkahnya terhenti seketika.

"Rowena!"

Rowena tertegun. Dahinya mengerut dengan perasaan sangsi. Pikirnya, mustahil ada yang memanggilnya. Apalagi karena hari pun telah malam. "Mungkin hanya perasaanku saja."

Kaki Rowena siap untuk melangkah kembali. Namun, seruan yang sama terdengar lagi untuk kedua kali.

"Rowena!"

Kali ini Rowena tak mungkin bisa mengabaikan seruan itu begitu saja. Jadilah dia memutar pandangan ke sekitar dengan wajah bingung. Sebabnya, suara itu terdengar semakin mendekat.

"Rowena!"

Rowena menggeleng. "Mustahil. Tidak mungkin ada yang bisa mendekati tempat ini. Tidak mungkin."

Sebabnya, area itu telah diberi mantra sihir oleh Rowena. Alhasil tak akan ada seorang pun yang bisa menyadari keberadaan area itu, terlebih lagi menginjakkan kaki di sana. Area itu benar-benar terlindungi dari pandangan manusia biasa.

Rowena sudah membuktikan keampuhan mantra sihirnya selama bertahun-tahun. Selama ini tak ada seorang pun yang jangankan menginjakkan kaki di sana, bahkan sekadar mendekat pun tak bisa. Jadilah keanehan itu berhasil membuatnya menjadi bertanya-tanya. "Siapakah dia? Mengapa kurasa dia semakin mendekat ke sini? Bagaimana dia bisa mengetahui keberadaanku di sini dan—"

Sesuatu menarik perhatian Rowena sehingga ucapannya terhenti. Ada getaran halus yang merambat di udara, sebuah gangguan yang tak biasa. Dia merasakannya dengan jelas sehingga dahinya mengerut dan matanya menyipit curiga.

Kebingungan Rowena bertukar kekhawatiran dalam waktu singkat. Untuk itu maka dia pun segera mengangkat tangan dan membiarkan sihirnya merambat ke setiap sudut hutan, mencoba untuk merasakan keganjilan yang tengah terjadi.

Satu pemandangan tak bisa membuat Rowena tertegun. Kala itu tampak olehnya benteng sihir tak kasat mata yang melindungi area itu berguncang samar. Lantas muncullah retakan-retakan halus muncul di permukaannya, seperti kaca yang dihantam palu dari dalam. Retakan-retakan itu memancarkan cahaya lembut bewarna biru yang perlahan menyebar, menunjukkan bahwa ada seseorang yang berhasil menembus mantra tersebut.

Rowena kian membeku ketika retakan-retakan halus itu berangsur menghilang sebagai pertanda bahwa benteng sihirnya kembali berfungsi seperti sediakala. Sayangnya, itu bukan hal bagus.

"Tidak mungkin," lirih Rowena sembari beranjak dari sana. Diputuskannya untuk menemui orang yang memanggil namanya dan berhasil memasuki benteng sihirnya. "Siapa pria itu? Bagaimana mungkin dia bisa melewati benteng sihirku tanpa merusaknya?"

Langkah Rowena semakin cepat. Diabaikannya semak belukar yang menghalangi jalan. Terus saja dia melangkah hingga sesosok pria tertangkap oleh matanya.

"Rowena! Di mana kau, Rowena?"

Rowena tak akan salah menebak. Pria muda itulah yang memanggilnya, yang berhasil melewati benteng sihirnya. Pria itu ....

Bola mata Rowena membesar. "Alpha Usher."

Lirihan Rowena terbawa angin dan menyapa indra pendengaran Usher. Jadilah dia memutar tubuh dan wajahnya menunjukkan kelegaan dengan serta merta tatkala melihat keberadaan Rowena.

"Akhirnya, aku menemukanmu, Rowena."

Rowena membeku ketika Usher menghampirinya. "Kau." Dia tampak kesulitan bicara. Agaknya kebingungannya perihal ada orang yang berhasil menemukan keberadaannya di sana belum seberapa ketimbang kebingungannya setelah mengetahui siapa orang itu sebenarnya. Pada akhirnya, dia hanya bisa melirihkan ketidakpercayaannya. "Bagaimana mungkin kau bisa menemukanku di sini? Bagaimana mungkin kau bisa melewati benteng sihirku? Kau—"

Ucapan Rowena terhenti ketika dilihat olehnya kalung yang menggantung di leher Usher. Fokusnya tertuju pada liontin kalungnya, liontin yang tampak tak biasa, liontin berbentuk separuh bulan.

Rowena merasakan dadanya terhenyak oleh kejutan lainnya. Jadilah dia menggeleng sembari merogoh saku mantelnya, tetapi kosong. Dia tak menemukan apa-apa padahal jelas sekali benda yang dicarinya ada di sana beberapa hari yang lalu. Lantas satu kesadaran menghampirinya di waktu yang tepat.

Tebakan Rowena tak akan salah. Sekali melihat, dia bisa memastikan kebenaran dari dugaannya. Terlebih lagi karena liontin kalung itu memantulkan cahaya bulan purnama dengan kilau peraknya. Alhasil terciptalah pendaran energi yang terasa familier baginya.

"Kalung itu," ucap Rowena dengan suara rendah, nyaris berbisik. "Dari mana kau mendapatkannya?"

Usher menyentuh liontin kalung di lehernya dan merasakan energi yang merambat dari sana. "Ini adalah kalungmu bukan?"

Rowena tak menjawab, melainkan kembali ditanyanya Usher. "Jawab pertanyaanku," ujarnya dengan penuh penekanan. "Dari mana kau mendapatkan kalung itu?"

"Apakah kau akan mempercayaiku kalau kukatakan bahwa aku mendapatkan kalung ini darimu?"

Rowena tersurut ke belakang sebanyak satu langkah. Bibirnya memucat, matanya melebar. "Tidak mungkin." Dia menggeleng berulang kali. "Jujur padaku, Alpha. Katakan yang sejujurnya. Dari mana kau mendapatkan kalung itu?"

"Sudah kutebak, kau pasti tak akan mempercayainya," ujar Usher sembari menarik napas dalam-dalam. "Jadi, sepertinya kau juga tak akan percaya jika kukatakan pasangan kalung ini ada di tangan lunaku, Vione."

Mata Rowena memejam dramatis. Dunia seolah berguncang, kakinya gemetar hingga nyaris tak mampu berdiri lagi. "Itu mustahil. Bagaimana mungkin?"

Pada titik itu, tak ada yang bisa dilakukan oleh Usher selain memutar otak untuk menemukan jalan tepat agar bisa meyakinkan Rowena. Pilihan untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya jelas ada, tetapi dia pun ragu, dia tak ingin bertindak gegabah.

"Alpha."

Suara Rowena membuyarkan pikiran Usher. Jadilah dia melihat pada Rowena dan kala itu disadari olehnya ada perbedaan pada cara Rowena menatapnya. "Ada apa, Rowena?"

"Katakan padaku," ujar Rowena dengan suara bergetar dan tatapan lekat yang tertuju pada Usher. "Apakah kau berasal dari masa depan?"

*

bersambung ....

note: dengan begini, mulai dari sini, masa depan udah berubah. jadi, rencana Mireya dan peristiwa lainnya juga bakal berubah. walau memang ga bakal berubah semua, soalnya seperti kata Rowena: ada takdir yang memang tidak bisa diubah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top