Regretful Alpha 15

Bagi Vione, waktu berhenti tepat ketika Usher menghilang dari matanya. Portal waktu bukan hanya mengisap Usher, melainkan juga separuh jiwanya. Dunianya terjeda, semua seperti diam di tempat tanpa ada Usher di sisinya.

Vione merasakan hatinya hampa, seolah kehilangan kepingan yang tak tergantikan. Setiap langkah yang dipijaknya terasa berat, seakan gravitasi bumi menariknya ke bawah dengan kekuatan tak terbantahkan.

Kekosongan menelan dan Vione mencoba untuk menemukan ketenangan. Namun, semua tak berguna ketika ada lubang hitam di sanubarinya yang berontak, lalu menelan dirinya. Jadilah dia terkubur di dalam kegelapan dan satu-satunya cahaya yang memancar adalah kenangan manis tentang Usher, menyala-nyala seperti bintang yang berpijar dengan amat terang.

Kumohon, Dewi Bulan. Lindungilah Usher.

Bisa dikatakan bahwa Vione tak pernah benar-benar meninggalkan Air Terjun Mystoria. Dia terus berada di sana untuk jangka waktu lama dan hanya sesekali pulang ke rumah Rowena ketika tubuhnya telah teramat lelah karena menunggu.

Vione terus menantikan kepulangan Usher. Dia terus melihat pada air terjun dan berharap portal waktu muncul lagi sebagai indikasi bahwa Usher pun akan kembali. Namun, hari terus berganti tanpa ada kepastian sedikit pun.

Putus asa mulai terasa. Kekhawatiran perlahan muncul. Jadilah Vione meremas kedua tangannya satu sama lain, lalu bertanya. "Usher akan baik-baik saja. Bukankah begitu, Ayla?"

Ayla berpaling. Seperti biasa, selalu ditemaninya Vione ke mana saja. Tak pernah dia biarkan Vione seorang diri. Sebabnya, persis seperti Vione yang mengkhawatirkan Usher maka dia pun mengkhawatirkan keadaan Vione.

"Luna," lirih Ayla sembari mendekat. Dikenakannya mantel di pundak Vione. "Alpha pasti akan baik-baik saja. Kau tak perlu khawatir."

Sejujurnya, Ayla pun meragukan ucapannya. Lebih jauh lagi, dia pun mempertanyakan keadaan Usher. Namun, berbohong adalah satu-satunya cara yang bisa menenangkan Vione. Jadilah dia berharap, semoga kebohongan itu akan menjadi kenyataan.

Sesuatu membuat Ayla mengerutkan dahi sedetik kemudian. Sebabnya adalah perubahan pada wajah Vione. "Ada apa, Luna?"

Vione tak langsung menjawab, melainkan didekapnya dada kirinya sejenak. Dia menahan napas dengan tatapan yang tertuju lurus dan tanpa kedip pada Air Terjun Mystoria. Lalu matanya membesar perlahan. "Usher," lirihnya samar. "Usher kembali."

Mulut Ayla membuka. Dia berniat untuk kembali bertanya, tetapi Vione keburu beranjak. Ditinggalkannya Ayla dan didekatinya Air Terjun Mystoria.

Langkah Vione terhenti ketika tiba-tiba saja angin berembus dengan tak kira-kira, serupa badai yang siap untuk menerbangkan semua benda di sekitar. Jadilah dia mengangkat kedua tangan, berusaha untuk melindungi pandangannya, dan bersamaan dengan itu, dilihat olehnya pijaran warna biru keemasan di mana-mana.

Vione semakin yakin bahwa firasatnya benar. Penantiannya akan segera berakhir. Maka dia pun menguatkan kedua kaki dan memaksa untuk kembali melangkah.

"Luna!"

Ayla mencoba untuk mencegah niat Vione. Tak ingin diambilnya risiko untuk keselamatan Vione. Namun, agaknya Vione justru berpikir sebaliknya. Vione sama sekali tak memikirkan perihal keselamatan atau hal lain ketika dilihat olehnya ada lingkaran yang muncul di tengah-tengah air terjun.

Portal waktu kembali muncul setelah berhari-hari menunggu dalam ketidakpastian. Jantung berdebar dan rasa tak sabar menggelayuti benak Vione. Kala itu digigitnya bibir bawah demi menguatkan hati dan penantiannya benar-benar berakhir sedetik kemudian.

