Regretful Alpha 18

Pada titik itu, sekelebat kelegaan mengisi benak Usher. Agaknya dia kembali pada masa yang tepat walau bila bisa meminta maka tentunya dia ingin kembali ke masa yang lebih awal lagi. Paling tidak ketika semua belum serunyam itu, sebelum dia dan Vione masa lalu bertengkar.

"Kau sungguh tak punya hati, Usher."

Suara Vione masa lalu menyadarkan Usher di waktu tepat. Beruntung baginya bisa mencermati keadaan dalam waktu cepat. Dia ingat persis kejadian kala itu. Vione masa lalu segera pergi dari aula Istana setelah dicekik olehnya, tepatnya setelah Vione masa lalu mengatai dirinya sebagai seorang pria yang tak memiliki hati.

Usher buru-buru bangkit. Dengan sisa nyeri yang masih bertahan di dada, dia berpegang pada dinding. Tatapan matanya mengitari sekeliling dengan kepanikan yang mulai terasa. Sebabnya, suara langkah Vione masa lalu mulai terdengar mendekat.

Prioritas Usher sekarang adalah menyembunyikan diri sebaik mungkin. Dia tak boleh ketahuan, baik oleh diri sendiri, Vione masa lalu, ataupun penghuni Istana. Untuk itu dia pun bergegas melihat beberapa kamera pengawas yang ada sembari mengingat denah Istana yang telah dihapal olehnya sedari kecil dulu.

Usher tak punya pilihan. Istana memberlakukan keamanan dengan sangat ketat. Mustahil ada titik buta. Walau demikian dia masih memiliki kesempatan, dia bisa menyabotase rekaman kamera pengawas.

Tak ada lagi keraguan yang mengusik benak ketika Usher memutuskan untuk memasuki satu ruangan di lorong. Dia buru-buru menutup pintu dan tak lama kemudian terdengar olehnya suara langkah yang diseret, diiringi oleh rintihan yang memilukan hati.

"Mengapa kau setega ini padaku, Usher? Apakah semua kebaikan dan cintamu selama ini hanya sebuah kebohongan?"

Mata Usher memejam dramatis. Di dalam kegelapan ruangan, dia hanya bisa mengepalkan tangan ketika rintihan Vione masa lalu membuat hatinya tercabik-cabik. Maafkan aku, Vione.

*

Rasa lelah membelenggu Vione masa lalu. Pertengkaran telah menyerap tenaganya hingga tak tersisa. Lalu kesedihan timbul menjadi pelengkap yang sempurna. Jadilah kemalangan hadir membuatnya terus meratapi nasib.

Vione masa lalu yakin, tak pernah sebelumnya dia menggugat takdir seperti yang tengah dilakukannya sekarang. Dia memang menjalani hidup yang tak mudah, tetapi mengeluh dan meratap tak pernah menjadi pilihannya. Selama ini selalu disyukuri olehnya semua hal yang telah takdir berikan padanya. Lagi pula dia menyadari bahwa ketidakpunyaannya akan sesuatu selalu tergantikan oleh sesuatu lain yang sama berharganya.

Tanpa orang tua kandung, terbukti Vione masa lalu tak kekurangan kasih sayang. Dimiliki olehnya orang tua angkat yang memberikan dunia dan kebahagiaan untuknya tanpa syarat. Addy dan Hilary mencintainya persis seperti orang tua seharusnya.

Vione masa lalu pun memiliki teman terlepas dari fakta bahwa memang ada beberapa yang suka merundungnya. Salah satunya adalah Cora. Mereka telah berteman lama dan hingga sekarang masih menjalin hubungan baik.

Nama Cora yang melintas di benak membuat Vione masa lalu buru-buru mengapus air mata yang tersisa di pipi. Dia menyadari bahwa perasaannya kala itu tengah kacau dan berlarut-larut dalam kesedihan adalah hal yang tak seharusnya dia lakukan. Sebaliknya, dia harus memikirkan hal lain agar kesedihan itu tidak menenggelamkannya semakin dalam.

