Clawless Luna 6

Memang nekat sih ya. Belum pernah nulis cerita werewolf, tapi sekalinya nulis malah langsung 2 cerita 😅 Walau gitu, 2 cerita werewolf aku berbeda temanya. Dengan begitu, aku berharap kalian ga bosan.

Berbeda dengan judul sebelah, cerita ini lebih intens dan serius. Aku bukannya mau sombong, tapi aku jamin kalian bakal suka dengan alurnya 😂

Jadi, gimana tanggapannya sejauh ini? Kalian pasti gedek ya sama Usher? 🤣

*

Pagi yang sama berulang untuk kesekian kali. Vione terbangun tanpa ada Usher di sebelahnya. Usher telah pergi dan jadilah ia membuang napas seraya bangkit dari tidur. Ia duduk sembari menahan selimut di depan dada, lalu dipandanginya kekacauan yang membekas di sekitar kamar. Semua itu tak ubah menjadi bukti untuk panasnya percintaan yang mereka lalui semalam.

Bila teringat akan hal itu maka aneka bunga dengan beragam aroma serentak timbul dan memenuhi dada Vione. Perasaannya melayang dan ia pikir akan benar-benar terbang hingga membentur langit-langit di atas sana. Sayangnya kegembiraan itu terjeda tatkala sekelumit rasa tak terima berhasil menunjukkan diri.

Sesekali saja, sepertinya tak berlebihan, Vione ingin merasakan bangun di pagi hari dalam pelukan Usher. Ia ingin mengawali hari dengan menjadikan Usher sebagai sarapannya. Ia ingin merasakan kecupan hangat Usher di dahinya. Ia ingin membuka mata dan wajah Usher menjadi hal pertama yang dilihatnya.

Namun, Vione menyadari bahwa Usher memanglah sangat sibuk. Tentu saja ia akan buru-buru bangun di tiap paginya agar bisa bekerja tepat waktu. Ada banyak hal yang harus diurus olehnya, tak hanya urusan perusahaan, melainkan juga persoalan kawanan.

Jadilah Vione kembali menabahkan diri. Ia cukupkan ingin hatinya dengan mengingat lagi betapa menyenangkannya malam-malam yang berlalu. Sentuhan Usher terasa begitu penuh perasaan, kasih sayang yang diberikan menguarkan kehangatan, dan hasratnya yang menggebu lebih dari cukup untuk menggambarkan limpahan cinta yang tak terhingga.

Vione dapati gelenyar mulai merambati tubuh. Didekapnya dada dan dirasakannya debar jantung yang mulai meningkat. Jadilah ia mengulum senyum seraya mengejek diri sendiri.

"Bisa-bisanya kau merindukan Usher secepat ini?"

Baru saja beberapa jam tak melihat Usher, nyatanya Vione sudah merasakan kerinduan. Hatinya berkehendak dan ia tak kuasa untuk melawan. Maka diputuskannya untuk segera turun dari tempat tidur. Dipanggilnya pelayan dan diberinya perintah.

"Bereskan kamar dan siapkan pakaian untukku."

Biasanya Vione tak melakukan itu. Seringnya ia yang akan membereskan kamar dan menyiapkan keperluan pribadinya. Ia terbiasa mengerjakan semuanya sendiri sedari dulu, masih terasa aneh bila membiarkan orang lain yang mengerjakan dan menyentuh barang-barangnya. Namun, kali ini pengecualian. Kamar itu benar-benar berantakan seperti ada dua serigala yang baru saja selesai bergumul di musim kawin. Rasanya mustahil ia bisa merapikannya seorang diri.

Vione bergegas. Setelah bersiap, ia buru-buru keluar. Tempat yang ditujunya adalah ruang makan dan untunglah ia tiba tepat waktu.

Usher duduk seorang diri di meja makan. Di hadapannya ada seporsi salad dengan protein hewani. Ia nikmati sarapan sambil melirik ketika dirasakannya kehadiran Vione.

"Selamat pagi, Usher."

Vione menarik kursi, lalu duduk. Dibiarkannya seorang pelayan menyajikan sarapan untuknya sementara ia terus menatap Usher dengan semringah di wajah.

"Ada apa, Vione?"

Tanya Usher menyentak Vione. Ia tersenyum dan menggeleng. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya ... merindukanmu."

Kunyahan Usher terhenti seketika. Ditelannya bulat-bulat sayuran yang masih utuh di dalam mulut, lalu dilihatnya Vione dengan dahi yang mengerut.

