Regretful Alpha 10
Usher muda berlari secepat mungkin. Diterabasnya semak belukar yang mengadang jalan. Dilompatinya akar-akar pepohonan yang merintangi langkah. Semua diterjangnya dengan kekhawatiran yang sudah tak terbendung lagi.
Tubuh Usher muda tegang. Jeritan Vione muda seolah menggema tak putus-putus di benak, memicu kepanikan untuk semakin menyengat. Napasnya mulai terengah, tetapi dia tak berhenti berlari. Dia terus berpacu dengan waktu hingga jalan di depannya beubah menjadi buntu.
Lari Usher muda terhenti. Diedarkannya pandangan ke sekitar dengan cepat. Dicobanya untuk menemukan keberadaan Vione muda, tetapi nihil. Hutan tampak hening seperti biasa dan itu membuatnya nyaris putus asa.
Satu erangan bernada rendah tertangkap oleh indra pendengaran Usher muda. Asalnya dari sisi tenggara hutan. Jadilah dia bergegas dan matanya sontak memelotot ketika menyadari bahwa ada jurang terjal yang terlupakan olehnya. Tak ayal lagi, dia segera berlari ke sana dan suara lemah Vione muda menyambutnya.
"Tolong."
Usher muda tak membuang-buang waktu. Dia buru-buru menjatuhkan tubuh di tanah tepat ketika tiba di jurang. Tangannya terulur dan segera meraih tangan Vione muda di waktu yang tepat—genggaman Vione muda pada batu licin di dinding jurang terlepas. Digenggamnya pergelangan tangan Vione muda dengan sekuat tenaga dan di waktu bersamaan, ada sesuatu yang tertangkap oleh matanya.
Dahi Usher muda sedikit mengerut. Dia yakin, dirinya tak salah melihat. Ada seseorang yang baru saja menyelinap pergi di antara pepohonan. Siluetnya terlihat tak asing dan ditebaknya bahwa itu adalah Ned.
Di lain pihak, Vione muda nyaris kehilangan harapan untuk selamat. Jadilah dia memejamkan memejamkan mata, bersiap untuk terjatuh ke dalam jurang. Namun, satu genggaman yang amat erat mengusir bayang menakutkan itu dari dalam benaknya.
"Vione, bertahanlah. Aku akan menyelamatkanmu."
Vione muda tertegun. Suara itu amat familier di telinganya sehingga dia pun membuka mata dengan perlahan. Wajahnya terangkat dan tatapannya sontak bertemu dengan tatapan Usher muda.
"U-Usher."
Usher tak mengatakan apa-apa lagi ketika fokusnya sedang tertuju untuk mengeluarkan Vione muda dari jurang itu secepat mungkin. Jadilah wajahnya berubah merah dan tampak mengeras hingga rahangnya menjadi kaku, urat-urat pun bertonjolan di dahi. Napas tertahan di dada dan sebulir keringat jatuh dari dagu ketika dia menarik tubuh Vione muda dengan gerakan cepat dan mantap.
Tubuh Usher muda terbanting ke belakang dengan membawa Vione muda turut serta bersamanya. Dia mendarat di tanah dan kedua tangannya segera memeluk tubuh Vione muda. Rengkuhannya kuat seolah ingin memastikan bahwa dia benar-benar berhasil menyelamatkan Vione muda.
"Oh, Tuhan. Vione."
Vione muda menenggelamkan wajah di dada Usher muda. Dia bergeming untuk sesaat. Ketakutan membuatnya lemah dan pelukan Usher muda membuat perasaannya menjadi kacau.
Kehangatan merembes dari sepasang mata Vione muda yang memejam. Air mata mulai menyusup keluar dari sudut mata. Dia mencoba untuk menenangkan diri, lagi pula dia telah selamat dari malapetaka mengerikan yang bisa menghilangkan nyawanya. Namun, sayangnya debar jantung Usher muda yang tak karuan membuatnya jadi luluh lantak seketika.
"Vione," lirih Usher muda sesaat kemudian di sela-sela napasnya yang tersegal parah. Jantungnya berdebar kencang dan dibiarkannya Vione muda mendengarnya. "Kau baik-baik saja bukan?"