Vione masa lalu meraih ponsel di atas nakas. Tanpa berpikir dua kali, dihubunginya Cora. Dia tak menunggu lama dan panggilannya pun diangkat.

"Halo, Vione. Ada apa?"

Vione masa lalu mendeham sejenak. Kala itu dirutukinya diri sendiri yang tak sempat minum. Pastilah suaranya akan terdengar serak. "Hai, Cora. Tak ada hal penting. Aku hanya tiba-tiba teringat padamu. Jadi, aku pun meneleponmu. Kau tidak sedang sibuk bukan?"

"Sibuk?" Tawa Cora berderai. "Aku nyaris tidak melakukan apa pun seharian ini selain membuat berondong jagung dan lalu menonton serial komedi."

Senyum simpul muncul secara otomatis di wajah Vione masa lalu. Tak sulit untuknya membayangkan hal tersebut di dalam benak. "Sepertinya itu sangat menyenangkan."

"Menyenangkan?"

Vione masa lalu tersenyum makin lebar ketika mendengar suara Cora yang bernada. "Bukankah begitu?"

"Tentu saja. Ini memang adalah hidup yang menyenangkan sampai orang tuaku mulai mengeluh karena aku belum dapat pekerjaan," ujar Cora sebelum mengerang panjang. Lalu dia berdecak kesal. "Ini semua gara-gara Garth. Andai dia tak ada maka sudah bisa dipastikan aku sekarang berada di Istana dan menjadi Beta. Aku memiliki pekerjaan yang sangat terhormat dan selain itu, kita bisa bertemu setiap hari."

Gerutuan panjang lebar Cora membuat Vione masa lalu tertarik ke masa lalu, tepatnya sekitar enam tahun yang lalu ketika beta terdahulu harus mundur dari posisinya karena masalah kesehatan. Graham sudah tak mampu menjalankan tugasnya sehingga pihak Istana membuka seleksi perekrutan beta baru.

Para kawanan menyambut hal tersebut dengan penuh antusias. Bisa dikatakan para manusia serigala muda berbondong-bondong untuk mencoba peruntungannya, salah satunya adalah Cora.

Kala itu Vione masa lalu menjadi pendukung setia Cora dan itu bukan hanya karena alasan pribadi. Lagi pula dia bisa menilai Cora secara objektif. Cora memang seorang wanita, tetapi dia adalah wanita serigala yang kuat. Cora tak akan kalah bersaing dengan para pria serigala.

Tebakan Vione masa lalu nyaris benar. Cora mampu melewati semua seleksi dengan lancar dan mendapatkan nilai tinggi. Namun, Cora harus menelan kekecewaan ketika Garth dengan begitu gampang mengelak dari serangannya. Garth menerjang dan lantas taringnya yang tajam terdiam tepat di leher Cora, tanda bahwa dia bisa saja membunuh Cora andai itu adalah pertarungan yang sesungguhnya.

Cora tak berkutik. Dia hanya bisa mengerjap sekali ketika berusaha melepaskan pandangan dari kabur yang sempat membelenggu. Matanya kembali fokus dan ditatapnya langit malam yang menjadi saksi bisu kekalahannya sebelum pada akhirnya tatapannya beradu dengan tatapan tajam Garth.

"Sudahlah. Aku tak ingin membahas soal Garth lagi. Dia benar-benar menyebalkan."

Keluhan Cora membuat Vione masa lalu tersadar dari lamunan sesaat. "Sepertinya kau masih kesal padanya walau sudah enam tahun berlalu."

"Tentu saja aku masih kesal padanya. Alasannya sederhana, yaitu aku tak memiliki kesibukan apa pun selama enam tahun ini sehingga pikiranku otomatis selalu tertuju padanya."

Vione masa lalu tak mampu menahan gelaknya. "Oh, Cora."

"Aku senang kau bisa tertawa, Vione. Jadi, sekarang waktunya untukku yang bertanya."

"Bertanya?" Vione masa lalu mengusap sekilas air mata yang terbit di sudut mata dengan sisa geli yang masih terasa. "Kau ingin bertanya soal apa?"

"Apakah kau baik-baik saja?"