"Merindukanku?"

Semringah dan senyum di wajah Vione terjeda. Dilihatnya ekspresi wajah Usher. Ia mengerjap dan menahan dorongan untuk mengucek mata. Bisa saja ia salah melihat, tetapi nyatanya tidak. Usher melihatnya dengan mimik jijik.

"Usher."

Usher menuntaskan sarapan. Mimik jijik di wajahnya semakin menjadi-jadi. Dilapnya mulut dan ditandaskannya segelas air putih. Lalu ia berkata dengan kesan merendahkan.

"Kau jangan bertingkah, Vione. Jangan membuatku mual-mual dengan perkataan menjijikkanmu itu. Apa kau ingin melihatku memuntahkan sarapanku?"

Vione tertegun. Respons Usher benar-benar tak seperti yang dibayangkannya. Bagaimana mungkin bisa Usher bersikap seperti itu? Usher terlihat benar-benar jijik dan tak suka padanya. Sikapnya benar-benar berbeda dengan semalam.

"Kupikir-pikir, ini bukanlah pertama kalinya kau mengacaukan pagiku, Vione. Belakangan ini kau selalu saja muncul dengan sikap yang harus kau ketahui sangat membuatku muak. Apa kau tidak bisa membiarkanku mengawali hari dengan tenang dan damai? Aku tidak ingin kau recoki."

"Usher, aku tidak bermaksud begitu. A-aku hanya-"

"Tempo hari kau berlarian di aula dan memanggilku. Lalu ada hari di mana kau datang ke kamarku dengan membawa sarapan. Hari ini kau justru mengatakan sesuatu yang membuat perutku mual. Sebenarnya apa yang kau pikirkan sehingga kau melakukan itu semua?"

Vione tak bisa menjawab. Ia hanya bisa terdiam dengan perasaan aneh yang pelan-pelan membuatnya jadi mengernyit.

"Kau benar-benar merepotkan, Vione. Apa harus aku ingatkan kau berulang kali agar kau menyadari posisimu yang sebenarnya?" tanya Usher tanpa menunggu jawaban Vione. Diberinya tatapan tajam dan ia tekankan setiap kata yang ia ucapkan. "Kau memang luna dan pasanganku, tetapi itu bukan berarti kau seberharga itu. Di mataku, kau tak hanya pajangan. Kau tak berarti sama sekali."

Wajah Vione berubah. "Usher. Bisa-bisanya kau mengatakan itu?"

Usher mendengkus. "Aku bisa mengatakan apa pun yang kuinginkan. Jadi kalau kau tak ingin mendengar hal semacam itu maka yang perlu kau lakukan hanya satu, yaitu jaga sikapmu. Jangan pernah mengganggu ketenanganku," ujarnya sembari bangkit. Dilapnya mulut dengan serbet, lalu dibantingnya serbet itu di meja. "Cih! Dasar wanita memuakkan!"

Vione ternganga. Dilihatnya Usher pergi dengan mulut membuka dan mata membesar. Sesaat, ia benar-benar bergeming. Lalu barulah ia geleng-geleng tak percaya.

"A-apa yang dikatakannya tadi? Wa-wanita memuakkan?" Vione merasakan dadanya jadi panas. Ia menggeram dan menggerutu. "Bisa-bisanya dia mengatakan aku memuakkan setelah semalam dia justru mengatakan yang sebaliknya."

Masih segar di ingatan Vione, beragam pujian dan rayuan dilontarkan Usher kepadanya. Dikatakanlah oleh Usher bahwa ia adalah wanita yang sempurna. Ia adalah wanita yang tepat dan sungguh seperti yang diidam-idamkannya selama ini.

Tak hanya itu. Usher pun berulang kali mengatakan hal serupa ketika mereka menyatu dan mendesah. Di sela-sela hunjaman kejantanan yang terus memporak-porandakan dunia Vione, Usher terus membisikkan kata-kata manis. Jadilah Vione terbang hingga ke langit ketujuh dan sekarang ia justru dihempaskan dengan amat menyedihkan.

"Kau benar-benar menyebalkan, Usher. Sebenarnya apa yang kau inginkan? Kau selalu saja begitu. Setiap malam kau membuatku merasakan surga dunia, tetapi keesokan harinya kau justru berubah menjadi neraka dunia," gerutu Vione tanpa henti dan jadilah nafsu sarapannya hilang. Ia dorong piring berisi sarapan yang belum disentuhnya, lalu berdecak. "Kau membuatku bingung. Sebenarnya ada apa denganmu? Mengapa kau seperti dua orang yang berbeda? Kau se-"

Gerutuan Vione terjeda. Diresapinya kata demi kata yang baru saja terucap dari bibirnya. Ia merenung dan jadilah perasaan aneh yang sempat timbul tadi hadir kembali.