"Usher!"

Sosok Usher terhempas keluar dari portal waktu. Tubuhnya melayang dan nyaris mendarat di atas bebatuan terjal andai Vione tak sigap menangkapnya.

Vione merengkuh Usher dengan erat. Kedua tangannya memeluk dengan amat kuat. Rasa senang menyeruak dan memenuhi hatinya walau tak lama.

Senyum yang sempat merekah di wajah Vione hilang seketika tatkala dirasakan olehnya betapa lemahnya tubuh Usher. Jadilah dia berpaling dengan satu kesadaran yang terlambat disadarinya, yaitu Usher sama sekali tak bereaksi padanya. Usher tak menyebut namanya ataupun membalas pelukannya.

Usher pingsan. Sontak saja rasa senang Vione berganti kekhawatiran tak terbendung.

"Usher!"

*

Sudah tak terhitung lagi berapa banyak kalimat penenang yang Vione gemakan di dalam benak. Terus ditekannya rasa cemas yang semakin membuat jantungnya berdegup dengan tak nyaman. Tubuhnya gemetar, lalu mulai mengeluarkan keringat dingin. Selain itu sesak pun terasa sehingga mendorongnya untuk menarik napas dalam-dalam.

Sayangnya, Vione justru kian tersiksa. Udara tak ubah jarum tajam yang menusuk paru-paru. Jadilah dia mengerang dalam hantaman kekhawatiran yang terus mendesak.

Agaknya Vione benar-benar sudah berada di ambang batas kesabaran. Dia sudah menunggu kepulangan Usher berhari-hari dan sekarang, kepulangan Usher justru menimbulkan ketakutan lainnya.

Vione yakin, ada sesuatu yang buruk tengah terjadi pada Usher. Sebabnya, dia ingat betul dingin dan tak berdayanya tubuh Usher tadi. Usher benar-benar lelah seolah tak lagi memiliki tenaga, sempat membuatnya berpikir bahwa Usher tak lagi bernyawa.

Untungnya, Usher masih bernapas. Usher masih hidup walau bukan berarti semua sudah baik-baik saja.

Kekhawatiran Vione kembali bergejolak ketika Rowena bergegas menyiapkan beberapa tanaman herba. Rowena meraciknya menjadi obat dan segera meminumkannya pada Usher dengan sedikit kewalahan.

Vione nyaris gila dalam ketidaktahuan dan kecemasan. Logika terus mengingatkannya untuk menahan diri, paling tidak hingga Rowena selesai memeriksa keadaan Usher. Namun, waktu berlalu dengan amat menyiksa. Jadilah sekarang dia tak bisa menunggu lagi. Lalu dia pun bertanya dengan suara lirih. "Rowena, bagaimana keadaan Usher?"

Rowena menuntaskan pemeriksaan pada Usher. Dirapikannya selimut yang menutupi tubuh Usher, lalu dia berpaling. "Dia baik-baik saja. Dia hanya kelelahan dan itu adalah hal yang wajar terjadi pada mereka yang melintasi portal waktu."

"Benarkah?"

"Tentu saja." Rowena bangkit dan ditenangkannya Vione. "Kau tak perlu khawatir. Alpha hanya butuh waktu untuk beristirahat. Aku yakin, dia akan bangun sebelum matahari terbit esok pagi."

Masih panjang waktu yang tersisa sebelum hari berganti. Bahkan matahari hari itu pun belum benar-benar terbit di ufuk timur. Jadilah Vione meremas kedua tangannya satu sama lain dengan keyakinan bahwa hal terpenting adalah keadaan Usher baik-baik saja. Menunggu sebentar lagi bukanlah sesuatu yang besar untuknya.

Vione membuang napas panjang. Sedikit gelisahnya bisa dibendung. "Terima kasih, Rowena," ujarnya sembari meraih kedua tangan Rowena. Digenggamnya jemari Rowena dengan penuh ketulusan. "Aku benar-benar tak tahu apa yang akan terjadi tanpa dirimu."

Rowena tertegun dengan tatapan yang tertuju pada genggaman Vione. Dia diam untuk sejenak sebelum pada akhirnya menarik napas sembari mengerjap sekali. Wajahnya yang sempat tertunduk pun terangkat kembali seiring dengan timbulnya senyum tipis di sana. "Aku senang bisa membantumu, Luna." Lalu dibalasnya genggaman Vione. "Sekarang, tunggulah Alpha. Kuyakin, kau adalah orang pertama yang ingin dilihatnya ketika bangun nanti."