Tawa Vione masa lalu lenyap seketika tanpa sisa. Dia tertegun bersamaan dengan timbulnya satu pertanyaan lain di dalam benak. Apakah air mata itu benar-benar air mata lucu atau sebaliknya? Mungkin saja itu adalah air mata yang sempat ditahan olehnya sebelum pada akhirnya memiliki alasan untuk bisa menetes.

"Vione?"

Vione masa lalu gelagapan. "Y-ya, tentu saja, Cora. Aku baik-baik saja."

"Benarkah begitu?" tanya Cora lagi dengan suara yang terdengar curiga. "Sebabnya, aku merasa hal sebaliknya. Firasatku mengatakan ada sesuatu yang terjadi."

Vione masa lalu hanya bisa diam.

"Jadi, jujur padaku. Apakah kau sedang ada masalah?" Ada sedikit jeda seolah Cora butuh keyakinan untuk lanjut bicara. "Apakah ini ada hubungannya dengan rumor yang berembus belakangan ini? Gosip mengenai Alpha."

Ada nyeri terasa tepat di jantung Vione masa lalu, persis seperti ada yang meremas di sana. Dia sudah mengira bahwa perihal hubungan terlarang antara Usher dan Mireya sudah menyebar ke mana-mana. Lagi pula itu bukanlah hal yang aneh mengingat mereka berdua mempertontonkan hubungan terlarang itu di depan umum secara terang-terangan.

Walau demikian Vione masa lalu tak pernah mengira bahwa Cora akan langsung membicarakan hal tersebut tanpa aba-aba sama sekali. Sejujurnya, dia tak siap membahas topik sensitif itu. Terlebih karena dia pun baru saja selesai bertengkar hebat dengan Usher dan Mireya.

"Sepertinya tebakanku benar."

Vione masa lalu tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa membuang napas panjang. "Cora."

"Aku benar-benar tak percaya ketika mendengar gosip itu, Vione. Bagaimana mungkin? Itu tak masuk akal sama sekali. Aku tahu bagaimana kalian saling mencintai. Bahkan aku masih ingat sekali peristiwa di malam Upacara Kedewasaan. Alpha sangat mengkhawatirkanmu, dia sangat mencintaimu."

Ucapan Cora justru membuat kesedihan yang sempat Vione masa lalu tenangkan menjadi bergejolak lagi. Jadilah dia teringat akan masa lalu, Usher memang sangat mencintainya.

"Aku yakin, pasti ada sesuatu yang salah di sini. Aku tak percaya kalau Alpha tega mengkhianatimu seperti ini, Vione. Bahkan kalaupun dia memang mengkhianatimu maka rasanya mustahil dia akan melakukannya dengan terus terang begini."

Kali ini Vione masa lalu tak mampu menahan seuntai senyum miris yang sontak terukir di wajahnya. "Sejujurnya aku tak tahu, Cora. Entah diselingkuhi secara diam-diam atau terang-terangan yang akan lebih menyakitkan."

"V-Vione, maaf. Aku tak bermaksud untuk bicara begitu."

"Aku tahu," ujar Vione masa lalu sembari membuang napas panjang. Lalu dirasakan olehnya bahwa perubahan topik itu menerbitkan rasa letih yang lain. Jadilah dia semakin merana dan memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan. "Baiklah, Cora. Kupikir, ada sesuatu yang harus kukerjakan. Selamat menikmati serial komedimu."

Panggilan berakhir dan Vione masa lalu segera merebahkan tubuh di tempat tidur. Nyatanya pembicaraan dengan Cora tak sesuai dengan harapannya. Cora justru menyinggung soal Usher dan itu membuat pikirannya kian kalut dalam kesedihan.

Vione masa lalu turun dari tempat tidur sekitar lima belas menit kemudian. Ada satu tempat yang terbersit di benaknya, satu tempat di mana dia yakin bisa menjadi pengalih pikiran dari situasi yang tengah dihadapinya. Untuk itu dia pun segera bersiap. Dia mandi dan bersiap sebaik mungkin. Dipastikan olehnya tak ada jejak kesedihan yang terlihat dari wajah dan penampilannya. Setelah itu dia pun mengendarai mobil tanpa pengawalan seorang guard pun. Tujuannya adalah rumah orang tuanya.