Vione kesal, tetapi keheranannya lebih mendominasi. Dipikir-pikirnya, memang ada kejanggalan yang terjadi. Tepat seperti yang dikatakannya tadi, Usher seperti dua orang yang berbeda.

Setiap malam dia mendatangiku. Dia merayuku dan sikapnya sangat lembut, penuh kasih. Lalu keesokan harinya dia justru bersikap sebaliknya. Dia ketus, dingin, dan tak segan-segar melontarkan kata-kata yang bisa menyakiti perasaanku.

Keanehan itu semakin menjadi-jadi. Benak Vione pun langsung terisi oleh fakta-fakta yang bertolakbelakang. Sikap Usher yang berbeda di kala malam dan pagi membuat ia jadi bertanya-tanya.

Apa yang sebenarnya terjadi? Maksudku, apa yang Usher lakukan? Mengapa dia melakukan itu dan membuatku bingung?

Jadilah sepanjang hari itu tak ada hal lain yang dilakukan oleh Vione. Diabaikannya beberapa laporan yang masuk ke Istana. Ia hanya sempat mengecek sekilas dan berpikir bahwa persoalan pendidikan para anak dan remaja Kawanan bisa menunggu sejenak. Lagi pula ia sudah menyusun proposal program pendidikan khusus sejak jauh hari. Ia tinggal melakukan penyelarasan antara laporan tahunan itu dan rencana pembelajaraan yang diajukan.

Selain itu rasanya percuma juga bila Vione memaksa untuk bekerja. Pikirannya benar-benar tidak bisa berpaling dari keanehan Usher. Jadilah ia menghabiskan waktu sepanjang hari di aula istirahat. Ia duduk dengan pandangan keluar yang menembus jernihnya kaca jendela, lalu diingat-ingatnya semua yang terjadi belakangan ini.

Usher. Sebenarnya ada apa dengan semua ini?

Waktu terus bergulir dan Vione masih tenggelam dalam alam pikiran. Diabaikannya jam makan siang dan hingga matahari mulai tergelincir di ufuk barat, ia masih bergeming dengan kemungkinan mustahil itu.

Tak mungkin ada dua Usher bukan?

Vione memejamkan mata seraya menggeleng. Dienyahkannya pikiran tak masuk akal itu dan dicobanya untuk menemukan kemungkinan yang terdengar lebih logis. Namun, suara derap langkah yang datang mendekat membuat semua pikirannya jadi buyar.

Vione berpaling dan mendapati kedatangan Mireya. Dihelanya napas panjang sembari bangkit dari duduk. Bertemu Mireya dengan kepala yang penuh diisi oleh keanehan Usher bukanlah hal yang bagus. Jadilah diputuskannya untuk pergi dari sana.

Mireya masuk sementara Vione berniat untuk keluar. Mereka bertemu di tengah-tengah aula dan Mireya menahan tangan Vione. Jadilah langkah Vione terhenti.

"Ada apa, Mireya?" tanya Vione sembari menatap lurus. Ditariknya tangan sehingga lepas dari genggaman Mireya. "Aku yakin kedatanganmu ke sini bukanlah untuk menemuiku. Kau pasti ingin bertemu dengan Usher, tetapi sayangnya dia belum pulang."

Mireya tersenyum seraya beranjak. Dihadapinya Vione dengan santai. "Tentu saja aku tahu kalau dia belum pulang. Ehm. Kau mungkin tidak mengetahuinya, tetapi Usher selalu memberi tahuku jadwalnya sehari-hari."

Vione diam. Matanya jadi menyipit. "Apa maksudmu, Mireya? Kau tidak sedang menyombongkan diri bukan?"

"Terserah bagaimana menurutmu. Aku hanya sekadar memberi tahu."

"Informasi yang tak penting."

Vione kembali melangkah. Diyakininya bahwa semakin cepat ia pergi dari sana maka semakin baik.

Namun, lagi dan lagi, untuk kesekian kalinya Mireya berhasil menahan langkah Vione. Kali ini tanpa ada tindakan fisik, melainkan ucapannya yang berhasil membuat kaki Vione berhenti melangkah.

"Aku hamil."