*

Satu hal yang Usher sadari di waktu singkat yang tercipta pada masa peralihan antara ketidaksadaran dan sadar adalah adanya satu genggaman lembut yang memerangkap jemari tangannya. Berikut dengan deru halus napas seseorang yang mengirimkan aroma tak asing untuknya, aroma yang terkesan amat familier, aroma Vione.

"Usher? Kau sudah bangun?"

Satu kata itu berputar-putar di benak Usher. Lalu timbullah pertanyaan-pertanyaan yang menyertainya. Bangun? Apakah aku pingsan?

Sebabnya, ingatan terakhir yang terekam di benak Usher adalah dirinya yang kembali terisap oleh portal waktu. Setelahnya semua gelap dan pingsan merupakan kemungkinan paling masuk akal yang terjadi padanya. Lantas satu pertanyaan pun kembali hadir. Ada di masa manakah aku?

Itulah hal terpenting sekarang. Terlebih karena Usher yakin dirinya tak akan keliru bahwa sekeluarnya dia dari portal waktu maka adalah Vione yang menemukan keberadaannya.

"Usher, apakah kau mendengarku? Apakah kau—"

Usher mengerang dan bisa merasakan getaran yang merambat di dada. Kelopak matanya terasa amat berat, seolah tak mengizinkannya untuk benar-benar sadar. Namun, dia tak menyerah dan terus mencoba.

Wajah Vione adalah hal pertama yang dilihat oleh Usher. Vione menatapnya lekat. Jadilah bisa dirasakan olehnya kekhawatiran yang terpancar dari sepasang mata Vione.

Bersamaan dengan itu maka Usher pun mendapatkan jawaban untuk pertanyaannya tadi. Dia berada di masa sekarang dan jadilah kekhawatirannya menghilang. "Vione."

Vione buru-buru membantu Usher yang berniat untuk bangkit dari tidur. Lalu diarahkannya Usher agar bersandar pada kepala tempat tidur. Dipastikannya Usher bisa duduk dengan nyaman ketika luapan kelegaan menyeruak tak kira-kira di dalam dadanya.

Kekhawatiran yang terus membelenggu Vione selama berjam-jam telah sirna. Sekarang dia bisa bernapas dengan tenang walau bukan berarti dia akan mengabaikan ringisan tertahan yang tercetak nyata di wajah Usher. Jadilah dia segera mengambil segelas air setelah memastikan Usher duduk dengan nyaman.

"Usher, minumlah."

Usher menyambut minum tersebut dan segera membasahi tenggorokannya yang terasa amat kesat. Ditandaskannya minum tanpa tersisa sehingga rasa berat yang sempat menindihnya menjadi lenyap seketika, napasnya pun terasa lebih lapang sekarang.

Vione mengambil alih gelas kosong tersebut, lalu menaruhnya di nakas. Setelahnya dia bangkit, berniat untuk pergi sejenak. "Aku akan memanggil Rowena, Usher. Kau tunggulah sebentar. Aku tak akan lama."

Namun, Usher menahannya tanpa kata-kata. Diraihnya pergelangan tangan Vione. Jadilah Vione berpaling dan mendapati dirinya ditarik ke dalam pelukan Usher.

Vione tenggelam dalam kehangatan yang amat dirindukannya. Maka sudah sewajarnya bila hadir kedamaian yang langsung menyelimuti sekujur tubuhnya. Mata terpejam dan dinikmatinya pelukan Usher.

"Aku merindukanmu, Vione."

Jantung Vione berdetak dalam irama yang amat syahdu dan ucapan Usher tak ubah lirik lagu yang menyempurnakannya. "Aku juga merindukanmu, Usher," balasnya dengan penuh perasaan. Lalu diusapnya punggung Usher dengan sentuhan yang amat menenangkan. "Terima kasih karena telah kembali padaku."

Agaknya sekarang niatan Vione sedikit berubah. Dia bisa memanggil Rowena sebentar lagi. Sekarang adalah waktunya untuk benar-benar menuntaskan semua kerinduan yang membelenggu selama ini.