Vione muda menggigit bibir bawah. Di dalam pelukan Usher muda, dia mengangguk lemah.
Usher muda membuang napas lega. Ketegangan di tubuhnya berangsung mengendur dan pelukannya melonggar. Sekarang jadilah dia lemas seolah tak ada tenaga sama sekali. Tangannya terjatuh di tanah sementara matanya menatap lurus ke atas, pada langit yang tampak terik.
Hening menyelimuti untuk sesaat. Agaknya baik Usher ataupun Vione muda membutuhkan waktu untuk menenangkan diri.
"Terima kasih, Usher."
Suara Vione muda membuat Usher muda mengerjap. Fokus matanya yang sempat memudar tatkala menatap langit untuk waktu lama perlahan datang kembali. Diembuskannya napas panjang dan bersamaan dengan itu, Vione muda bangkit dan duduk.
Usher muda turut bangkit. Matanya mengamati dengan saksama demi meyakinkan diri bahwa Vione muda memang baik-baik saja. "Tak masalah. Terpenting adalah kau baik-baik saja."
Vione muda tak bisa mengatakan apa-apa, hanya ditundukkannya kepala dalam-dalam, mungkin merasa tak enak karena terus dan terus saja merepotkan Usher muda. Lagi pula siapakah dia? Bisa-bisanya dia membuat Usher muda kelimpungan hanya demi menyelamatkan nyawanya yang tak seberapa. Faktanya, diselamatkan Usher muda dua kali dalam sehari benar-benar membuatnya jadi malu.
"Kau tak perlu merasa tak enak padaku, Vione," ujar Usher muda seolah bisa menerka isi pikiran Vione muda. Diyakinkannya Vione muda bahwa itu bukanlah hal merepotkan. "Aku sama sekali tak keberatan untuk menolongmu dan lagi pula bukanlah itu hal pentingnya di sini."
Vione muda mengangkat wajah. Dilihat olehnya ekspresi Usher muda yang berubah serius. "Apa maksudmu?"
"Aku ingin bertanya. Apakah ada yang mendorongmu ke jurang?"
Bola mata Vione muda membesar. Dia terdiam sejenak, berusaha mengingat peristiwa yang nyaris merenggut nyawanya. Lalu dia menggeleng. "Kupikir, tak ada."
"Tak ada?" Usher muda menyipitkan mata. Ditatapnya Vione muda dengan lekat. "Kau serius?"
Vione muda mengangguk. "Ya."
Usher muda tak percaya. "Cobalah kau pikir-pikir lagi, Vione. Mustahil kamu terjatuh ke jurang. Kau bukannya anak kecil yang akan terjatuh ke jurang dengan begitu saja," ujarnya sembari berusaha menekan geram yang secara otomatis muncul di dalam benak. "Jadi, jujur padaku. Apakah ada yang mendorongmu ke jurang?"
Tuduhan Usher muda tertuju pada Ned. Dia hanya butuh konfirmasi dari Vione muda dan masalah itu akan selesai dalam waktu dekat. Dipastikan olehnya untuk menemui Ned secara pribadi.
"Aku jujur, Usher. Memang tak ada yang mendorongku ke jurang dan sekarang kalau kupikir-pikir lagi, aku pun tak mengerti mengapa aku bisa ada di sini." Vione muda mengerutkan dahi. Dia tampak berpikir keras, tetapi pada akhirnya menyerah. "Aku benar-benar tak ingat."
Usher muda diam. Hanya ditatapnya Vione muda tanpa kedip sama sekali. Benaknya bertanya kejujuran dari perkataan Vione muda. Kemungkinan paling masuk akalnya adalah Vione muda tak ingin memperpanjang masalah itu. Sebabnya, jawaban yang diberikan Vione muda benar-benar tak masuk logika, persis seperti mengada-ada.
Sayangnya, tak ada yang bisa dilakukan oleh Usher muda. Jadilah dia hanya membuang napas panjang sembari meraih tangan Vione muda, mengajaknya untuk turut berdiri.
"Sudahlah. Sekarang kuantar kau pulang."