Agaknya ada petir yang menggelegar tepat di depan mata Vione. Sesaat, pandangannya seperti kabur. Dunia seolah menghilang dan ia tak lagi punya apa-apa.

Ha-hamil? Tidak. Tidak mungkin.

Vione mengerjap. Dipaksanya diri untuk tetap bernapas walau yang terasa kemudian bukanlah lapang, melainkan perih yang menusuk-nusuk.

"Kukatakan sekali lagi, Vione. Aku hamil dan kau pasti tahu bukan siapa ayah dari bayi yang saat ini sedang kukandung?"

Dingin hadir dan dengan cepat menjalari sekujur tubuh Vione. Jadilah ia tak bisa bergerak dan benar-benar membeku jiwa-raga.

"Tentu saja Usher. Jadi, bagaimana menurutmu? Apakah ini adalah informasi yang bisa kau anggap penting?"

Vione tak bisa berkata-kata. Lidahnya kelu. Dunianya runtuh.

"Mireya, apa yang kau katakan tadi? Kau hamil?"

Vione mengerjap. Fokus matanya kembali. Ia mengerjap pelan dan dilihatnya kedatangan Usher beserta Garth.

Hati Vione berkehendak. Ia ingin memanggil Usher, tetapi tubuhnya seperti lumpuh. Tangan, kaki, dan bahkan lidahnya tak bisa digerakkan sama sekali. Jadilah ia hanya bisa mematung ketika Usher melewatinya dengan langkah tergesa untuk menghampiri Mireya.

"Ya, Usher. Aku hamil."

Vione tertohok oleh nyeri yang menyentak di jantung. Ingin rasanya ia menutup mata dan telinga, lalu berlari dari sana. Ia tak ingin melihat dan mendengar kemesraan yang dipamerkan oleh Usher dan Mireya.

"Oh, Tuhan, Mireya. Kau hamil!"

Suara Usher menyiratkan kegembiraan. Ia tertawa dan sedetik kemudian terdengar pekik bahagia Mireya.

Kala itu Vione sadar bahwa seharusnya ia segera pergi dari sana, tetapi yang ia lakukan justru sebaliknya. Ia memutar badan dan dilihatnya pemandangan menyakitkan hati itu. Usher menggendong Mireya dan berputar-putar dengan diiringi oleh deraian tawa tak henti-henti.

Getir hadir. Disumpalnya pangkal tenggorokan Vione dengan rasa pahit tak terkira. Dihadangnya udara dan diberikannya hawa panas yang membuat sesak dada.

Vione gemetar. Tubuhnya terasa limbung dalam terpaan kenyataan. Namun, ia mencoba bertahan. Sebisa mungkin ia menguatkan diri dan tak menjatuhkan air mata.

"Oh, Usher. Berhenti. Kepalaku pusing. Aku khawatir akan muntah di sini."

Tawa Usher mereda dan ia menurunkan Mireya. Ditangkupnya wajah Mireya dan seakan tak ada orang lain di sana, ia pun mencium Mireya.

Vione memejamkan mata. Ia tak sanggup melihat pemandangan itu. Dikuatkannya hati sementara di sebelahnya ada Garth yang hanya bisa menatapnya iba.

"Mireya, sungguh. Ini adalah kabar yang sangat membahagiakan. Kau tak akan tahu betapa bahagianya aku sekarang."

Mireya tertawa. Usher tak henti-hentinya memeluk, lalu mencium setiap sisi wajahnya. "Usher, berhenti. Aku tahu kau bahagia, tetapi lihatlah. Di sini ada Vione."

"Vione?" ulang Usher dengan nada tak yakin. Sedikit, ia menarik diri dengan tangan yang masih bertahan di pinggang Mireya. Diedarkannya pandangan ke sekitar, lalu ia mengeryit. "Vione! Sejak kapan kau di sana?"

Tawa Mireya jadi semakin pecah. Dipukulnya dada Usher dengan lembut. "Kau keterlaluan, Usher. Vione sudah berada di sini dari tadi."

"Aku tak melihatnya."

Vione menggigit bibir. Ia mencoba tak mendengar, tetapi ejekan itu lantas menggema di benak. Benar, selama ini kau tak pernah melihatku, Usher.

Begitu menyedihkan. Di mata Vione, hanya ada Usher. Namun, di mata Usher, hanya ada Mireya. Lalu Vione pun jadi bertanya-tanya, apa arti semua kata cinta dan sentuhan lembut yang Usher berikan kepadanya?