Selang sekitar setengah jam berlalu dan Rowena telah memeriksa keadaan Usher. Dipastikan olehnya bahwa Usher sepenuhnya baik-baik saja.

"Tak ada hal buruk yang terjadi padamu, Alpha. Kau baik-baik saja dan hanya membutuhkan waktu beberapa hari saja untuk pulih sepenuhnya."

Vione membuang napas panjang. "Oh, syukurlah," lirihnya dengan penuh kelegaan. "Terima kasih, Rowena."

Rowena berpaling dan tersenyum pada Vione. "Sama-sama, Luna. Jadi, sekarang aku akan menyiapkan obat untuk mempercepat pemulihan Alpha."

Vione tak bisa lagi mengucapkan rasa terima kasih. Di matanya, bantuan Rowena tak bisa dibalas dengan sekadar ucapan. Dia amat bersyukur dan jadilah sekarang tak mampu berkata-kata lagi.

Rowena memberikan satu usapan lembut di pundak Vione sebelum memutuskan untuk beranjak. Langkahnya disusul oleh Ayla yang merasa telah cukup untuk sekadar mengetahui keadaan Usher. Mereka berniat untuk pergi dari kamar, tetapi suara Usher menghentikan keduanya.

"Rowena, kapan aku bisa melewati portal waktu lagi?"

Langkah tertahan dan Rowena memutar tubuh dengan serta merta. Dilihatnya Usher dengan dahi yang sedikit mengerut.

"Aku masih bisa menggunakan portal waktu bukan? Kembalinya aku ke masa sekarang bukan berarti aku tidak bisa pergi lagi ke masa lalu bukan?" tanya Usher dengan buru-buru. Tatapannya tertuju lurus pada Rowena dengan sekelumit kekhawatiran hadir di benaknya. Dia tak bisa kehilangan satu-satunya kesempatan untuk memperbaiki semua kemalangan yang terjadi sekarang tanpa bantuan Rowena dan portal waktu. Lagi pula dia pun belum kembali pada masa lalu yang diinginkan, kalung separuh bulan yang seharusnya dia berikan pada Vione di masa lalu pun masih ada di tangannya. "Aku—"

"Usher," potong Vione cepat. Dihampirinya Usher dengan ekspresi yang menunjukkan kekhawatiran. "Kau masih lelah. Kau butuh istirahat. Jadi, lebih baik kita membahas soal ini di lain waktu."

Ucapan Vione memang benar adanya. Usher masih membutuhkan waktu untuk memulihkan diri. Namun, anehnya dia justru menangkap gelagat tak biasa dari sikap Vione. "Aku baik-baik saja, Vione. Aku hanya butuh waktu untuk beristirahat. Setelah itu maka aku—"

"Kau akan pergi lagi?"

Suara Vione meninggi. Jadilah semua orang di sana terkejut, terlebih Usher.

"Vione?"

Vione gelagapan dalam serbuan khawatir dan cemas yang serta merta muncul tatkala Usher mengutarakan niatnya. Jadilah dia memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Dicobanya untuk menenangkan diri, tetapi ingatan kemarin malah berputar-putar di benaknya. "Aku tak yakin bila kembali menggunakan portal waktu adalah keputusan tepat, Usher."

"Vione, aku—"

"Itu berbahaya, Usher," ujar Vione lagi dengan cepat. Setitik ketenangannya hilang dan bersamaan dengan itu, napasnya mulai menderu. "Kau memang selamat kali ini, Usher, tetapi tak ada jaminan untuk selanjutnya. Kau bisa saja terluka dan nyawamu bisa terancam." Lalu dia berpaling pada Rowena. "Bukankah begitu, Rowena?"

Rowena tak menjawab. Namun, sikapnya telah memberikan jawaban secara tersirat.

"Aku tidak ingin mengambil risiko, Usher." Vione menggeleng berulang kali. Napasnya kian kacau dalam serbuan rasa takut yang semakin menjadi-jadi. Terlebih lagi dengan kehadiran panas yang mulai menyebar di sepasang matanya. Jadilah tatapannya pada Usher ternoda oleh genangan air mata yang siap untuk tumpah. "Tidak. Aku tidak ingin kehilanganmu untuk kedua kali." Dia nelangsa ketika tak berdaya dalam rasa takut itu. "Aku tak bisa, Usher."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top