Persis dugaan Vione masa lalu, kedatangannya disambut dengan suka cita oleh Addy dan Hilary. Keduanya tampak sangat senang mengingat tak banyak waktu yang bisa mereka habiskan bersama semenjak Vione masa lalu menjadi luna. Vione masa lalu harus tinggal di Istana dan berkutat dengan beragam tanggung jawab yang diembannya.

Vione masa lalu menikmati kebersamaan itu dengan sebaik mungkin. Tak akan dilewatkan olehnya sedetik pun secara percuma. Dia nikmati camilan masakan Hilary dan menanggapi lelucon Addy, lantas itu mengingatkannya bahwa seperti itulah hari-harinya dulu, tepatnya sebelum menjadi luna.

Tanpa sadar, Vione masa lalu tertegun. Satu pertanyaan mengisi benak. Bila aku tak menjadi pasangan Usher maka mungkinkah kehidupanku masih akan bahagia seperti sekarang?

Ironisnya, Vione masa lalu sempat mengira bahwa menjadi pasangan Usher adalah kebahagiaan tertinggi yang paling diinginkannya. Namun, agaknya kenyataan yang didapat tidak sesuai dengan dugaannya. Usher tega mengkhianatinya. Usher tega merusak kebahagiaan dan cinta yang telah mereka pupuk sedari masih muda.

"Vione."

Tawa Hilary yang sempat berderai untuk beberapa saat terhenti tatkala dilihat olehnya ada sesuatu yang aneh pada Vione masa lalu. Tatapannya tertuju pada sebulir air yang menggelincir di pipi Vione masa lalu—air mata.

Suasana sontak berubah. Nyatanya bukan hanya Hilary yang menangkap keanehan itu, melainkan Addy pula.

Vione masa lalu melihat bergantian pada orang tuanya dengan wajah bingung. Senyum masih merekah di wajahnya, tetapi terkesan hampa. "Ada apa? Mengapa Mama dan Papa tiba-tiba diam?"

"Seharusnya kami yang menanyakan itu padamu, Vione," ujar Hilary dengan kekhawatiran yang terpancar jelas di sepasang matanya. "Apa yang terjadi padamu? Apakah ada masalah?"

Vione masa lalu menggeleng dengan rasa dingin yang mulai menjalari tubuh. Dia tak ingin kedua orang tuanya tahu. "Tidak ada, Ma. Aku tidak apa-apa. Semua baik-baik. Tidak ada masalah apa pun. Aku—"

Hilary mengulurkan tangan dan mengusap sebulir air mata di pipinya. Jadilah ucapan Vione masa lalu terhenti.

Vione masa lalu menyadari bahwa mungkin mendatangi kedua orang tuanya adalah sebuah kesalahan. Dia bukannya bisa meredakan kesedihan itu. Sebaliknya, pastilah dia justru memperlihatkan kesedihan itu dan hasilnya, kedua orang tuanya akan turut merasakan kesedihan serupa. Lagi pula sudah menjadi ketetapan alam bila orang tua akan menyadari kesedihan yang tengah diderita oleh anak mereka.

Kali ini Vione masa lalu tak bisa mengelak walau dia pun tak bisa menjawab pertanyaan Hilary. Dia tak mungkin menceritakan hal yang tengah dideritanya terlepas dari sebuah kemungkinan yang bisa saja terjadi, mungkin kedua orang tuanya telah mengetahui permasalahan yang tengah dideritanya.

"Vione," panggil Hilary lembut sembari meraih tangan Vione masa lalu. Lalu diremasnya jemari Vione masa lalu dengan lembut. "Katakan pada kami. Apa yang terjadi padamu?"

Vione masa lalu terdesak oleh kekhawatiran Hilary dan Addy. Namun, dia tak bisa menceritakan semua. Pada akhirnya, hanya air mata yang bisa diberikannya sebagai jawaban.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top