*
Berkat hari itu, di mana dua peristiwa buruk terjadi secara beruntun di hari yang sama, tak heran bila mendapati Usher muda lebih memerhatikan Vione muda dibandingkan dengan biasanya. Jadilah dia kerap melemparkan pandangan ke luar jendela demi melihat Vione muda yang tengah melakukan tugasnya seperti yang dikatakan tempo hari—memeriksa tanaman di Istana.
Buku terbuka tanpa disentuh sama sekali oleh Usher muda. Layar laptop yang semula menyala pun menjadi gelap. Semua terabaikan ketika fokusnya benar-benar tertuju pada Vione muda sehingga tak dirasakannya kehadiran seorang pelayan yang datang membawa sepaket camilan dan teh.
"Sepertinya Vione baik-baik saja."
Usher muda tersentak dari lamunan. Dia berpaling dengan salah tingkah. "Y-ya, dia baik-baik saja."
Sang pelayan tersenyum sopan dan menyajikan camilan dan teh di meja. Setelahnya, dia berniat untuk segera pergi, tetapi Usher muda keburu kembali bicara.
"Sebentar."
Sang pelayan kembali berpaling pada Usher muda. "Ada apa?"
"Aku belum mengucapkan terima kasih padamu. Tanpa bantuanmu, mustahil aku bisa menyelamatkan Vione tepat waktu," jawab Usher muda sembari menatap sang pelayan dengan sorot tulus. "Terima kasih banyak."
"Oh." Agaknya sang pelayan tak mengira bila Usher muda akan mengatakan hal tersebut. Jadilah dia tertegun sejenak seolah butuh waktu untuk memproses kata-kata Usher muda. Setelahnya barulah dia kembali tersenyum dan mengangguk sopan. "Tak jadi masalah. Aku senang bisa membantumu."
Ucapan sang pelayan menyadarkan Usher muda bahwa dirinya adalah putra tunggal dari pasangan alpha dan luna. Jadilah wajar bila orang-orang cenderung merasa senang untuk membantunya. Bukan berarti dia mengatakan orang-orang itu mencari muka di depannya, tetapi itu adalah hal lumrah.
Sayangnya ada sesuatu yang terasa aneh di mata Usher muda. Perasaannya merasa janggal sehingga membuat semua ingatan yang terekam baik di dalam benaknya selama ini berputar secara satu persatu.
Sebuah kecurigaan yang nyaris lebih menyerupai kepastian membuat Usher muda menyipitkan mata. Caranya menatap berubah, sorotnya tampak penuh selidik. Lalu dia bertanya demi memastikan. "Bukankah sedari dulu kau memang selalu membantuku? Aku yakin, ini bukanlah kali pertama kau memberi tahuku soal perundungan yang akan terjadi pada Vione."
Sang pelayan tak menjawab, melainkan dia terus memasang sikap sopan. Senyum dan gestur tubuhnya tampak terkendali walaupun itu tak bisa mengalihkan fokus Usher muda dari ingatan masa lalu.
Usher muda yakin betul bahwa dirinya tak salah mengingat dan dari sekian banyak ingatan yang masih tertanam di benaknya, ada satu ingatan yang paling segar, yaitu ingatan kala dia menyelamatkan Vione kecil di hutan belakang Istana. Peristiwa itu tak mungkin terlupakan olehnya mengingat mereka pun mengalami insiden hidup mati yang mendebarkan, nyaris tenggelam di danau.
"Mengapa?" tanya Usher muda lagi. Semakin didesaknya sang pelayan. "Mengapa sepertinya kau sangat bersemangat membantuku kalau itu berkaitan dengan Vione?"
Sekarang, ada samar kerutan di dahi sang pelayan. Namun, hal itu tak cukup untuk memudarkan senyum sopan di wajahnya. "Apa maksudmu? Aku hanya membantumu karena kutahu kalian berteman dengan baik."
Alasan itu terdengar masuk akal, tetapi anehnya justru membuat Usher muda semakin curiga. Terlebih ketika dia ingat kejadian kemarin.