Vione tak terima. Lara di hatinya berontak. Jadi dikepalkannya jemari dengan sekuat mungkin, lalu dilihatnya Usher dan Mireya dengan tanpa kedip.

"Kalian benar-benar keterlaluan. Bisa-bisanya kalian berdua melakukan ini di hadapanku."

Usher dan Mireya sama-sama berpaling pada Vione. Luapan kebahagiaan mereka terjeda. Namun, mereka tak merasa terganggu sama sekali dengan ucapan Vione, malah sebaliknya.

"Kalau kau tidak ingin melihatnya, kau bisa pergi, Vione. Lagi pula tak ada orang yang menyuruhmu untuk tetap berada di sini."

"Usher."

Mata Usher membesar. Satu tangannya meninggalkan pinggang Mireya demi menunjuk ke sembarang arah. "Kau tinggal pergi, Vione. Tidak ada yang menyuruhmu untuk tetap di sini."

"Pergi?" ulang Vione dengan suara bergetar. Ditatapnya Usher dengan sorot yang menyiratkan semua buncahan kepedihan. "Kau menyuruhku pergi dari sini atau kau menginginkanku pergi dari kehidupanmu?"

Pertanyaan itu menarik keterkejutan semua pihak walau dengan emosi berbeda yang mengiringinya. Mireya, tentu saja berbinar-binar matanya. Sementara Garth lebih pada syok yang membuatnya berulang kali melihat Usher dan Vione secara bergantian.

"Aku tak mengatakan itu, Vione, tetapi kalau kau menganggapnya demikian maka apa boleh buat. Kau bisa pergi dari sini atau bahkan pergi dari kehidupanku. Aku sama sekali tidak peduli."

Garth menggeleng pelan. Dicobanya untuk menenangkan Usher. "Alpha."

"Diam, Garth," perintah Usher tanpa tedeng aling-aling. Agaknya ia bisa menerka bahwa sang beta akan berusaha membela Vione. "Ini urusan pribadiku, jangan ikut campur."

Namun, tidak sesederhana itu. Vione adalah pasangan Usher. Ia adalah luna. Ia adalah wanita dengan kedudukan tertinggi di kawanan. Jadi sudah sepatutnya Garth turut campur. Garth tidak ingin Usher hilang akal sehingga menimbulkan kekacauan.

"Alpha, kupikir sebaiknya kau sekarang beristirahat. Hari ini sangat padat dan kau pasti lelah."

Tidak mempan. Usher bergeming dengan tatapan yang tertuju lurus pada Vione. "Pilihan ada di tanganmu, Vione. Apakah kau akan pergi atau tetap di sini?"

"Kau kejam, Usher. Kau benar-benar tidak berperasaan. Hanya demi wanita itu, kau tega melakukan ini padaku."

Usher menggeram. "Jaga ucapanmu, Vione. Wanita ini adalah Mireya dan dia tengah mengandung anakku. Sebaiknya kau mulai belajar menghormatinya."

"Menghormatinya?" Vione mendengkus dengan ironis, lalu ia tertawa perih. "Aku harus menghormati selingkuhanmu? Oh, lucu sekali, Usher."

Wajah Usher memerah. Geramannya semakin menjadi-jadi, tetapi Mireya sebaliknya. Ia tampak tenang di bawah tudingan Vione.

"Aku memaklumi kemarahanmu, Vione. Kau pasti tak terima dengan kenyataan ini, tetapi mau bagaimana lagi? Di hati Usher, hanya ada aku. Apalagi sekarang aku mengandung anaknya."

Wajah Vione berubah merah. Ketenangan Mireya justru menyulut kemarahannya. "Kau benar-benar wanita rendahan, Mireya."

"Vione!"

Di saat Usher kembali menggeram, Mireya justru tertawa. Ditenangkannya Usher dengan belaian di dada, lalu ia berkata.

"Aku wanita rendahan? Ehm. Sepertinya ada yang tidak sadar diri di sini. Kau mengatakanku sebagai wanita rendahan, lalu bagaimana dengan dirimu sendiri, Vione? Bukankah kita sama rendahnya?"

Vione mengerutkan dahi. "Apa maksudmu?"

"Maksudku adalah ..."

Mireya beranjak. Dilangkahkannya kaki dengan irama perlahan. Tatapannya menuju pada mata Vione yang menyorotkan kebingungan. Ia mendekat dan lalu berhenti tepat di hadapan Vione. Senyum penuh arti tersungging di wajahnya.

"... bukankah kau juga melakukan hal yang sama sepertiku?"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top