Perpustakaan Istana dikosongkan. Hanya ada Usher muda di dalamnya. Dia tengah belajar untuk mempersiapkan konferensi umum pertamanya. Lalu tiba-tiba saja sang pelayan mendatanginya dan mengabarkan perihal Vione yang dibawa oleh segerombolan manusia serigala muda lainnya.
"Apakah benar hanya itu?"
Sang pelayan mengangguk. "Tentu saja hanya itu. Aku tak ada niat lain. Lagi pula sebenarnya justru aku yang penasaran akan sesuatu."
Usher muda diam saja. Ditunggunya sang pelayan untuk lanjut bicara.
"Mengapa kau begitu perhatian pada Vione?" tanya sang pelayan sembari melirik sekilas ke luar jendela. Tampak olehnya Vione yang beranjak sembari membawa serta alat-alat perkebunan. "Dia bukanlah siapa-siapa. Dia hanyalah putri angkat dari sepasang petugas kehutanan. Selain itu, tampaknya dia lemah. Bisa dikatakan bahwa dia adalah wanita serigala yang merepotkan. Jadi, mengapa kau peduli padanya?"
Mulut Usher muda membuka, tetapi tak ada satu kata pun yang bisa diucapkan olehnya. Lidahnya terasa kelu. Dia tak bisa menjawab pertanyaan balik dari sang pelayan.
"Kau tak bisa menjawabnya. Mengapa?"
Usher muda gelagapan. Jadilah dia mendeham sejenak. "Kupikir, itu bukan urusanmu."
"Tentu saja bukan."
Usher muda menahan napas di dada berkat perubahan samar yang tampak di senyum sang pelayan. Agaknya dia tak akan keliru bila menebak bahwa sikapnya telah membuat sang pelayan berada di atas awan.
"Lagi pula memang ada beberapa hal di dunia ini yang tak bisa mendapatkan jawaban. Jadi, aku akan menganggap bahwa kau memang tak ingin hal buruk terjadi pada Vione," lanjut sang pelayan sembari tersenyum sopan untuk yang terakhir kali. Setelahnya, dia pun mengucapkan pamit. "Aku permisi."
Sang pelayan pergi. Tinggallah Usher muda seorang diri. Dia terpekur dengan pikiran yang terasa penuh dan kosong di waktu bersamaan. Jadilah dia membuang napas panjang sesaat kemudian.
Usher muda meraih cangkir teh. Disesapnya minuman itu sehingga tenggorokannya yang sempat kering menjadi basah kembali. Kehangatan meresap ke dalam tubuhnya, memberikan kenyamanan yang semestinya bisa menyingkirkan semua keresahan yang memenuhi kepala.
Cangkir kembali mendarat di tatakan dan ternyata keresahan itu masih bertahan menguasai pikiran Usher muda. Jadilah dia mengusap kasar wajahnya, lalu memaksa diri untuk mulai fokus pada pelajarannya. Paling tidak kesadarannya masih ada sehingga disadari olehnya bahwa hal terpenting sekarang adalah mempersiapkan diri untuk konferensi umum pertamanya.
Waktu berlalu dengan amat melelahkan. Usher muda menyelesaikan jam belajarnya dengan penuh perjuangan. Jadilah tak heran bila dia bergegas keluar dari perpustakaan Istana tepat ketika jam belajarnya berakhir.
Usher muda menarik napas dalam-dalam seolah baru saja terbebas dari belenggu yang menyesakkan dada. Dilangkahkannya kaki dengan tergesa, berniat untuk segera kembali ke Istana, tetapi satu pemandangan membuat langkahnya terhenti seketika.
"Tak mungkin. Bisa-bisanya kau menemukan anjing seimut ini di taman bunga Istana."
Vione muda tersenyum lebar. "Sepertinya ini adalah hari keberuntunganku bukan?"
"Sepertinya begitu."
Percakapan itu tak ubah dengungan lebah di telingan Usher muda. Tak dipedulikan olehnya apa saja yang dibicarakan oleh Vione muda dan Lewis Elliston. Nyatanya fokus mata dan semua indranya kala itu hanya tertuju pada Vione muda, pada senyum dan wajahnya yang tampak bahagia.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top